The Truth

78 30 10
                                    

Niall POV

Aku melihat Nata keluar dari panti. Ya aku mengikuti Nata dengan mobilku. Awal niatku adalah mengejar Nata. Tapi aku penasaran dengan anak kecil berambut blonde yang sering digendong oleh Nata. Apa itu anakku? Oh ayolah. Aku mati penasaran.

Aku keluar dari mobil dan menuju panti perlahan. Aku melihat –mungkin Ibu panti akan menutup dan mengunci pintu. Segera aku berlari kearahnya. Ia terlihat kaget saat melihatku. Ia segera ingin menutup pintunya tapi kutahan. Ada apa sebenarnya.

"Maaf. Jika ingin berkunjung dan mengadops-" ia –seperti tidak berani menatapku. Ia selalu menunduk jika mengucapkan sesuatu dari mulutnya. Tapi sebelumnya jika ia mengobrol dengan Nata ia terlihat baik baik saja.

"Tidak. Aku hanya ingin bertanya saja," aku memotong perkataanya. Aku tau tidak sopan. Tapi aku benar benar tidak ingin mengadopsi anak. "bolehkan?" ibu itu masih terus menunduk gugup. Ia pun menganggukan kepalanya. Ada sedikit rasa lega padaku. "siapa anak yang digendong Nata sebelumnya?" tanyaku to the point. Ibu itu akhirnya mendongakkan kepalanya. Akhirnya aku bisa melihatnya.

"Ma-maaf. Tapi ini sudah malam. Kau bisa datang besok." Ia langsung masuk ke dalam dan mengunci pintunya. Aku menghentakan kaki kananku kesal. Susah untuk mendapatkan semua yang ingin aku tahu.

Setelah dari panti, aku pulang ke rumah. Terlalu lelah bersembunyi berjam jam. Memasuki pintu utama rumah, aku mendengar suara tawa perempuan. Aku kenal suara itu. Seseorang yang terus mengejarku. Aku masuk ke dalam rumah dan langsung menaiki tangga untuk memasuki kamar. Tapi perempuan itu memanggilku. Menyebalkan.

"Niall, I miss you so badly," Ia menghampiriku dan memelukku erat. Aku berusaha melepaskan pelukannya. Sungguh menjijikan aku dipeluk olehnya. "kau kenapa sih? Istri mu-" aku menempatkan jari telunjukku di bibirnya. Ia tersenyum. Kenapa ia tersenyum? aku hanya ingin menghentikannya berbicara saja. Bukan untuk apa apa.

"Pertanyaanku adalah, bukankah kau bukan istriku lagi?" aku menyilangkan kedua tanganku.

"Setidaknya aku pernah menjadi istrimu." Ia meniruku dengan menyilangkan kedua tangannya.

"Berarti sekarang bukan," ia melepaskan lipatan kedua tangannya dan menatapku tak percaya. "right?" lanjutku dengan senyuman licik ku. Aku pun melanjutkan perjalanan menuju kamar.

"Niall!" teriak perempuan itu. Aku membalikan badanku malas.

"What Barbara?" aku menekankan setiap kata dalam kalimat ku dan menaik turunkan alis. Barbara. Ya Barbara Palvin. Kami dijodohkan 3 tahun lalu membuat hubunganku dengan Nata hancur berantakan. Semuanya gara-gara perempuan bodoh ini. Aku menceraikannya 1 tahun lalu. Ia ketahuan pura pura mengandung anak ku dengan bantal diperutnya. Jelas-jelas aku dan Barbara berbeda kasur. Bodoh memang. Barbara terdiam setelah mendengar kalimatku. Aku melanjutkan perjalananku lagi.

Sesampai dikamar aku melihat foto polaroid ku bersama Nata 3 tahun lalu dinakas meja. Aku merindukan kami.

Aku dan Nata sempat lepas kendali. Ya aku menghamilinya. Dan disaat aku sudah berjanji akan menikahinya, ayah dan Ibuku menjodohkan aku dengan Barbara. Sebelumnya aku telah menjelaskan semuanya –aku dan Nata. Mereka tetap saja memaksaku untuk menikahi Barbara. Dan mengancam Nata dan anakku tidak akan selamat. Bukankah mereka sangat kejam? Sangat.

Karena benar benar sudah merasa lelah. Aku memutuskan untuk tidur. Sebelumnya aku mengunci pintu kamarku dulu, takut Barbara akan masuk kamar dan bilang yang tidak tidak lagi.

Pagi menjelang, aku teringat kata kata Ibu panti. Kalau hari ini aku boleh kesana lagi. Aku akan kesana saat Nata kuliah.

11.34 am

Aku mengambil kunci mobil dinakas meja kamarku dan berjalan ke garasi mengambil mobil.

Sesampai di panti aku memohon pada Tuhan semoga hari ini aku membuahkan hasil. Pun keluar mobil. Saat sampai halaman depan, aku sudah melihat anak yang kemarin di gendong oleh Nata. Saat aku akan menghampirinya Ibu panti pun ada di hadapanku. Ia sedikit terkejut dengan kehadiranku. Ada apa sebenarnya?

"Pagi. Aku kesini ingin melanjutkan pembicaraan kita tadi malam. Tapi sebelumnya aku Niall. Niall Horan." Aku menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Tapi Ibu itu hanya menunduk dan tidak membalas tanganku. Aku menarik kembali tanganku.

"Claslie." Jawabnya. Mungkin namanya.

"Jadi siapa nama anak yang digendong Nata kemarin?" aku mengulangi pertanyaanku tadi malam.

"Shane Ho-" aku terkejut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Shane Ho-" aku terkejut. Aku yakin nama belakangnya adalah nama belakangku. Horan.

"Shane Horan! Apa benar?" tanyaku antusias dan memohon. Aku mengguncangkan tangannya. "ayolah, jawab pertanyaanku. Apa ia Shane Horan? Anakku?" tanyaku terus memohon.

"Bukan. Ia bernama Shane Houzton," Pupus. Pupus sudah jika Shane anak ku. Aku pun melepaskan genggaman ku dari Claslie. Claslie pun menunduk. "maafkan aku Tuan." Lalu Claslie menuju ke dalam panti. Aku terdiam melihat anak yang bernama Shane. Pun masuk kemabali kedalam mobil.

Torn // n.h [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang