PENYESALAN #1

5.2K 210 22
                                    

Holaaaaa....

Gue balik lagi nih, dengan sekuel dari kumpulan cerita pendek ini.

Idenya sih udah lama, tapi baru sempat di tulis sekarang.

Sok atuh, di baca. Jangan lupa tinggalkan jejak anda dengan vote and comments ya...

===

"Adit, aku gay..."

Aku tak menjawab apapun, hanya terperangah dengan kalimatnya, Arif, sahabat terdekat ku. Aku merasa seperti suara guntur memekakkan telinga ku saat Arif menuturkan sesuatu yang bagiku terasa aneh, bahkan menjijikkan.

"Lu bilang apa, Rif?" Jawabku seperti berbisik.

"Aku gay, Dit." Jawabnya dengan tegas. Dan mataku seperti akan lepas ketika mendapati tegasnya jawabannya. Aku menatapnya dengan tajam.

"Gue gak suka sama lelucon lu, Rif. Itu gak lucu. Sumpah!" Ya, aku masih berharap bahwa Arif tengah melontarkan kelakar meski aku tahu bahwa nada bicaranya menegaskan tidak ada kebohongan.

"Aku gak bercanda, Dit. Ini beneran, dan aku serius." Matanya balik menatapku dengan cara yang sendu. Tegar dan kuat.

"Terus?" Aku tanyakan padanya apa kelanjutan dari obrolan siang ini. Sejujurnya aku belum tahu harus menunjukkan sikap bagaimana setelah mendengar kejujurannya saat ni,i dan bisa aku pastikan bahwa selama ini ia memendam rahasia pribadinya tanpa sedikit pun aku ketahui. Bagiku Arif bukanlah orang lain, segala sesuatu yang ada pada diriku ia ketahui, begitupun sebaliknya, namun fakta itu terbantahkan setelah ia membeberkan rahasia yang selama ini ia pendam, meski aku juga tidak tahu apa maksud dan tujuannya.

"Selanjutnya terserah kamu, mau jijik, atau apapun aku siap. Kamu orang terdekat aku, Dit." Ada jeda sejenak dan Arif menghela nafasnya dengan kuat. "Berat untuk aku terus menyimpan beban ini." Ada getar pada kalimat terakhirnya.

Aku membuang pandangan ke arah langit-langit kost kamar ini, kemudian berbaring di atas kasur, menyelimuti setengah tubuhku, kebiasaan yang tak pernah aku lakukan. Karena kami sudah terbiasa bersikap pa adanya, bahkan tak jarang aku tertidur tanpa sehelai benangpun menempel pada tubuhku. Pandangan mataku menghindari terjadinya kontak mata di antara kami, aku tidak mau mengambil resiko dengan menerima tatapan matanya yang penuh keinginan untuk mendapatkan rasa iba. Cih! Aku tidak peduli!

Aku mulai beringsut, kemudian menekuk lenganku sebagai bantalan kepala. Masih menatap ke atas langit-langit kamar kost, kamar yang hampir lima tahun kami huni bersama. Sejak awal kami kuliah, hingga satu minggu lagi kami akan wisuda. Mataku menerawang, mengingat bahwa Arif bukanlah orang lain bagiku, keseharian kami tak ada batasnya. Kesibukan kami lewati bersama, dan kekosongan waktu kami isi berdua, dengan jalan-jalan, atau sekedar bermalas-malasan dikamar kost. Dan selama itu pula tidak ada yang mencurigakan dari sosok teman dekat ku ini yang bagiku sudah seperti saudara. Dan aku masih belum percaya bahwa ternyata Arif adalah pria yang memiliki hasrat pada sesama jenis.

Dan saat ini, aku masih tercengang atas fakta yang baru saja ia ungkapkan, satu hal yang selama ini ia sembunyikan. Padahal tak ada apapun dariku yang aku simpan darinya. Seperti yang adi aku katakan bahwa, bagiku Arif bukanlah orang lain, tapi sudah seperti saudara ku sendiri. Namun kini aku faham, bahwa rasa terkejut ku mengarah pada rasa takut. Entahlah, aku seperti merasa ada sedikit kekhawatiran terhadap Arif saat ini, aku takut bahwa Arif tidak hanya menyimpan misteri itu, tapi ada jala lain, apa mungkin Arif juga menyukai ku? Semoga saja tidak.

Hening masih menyelimuti kami, aku dengan mata menatap ke atas dengan posisi tubuh berbaring. Dan dari tangkapan sekilas mataku, Arif masih duduk, diam dan menunduk di pinggir kasur. Sosok yang aku banggakan, kepintarannya yang aku kagumi, pupus dalam hitungan menit.

Kumpulan Cerita Pendek (Gay Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang