Aku benar-benar tidak lagi bisa menahan rasa muak ini, aku harus pergi atau aku akan menghancurkan semua kamuflase yang dengan susah payah aku bangun. Seorang Sekar yang baik hati dan ramah bukan Sekar yang sudah ingin meledak dan memuntahi laki-laki didepannya dengan semua kata makian karena dengan angkuhnya dia berusaha merobohkan tembok yang dengan susah payah aku bangun. Aku sudah akan bangkit dan pergi saat tangan itu mencegahku.
"Apa kamu mau mendengar sebuah dongeng tentang seorang anak laki-laki yang tidak pernah di inginkan?" Tangannya masih menggenggam tanganku.
Aku terpaku dengan kata-kata yang dengan ajaibnya membuatku tetap duduk diam di kursi menunggu kata selanjutnya diucapkan.
Dia tersenyum, menarik tangannya dari tanganku "Dulu sekali ada seorang anak laki-laki yang tidak pernah diinginkan" dia menarik nafas dalam sebelum melanjutkan dongengnya. "Orang tuanya bercerai saat dia masih sangat kecil, kelas 4 SD dan semenjak saat itu hidupnya berubah"
Aku masih memandangnya dengan seksama mengira-ngira apa maksud dia menceritakan cerita yang tidak penting untukku.
"Setelah orang tuanya bercerai mereka sibuk dengan hidup mereka sendiri, tidak ada salah satu dari mereka yang menginginkan anak laki-laki itu. Untung dia masih punya nenek yang menyayanginya. Ahirnya dia hidup berdua dengan neneknya" dia tersenyum "Hidup mereka tidak mudah karena neneknya hanya seorang janda pensiunan pegawai negri, jadi dari kecil si anak laki-laki sudah terbiasa bekerja untuk membantu mencukupi kehidupan mereka"
Aku masih menunggu dia menyelesaikan ceritanya saat dia tergelak "apa ceritanya begitu menyedihkan sampe kamu pasang muka kaya gitu" aku membulatkan mataku marah
"Ups jangan marah dulu, biar aku selesein ceritanya" dia membuat gerakan tangan menyerah kemudian wajahnya kembali serius
"Sebenarnya dari dulu neneknya ingin tinggal di daerah yang lebih tenang jauh dari keramaian tapi karena saat itu dia harus mengurus cucunya dia ahirnya tetap tinggal di kota karena menurutnya uang lebih mudah dicari di kota, anak lelaki itu tau apa impian neneknya, dan didalam hatinya dia bertekat suatu saat dia akan membangunkan sebuah rumah yang nyaman dan hangat di tempat yang indah jauh dari hiruk pikuk kota yang menyesakkan" Dia menautkan kedua telapak tangannya, sesaat aku bisa melihat buku-buku jarinya memutih "Tapi sayang sebelum mimpi itu terwujud, neneknya harus pergi meninggalkannya"
"Anak laki-laki itu kamu?" Sebuah pertanyaan lolos dari mulutku
Dia hanya tersenyum dan mengangguk
"Kabin kayu dipinggir danau?" Aku kembali bertanya
"Ya" dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi "karena aku sudah menceritakan ceritaku, sepertinya mulai saat ini kita bisa bener-bener bertemankan?"
Seorang Egar yang beberapa menit yang lalu aku membencinya dan saat ini duduk tepat didepanku ternyata juga merasakan hidup yang tidak adil laki-laki yang aku kira hidupnya sempurna ternyata dia tidak punya siapa-siapa tapi apa dia juga sama kesepiannya seperti aku. Apa dia juga memasang topeng bahagia seperti aku atau saat ini dia sedang mempermainkanku dengan cerita tragis yang dikarangnya. Apakah aku bisa mempercayainya?
"Sekar kamu masih disini" aku mengerjap menemukan wajahnya yang penuh dengan senyuman "Pasti sibuk sekali ya di dalam situ?" Dia menunjuk kepalaku
Lagi-lagi berani sekali dia menerka-nerka apa yang ada di dalam otakku, tapi kenapa aku tidak lagi semarah tadi, aku justru sedikit senang, ah aku merasa senang? Tapi kenapa?
"Aku nggak akan memaksa kamu buat nyeritain apa yang kamu rasain atau pikirin, tapi setidaknya jangan berpura-pura lagi di depanku, cobalah pelan-pelan percaya sama aku, bukankan lebih baik dua orang kesepian menjadi teman?" Dia mencondongkan tubuhnya, menggenggam kedua tanganku yang dingin dan kedua matanya menatap mataku dalam. Sedang aku seperti beku hanya bisa membalas tatapannya dengan suara-suara yang berteriak di dalam kepalaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Paragraf untuk Mengantarmu
RomansaSeperti waktu yang perlahan meninggalkan ragaku, dia menghilang. Tidak ada kata yang sempat diucap hanya senyum penuh kegetiran. Jiwa yg menua ahirnya tidak lagi menemukan makna, jika pada ahirnya tawamu terpenjara tanpa rupa. Kekasih hati, kemana d...