Lelaki Masa Kecilku

44 3 0
                                    

Sore ini matahari berwarna oranye, menyepuh kulitku sewarna emas. Tubuhku terayun pelan, bunyi berdecit ayunan besi menggubah sebuah simfoni yang membuatku lupa tentang segala benci. Saat tangan itu menarikku dan punggungku terperangkap dada bidangnya sebuah senyum, benar-benar senyum merobek wajahku.
Aku berbalik dan membenamkan diriku disana, di pelukannya yang selalu membuatku aman. "Mas Ndaru" bisikku manja

Di menepuk-nepuk punggunggu "Apa kabar gadis kecilku?"

Seketika aku mendorong dadany "Aku marah" ku pasang muka galakku "Kemana aja sih, kenapa nggak pernah nemuin aku lagi"

Dia tertawa, dan mencupit hidungku gemas "Jadi beneran kangen ni?"

"Iya aku kangen, kangen banget malah, tapi yang di kangenin nggak perduli" jeda, kerongkonganku tiba2 terasa tersumbat "Mas sudah nggak sayang aku lagi" satu butir air mata menetes

Mas Ndaru segera merengkuhku, meredakan isak yang ahirnya keluar dari mulutku "Maaf" beberapa kali di mengecup puncak kepalaku, menunggu sampai ahirnya aku berhenti menangis.

"Apa kamu baik-baik saja, selama mas nggak ada?" Tanyanya setelah aku berhenti menangis. Saat ini aku duduk di atas ayunan dan mas Ndaru berjongkok di depanku.

"Aku tidak pernah baik lagi, setelah.." Aku tidak melanjutkan kalimatku. Aku tidak mau pertemuanku dengan mas Ndaru hanya tentang air mata. "Apa mas Ndaru baik?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan

Dia mengangguk
Ah mas Ndaruku, dia selalu gagah dengan caranya. Orang bilang kami sangat mirip, kecuali lesung pipi itu. Kenapa justru dia yang memiliki lesung pipi sementara tanpa lesung pipi dia sudah terlihat manis. Harusnya lesung pipi itu jadi milikku karena wajahku yang cenderung kaku, aku butuh sesuatu yang bisa membuat orang tidak selalu menganggapku dingin.

"Bagaimana kuliahmu?" Mas Ndaru mengulurkan tangan untuk menangkap anak rambutku yang tertiup angin, menyelipkannya di belakang telingaku

Aku pura-pura mendengus "Tidak ada yang menarik"

Dia menaikan alisnya "Apa lebih menarik seorang Egar huh?"

Aku melotot ke arahnya. Dia tidak pernah menemuiku dan sekarang dia bertanya tentang seseorang yang bahkan baru sekali aku temui.
"Benar-benar tidak ada yang menarik" jawabku acuh

"Oh tentu saja tidak cukup menarik untuk membuat gadis kecilku mulai berpikir tentang mimpi, cinta, bahagia dan segala hal remeh tentang itu" seolah-olah dia bicara dengan dirinya sendiri, tentu saja itu bohong karena jelas-jelas dia sedang bicara denganku.

Jadi mas Ndaru ingin tahu tentang mas Egar, baik akan ku ceritakan betapa menyebalkan dan cerewetnya mas Egar. "Jadi yang rindu sesi curhat bersama bukan cuma aku?" Aku menyipit tajam, mas ndaru hanya tergelak.
"Dia cuma orang yang mau melakukan penelitian tentang arsitektur disini" aku menatap wajah mas ndaru, dia tampak menyimak apa yang aku sampaikan "Dan yah kemarin harusnya aku bawa dia ke alun-alun gitu, tapi berahir dengan tersesat" mas ndaru masih menunggu ceritaku. Aku menghela nafas "Aku ngelamun, lagian dia sok tau. Nggak coba tanya jalan ke aku"

Mas Ndaru berdecak "Dan bagian menariknya?"

Mataku mulai menggelepar "Dia bicara tentang mimpinya, ah itu salahku" mas Ndaru mencengkeram kedua lenganku memaksaku agar tetap fokus
Dan seperti terhipnotis aku melanjutkan ceritaku "Dia tanya, apa aku punya orang yang aku sayang" jeda panjang. Otakku kembali memilih berkeliaran dengan semua pemikiran ganjil tentang segala hal. Orang yang aku sayang? Apakah aku punya orang yang aku sayang. Orang yang akan membuatku bahagia hanya dengan menghabiskan waktu dengan nya, orang yang akan aku perjuangkan walau mengorbankan diriku sendiri. Orang yang membuatku merasa kehadiranku bukan hal yang sia-sia. Apa aku punya orang yang seperti itu.
Mas Ndaru berbisik lirih "Apa kamu punya orang yang kamu sayang, selain aku?"

Paragraf untuk MengantarmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang