PART 3

11 2 0
                                    

Seperti biasanya Mesha dan Salsa nongkrong di perpustakaan, tempat favorit mereka. Tiba-tiba..

"Cha. Liat! Itu kan Rey!" Kata Salsa setengah berbisik pada Mesha.

"Iya. Aku tau. Terus kenapa?" Jawab Mesha polos.

"Kamu nggak inget. Kamu kan ngefans banget sama dia. Dia tambah cakep ya?"

"Udah ah nggak usah dibahas. Aku emang suka sama dia. Tapi nggak mungkin aku jadi pacarnya." Mesha mulai menerawang betapa cintanya pada Rey bertepuk sebelah tangan. Rey adalah ketua OSIS sekaligus saingan Mesha dalam mempertahankan rangking satu parallel. Diam-diam Mesha mulai mengagumi Rey sebelum...."Sekarang aku udah nggak ada nyali buat deket sama Rey. Gara-gara kancil nyebelin yang udah jatuhin reputasiku."

"Mungkin Adam emang jodoh kamu kali." Salsa asal nyeplos.

"Ogah. Lagian aku jadi pacarnya juga karena terpaksa. Oke aku akui dulu di SMP aku suka sama kancil. Tapi itu sebelum dia jadi sok imut kayak sekarang."

Saat mereka berdua sedang asyik berbisik-bisik petugas perpustakaan yang sedari tadi mengamati tingkah mereka kemudian mengingatkan. "Sssst. Ibu-ibu, ini perpustakaan bukan pasar yang enak buat ngrumpi!"

Dua dara itu kemudian tertunduk walau pun di hati ngedumel. Sekedar info yang kurang penting saja, kalau petugas perpustakaan itu sangat menyebalkan, judes dan pelit. Pokoknya bikin siswa yang berkunjung pada ilfeel pantas kalau perpustakaan yang memang sudah mendapat image membosankan dari banyak murid bertambah image jadi tambah meyebalkan.

"Mei. Nanti kamu ke ruangan kepsek buat tanda tangan penerimaan sertifikat ya!" Tanpa Mesha sadari ternyata yang mengajaknya bicara adalah Rey. "Aku udah kesana, tadi aku mau ajak kamu tapi kayaknya kamu lagi sibuk sama Adam. Oya aku buru-buru nih. Duluan ya." Rey langsung pergi begitu saja tanpa peduli bagaimana perasaan Mesha yang remuk mendengar kata-kata Rey yang terakhir. Walau niat Rey cuma bercanda tapi cukup membuat Mesha yakin kalau hati Rey benar-benar tertutup untuknya.

Pulang sekolah sepertii biasa, Adam mengantar Mesha pulang. Adam bagai sudah jadi bodyguard Mesha. Kemana Mesha berada disitu tak jauh Adam bernaung.

"Kenapa kok manyun?" Adam penasaran dengan mimik Mesha yang biasanya ceria jadi berubah mendung.

"Nggak papa." Jawab Mesha ogah-ogahan.

"O.K. Terserah lo." Jawab Adam sambil menyalakan mesin mobil.

"Kenapa sih kamu nggak pernah ngerti perasaan aku?" Tiba-tiba muncul kata-kata dari mulut Mesha.

Adam yang sudah menghidupkan mesin mobil, kemudian mematikan mesin kembali. "Sorry kalo gue nggak bisa ngertiin lo." Mata elang Adam menatap tajam bola mata Mesha.

Mesha lalu salting ."Bukan kamu. Maksud aku orang lain. Orang lain yang aku suka dan gara-gara kamu dia menjauh dari aku. Dan gara-gara kamu juga aku jadi kayak gini" Mesha mengeluarkan semua isi hatinya dan tanpa ia sadai air matanya menetes.

Adam yang melihat Mesha menangis langsung segera membuka pintu mobil dan keluar, entah apa yang akan ia lakukan. Mesha tidak peduli dengan sikap Adam. Yang ia pikirkan hanya beban yang ia pikul saat ini memang harus dikeluarkan dengan menangis.

Sekitar lima belas menit Adam belum juga kembali. Sempat terpikir oleh Mesha untuk pulang sendiri. Tapi kalau ia keluar dalam keadaan mata merah seperti itu pasti akan banyak tanda Tanya. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu Adam.

Tanpa disangka Adam telah kembali dengan membawa satu kotak es krim. "Udah nangisnya? Aku bawain ini." Sambil memberikannya pada Mesha.

"Buat aku?" Tanya Mesha heran.

"Kalo lo punya anjing. Buat anjing lo juga boleh." Jawab Adam santai membuat Mesha tambah manyun.

"Kamu kok tau kalo aku suka banget vanilla and blackberry taste?" karena heran Mesha meredakan tangisnya.

Adam langsung menyalakan mesin. "Biasanya kucing gue kalo lagi ngambek gue kasih es krim itu." Jawab Adam tersenyum puas.

"Kok? Emang aku kucing.. huh."

"Kok ngambek sih. Berarti nggak ada bedanya sama kucing dong." Lalu Adam tersenyum menggoda Mesha yang spontan mencubit pinggang Adam.

It's not LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang