In a sea of people, my eyes will always search for you.
***
Arina pov
Tatapan mata gue melembut kala melihat orang yang selama dua hari gue hindari, sekarang ada di hadapan gue.
Gue memeluknya erat, tanpa celah sedikitpun.
"Kak bangun! Woy udah jam setengah 7, lo sekolah ngga?!"
Entah itu suara apa, yang jelas gue gak mau berhenti memeluk Naufal.
Naufal yang selama dua hari gue hindari, tapi juga gue cari.
"Ih nih orang aneh banget si, meluk guling sambil nangis gitu?"
Gue melepas pelukan tadi, lalu menengok ke segala arah mencari dimana Naufal-- yang tadi gue peluk, tapi tiba-tiba hilang.
Mata gue masih berusaha mencari Naufal, namun malah terdengar suara menggelegar.
"ARINA!! BANGUN ATAU KAMU MAMA SIREM?! UDAH SETENGAH 7 LEWAT! KAMU SEKOLAH NGGA SIH?!"
Dan saat itu juga, gue sadar.
Naufal yang datang, motor besar Naufal, tangan Naufal yang menutup kedua mata gue, pelukan erat tanpa celah, itu semua hanya mimpi.
Sambil mengucek-ngucek mata, gue menatap mama lesu. "Jadi tadi.. aku itu tidur ya?"
"IYA ARINA! KAMU TIDUR UDAH KAYAK MATI SURI TAU NGGA?! SANA MANDI!!"
Mendengar suara mama yang menggelegar di pagi hari, sukses membuat gue melongo kebingungan. "Mama kenapa sih teriak-teriak gak jelas gitu? Udah kayak di hutan aja.. bener gak dek?"
Adik gue-- Aleana, mendelik kesal. "Kak, gue kasih tau nih ya. Sekarang itu jam 7 kurang, dan lo telat.. jadi lo sekolah atau ngga?"
Langsung saja gue meloncat dari kasur dan masuk kamar mandi.
"KENAPA KALIAN GAK BANGUNIN AKU SIH!!!!" Kata gue sebelum memasuki kamar mandi.
***
Setelah berusaha membujuk satpam di gerbang, agar mengizinkan gue masuk.
Dan disinilah sekarang gue berada, berdiri sendirian di depan tiang bendera, dengan tangan di jidat-- hormat.
Sebotol minuman isotonik tersodor tepat dihadapan mata gue. "Kenapa gue jadi berhalusinasi gini sih?"
"Lo gak berhalusinasi, ini semua nyata"
Begitu gue memutar kepala ke arah suara berat khas cowo-cowo puber, gue melongo kebingungan. "Lo ngapain?"
"Ngasih minuman lah!"
"Iya-- tapi, lo siapa?" Tanya gue lagi.
Alis cowo itu naik satu. "Gue yang kemaren dulu lo tabrak" katanya kalem.
"Ohh" jawab gue singkat.
"Ini minumannya woy!" Katanya keliatan sebel.
"Ngga, makasih" tolak gue halus.
"Gue tuh cuma niat bantu, apa susahnya sih lo nerima pemberian gue?"
Akhirnya gue menerima minuman tadi, lalu menenggaknya hingga habis.
Senyum kecil terukir di wajahnya. "Nah gitu dong! Oh iya, kenalin nama gue Bima" katanya sambil menyodorkan tangan.
"Gue Arina" jawab gue tanpa membalas sodoran tangannya.
"Okay, kalau gitu gue duluan deh. Kayaknya gue ganggu lo ya? Bye"
"Tuh tau"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Jarak, dan Kamu.
Teen FictionJarak memisahkan kita. Perbedaan zona waktu, menghambat komunikasi kita. Lalu kesibukan yang kita jalani, semakin mempersulit segalanya. Ku rasa kita cukup sampai disini. Aku tak percaya yang namanya jauh di mata namun dekat di hati, itu hanya omong...