"Tak kan kubiarkan hatiku patah dua kali." - Jofy.
A Year Ago...
Dalam suatu masa seumur hidup gue, gue pernah jatuh cinta sejatuh-jatuhnya. Rasanya manis, semacam molten lava cake pakai topping chocolate frosting bersanding praline caramel ice cream. Surgaaa...
Tapi yang namanya jatuh, tetap saja akan terasa sakit. Apalagi kalau jatuh cintanya dalam banget, sakitnya pasti membekas banget.
Cowok itu namanya Igy, cowok tinggi yang kulitnya kecokelatan karena keseringan main di lapangan. Ketua paski SMA sebelah, belum lagi kalau weekend berubah jadi dancer yang tampil di mal sana-sini. What a cool boy. Dan pada sorot matanya yang seteduh langit malam itulah gue sempat jatuh cinta.
But, setelah adegan nonton film bareng, sender-senderan bahu, chit-chat sampai tengah malam, dan hal-hal romanshit lain; hati gue jadi seremuk biskuit milna di mulut bayi. Hancur. Karena cewek bernama Ninok yang tiba-tiba datang dan langsung menyandang peran sebagai 'Pacar Igy'.
Gue nangis sekenceng-kencengnya, malam-malam setelah itu pun tidur gue nggak pernah nyenyak. Gue nggak mood sekolah, nggak mood latihan dance, nggak mood makan tapi entah kenapa berat badan gue justru nambah.
Setengah mati gue menata hati, sebab hidup gue nggak boleh terus-terusan kayak gini cuma karena patah hati. Gue tetap ketawa-ketiwi sok ceria di tempat latihan, meski di jalan pulang terkadang gue menangis diam-diam. Semua itu karena gue nggak mau terlihat lemah di mata Igy. Kata orang, move on itu bakal berhasil kalau diiringi tekad bulat. And I've prove it. I've moved on.
Dan sekarang gue phobia banget sama suara ambulan yang bunyinya 'ninoook-ninoook-ninoook'. Oh my God, telinga gue kebakaran!
🚑
Now...
"Cho... Cho!"
Cuma ada satu orang yang seenak udelnya ngerubah nama gue dari Jofy jadi Chocho, dan orang itu adalah Justin. Teman sekelas gue yang akhir-akhir ini dekat sama gue. Bikin hati gue yang udah lama hibernasi jadi hidup lagi.
"Cho!"
"Apaan, sih? Nih kalau nyokap gue tau, bisa-bisa lo ditonjok karena ganti nama anak gadisnya sembarangan!"
"Widih, sangar juga nyokap lo mainnya tonjok-tonjokan." Gue berdecak, heran juga kenapa hati gue bisa kepincut sama cowok senyebelin dia. "Kalau pengen senyum ya senyum aja, Cho. Nggak usah di tahan gitu."
See? Cowok ini emang nyebelin.
"Nanti lunch bareng, yuk?"
"Gaya lo lunch segala," gue membalas kecut. Gue emang lebih suka bersikap sok cuek bin judes kalau sama Justin, takut kalau dia sadar ada naga lagi kedip-kedip genit dalam sorot mata gue. Paan sih, Jof.
"Gaya dikit lah buat hari ini, gue bawa mobil." Seketika gue menaikkan alis. Setau gue, Justin kemana-mana naik motor sedangkan mobil yang biasa mangkal di garasi rumahnya cuma abangnya yang boleh pakai.
"Tumben lo bawa mobil?" Justin cuma nyengir. Setengah hati gue pengin nerima ajakan Justin, sedangkan setengah hati gue yang lain pengin menolaknya. Untuk satu sebab; gue belum siap kalau hati gue jatuh cinta semakin dalam ketika gue menghabiskan lebih banyak waktu bareng dia. Tiba-tiba gue teringat jadwal latihan yang bisa dijadiin alasan buat nolak ajakannya. "Gue ada latihan dance sepulang sekolah."
Justin mendengus, bibirnya yang setengah manyun itu terlihat menggemaskan. "Sorean dikit nggak bisa, Cho?" Dia memaksa sambil menarik-narik lengan seragam gue kayak anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faye-rytales
Historia CortaSebuah dongeng cinta gadis-gadis abad 21 Kisah-kisah ini mungkin pernah kau temukan di antara buku harian masa kecilmu-yang tidak pernah kau pergunakan dengan benar, mungkin pernah kau dengar, mungkin pernah kau baca. Kisah-kisah ini mungkin sederha...