Bab Delapan

2.2K 42 1
                                    

Yerusalem sekarang dihuni oleh kurang lebih lima rarus ribu orang dan terbagi atas kota Yerusalem lama dan kota Yerusalem baru. Di kota Yerusalem lama terdapat delapan pintu gerbang yang terlihat sangat megah dan mempunyai nilai bersejarah tinggi. Tapi salah satu gerbang terbesar dan terindah tentu saja ialah Gerbang Damaskus, di sebelah utara kota Yerusalem lama, karya Sulaiman pada tahun 1542. Ia mendirikannya di atas fundamen gerbang terdahulu, dari zaman Roma. Inilah gerbang yang paling ramai dilewati saat ini. Gerbang Baru, di sebelah utara, dibuka pada tahun 1887 sebagai sarana penghubung antara bagian Kristen dan lembaga-lembaga Katholik di luar tembok kota. Gerbang Jaffa membuka jalan ke arah pelabuhan Jaffa. Gerbang Sion, di sebelah selatan, menghubungkan bagian Armenia dengan Gunung Sion. Gerbang Sampah terletak dekat Tembok Ratapan. Di bawahnya mengalir air buangan menuju Lembah Kidron. Gerbang Emas mengarah ke halaman bait suci dari sebelah timur ada yang menyebut juga dengan Gerbang Belas Kasih. Lalu ada Gerbang Singa, ada di sebelah timur kota Yerusalem lama. Namanya mungkin disebut seperti itu karena mengacu kepada ukiran singa pada temboknya. Tetapi gerbang ini juga mempunyai nama lain yaitu Gerbang Rasul Stefanus yang dibunuh di dekatnya. Gerbang terakhir, di sebelah utara, bernama Gerbang Herodes, karena secara salah dikaitkan dengan Istana Herodes Agung atau Gerbang Bunga.

Dan saat ini mereka berada di Gerbang Damaskus, tepatnya di pintu gerbang tersebut. Di sisi kanan dan kiri mereka banyak sekali stand berpayung yang menyajikan makanan-makanan kecil serta minuman yang dijajakan di sana.

 Suasana hilir mudik para wisatawan atau pun penduduk lokal terasa sekali pada gerbang tersebut yang masih terasa asli sekali tanpa sentuhan cat apa pun. Tinggi pintu gerbang itu sebesar tiga sampai empat kali ukuran pria dewasa. Banyak sekali bentuk candi-candi kecil berada di atas bangunan tersebut. Tepat di atas pintu gerbang tersebut terdapat sebuah lubang kecil di mana dulu digunakan oleh penjaga gerbang untuk melihat situasi luar gerbang.

“Ini adalah gerbang Damakus,” kata Ruben menjelaskan, “salah satu tempat tujuan wisata di daerah sini.”

“Untuk apa kita ke sini?” tanya Nami sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan buku tipis yang Mikha bawa, “bukannya kita mau ke musium?”

“Kita memang akan ke sana, tidak terlalu jauh dari sini. Tapi aku ingin memperkenalkan kalian dengan salah satu temanku.”

“Temanmu? Siapa dia?”

“Fransisca.”

“Dan dia adalah?”

“Begitu kalian mengatakan bahwa kalian ingin mengetahui tentang pengkanonan alkitab, tiba-tiba saja aku teringat akan dia. Dia adalah mahasiswa Universitas Yerusalem yang juga mengambil bahan yang sama. Aku rasa melalui dia kak Mikha akan mendapatkan banyak informasi. Bagaimana?”

Raut wajah Mikha dan Nami tiba-tiba berubah. Mereka kaget dengan pernyataan itu. Mereka tidak tahu harus bagaimana sekarang. Kalau mereka tidak memberi tahu Ruben soal tujuan mereka sebenarnya, lama kelamaan pun akan Ruben mengetahuinya sendiri karena secara tidak langsung Ruben akan mengetahui semua fakta tidak mengarah pada pengkanonan alkitab seperti yang mereka katakan pertama kali.

Mikha dan Nami saling berpandangan, Ruben menjadi aneh dengan sikap kedua orang di hadapannya itu.

“Kenapa kak?”

Mikha mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk dikatakan pada Ruben. Ia menggeleng-gelengkan kepala dan menghela nafasnya.

“Baiklah. Ada yang harus aku jelaskan sebelumnya.”

“Apa maksudnya?”

“Tapi sebelumnya, bisakah kita bicara di tempat yang tidak telalu ramai?”

“Tentu. Tapi kenapa?”

“Apa yang akan aku bicarakan ini adalah sesuatu yang penting dan aku tidak ingin ada orang yang tahu.”

untitled...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang