Bagian Dua

24 2 0
                                    

Mama dan yang lainnya terus menggangguku dengan berbagai cara. Dan aku sebenarnya sedikit kasihan dengan Bontang. Sebenarnya tidak juga, karna yang ia lakukan adalah tersenyum malu dan menunduk menatap ponselnya dengan keadaan masih tersenyum. Dan aku berusaha mengelak, membantah, berjuang sendiri demi menjaga harga diriku. Apalah bahasaku.

"Dek, sama Ayu aja, ya?" goda Bibiku seraya menatap Bontang yang masih menunduk malu.

Ketika Bontang mendongak, masih dengan senyum menghiasi wajahnya, Bibiku langsung mengedip genit padanya. Dan Bontang tersenyum malu dan menunduk kembali. Aku menelan ludahku susah payah. Tuhan, jauhkan hamba dari hal-hal negatif di sekitar hamba.

Tut Dewi tertawa seraya menepuk pahaku. Dia memang kurang ajar!

Aku beranjak menuju Mini Market. Aku tidak tahan jika di sana, sungguh!

Tiga puluh menit kemudian, ia pergi dengan temannya itu. Dan aku keluar dan duduk di tempatku semula. Tut Dewi berbisik padaku.

"Tadi aku ngomong sama dia, tahu!"

Jujur saja, aku sedikit penasaran. Rasa penasaranku memang selalu tinggi. "Ngomong apa?"

Tut Dewi tersenyum simpul lalu mulai mendekat ke arahku. "Tadi, kan dia mau bayar, terus aku suruh dia duduk dulu di sampingku. Liat, kan, di CCTV?" Aku mengangguk. "Nah terus, aku tanya, besok maturan? Dia jawab iya. Terus aku bilang kalau besok dia harus dateng pagi, soalnya kan Kak Ayu bakalan tampil cantik, dan dia cuma senyum-senyum malu. Aku tanya lagi, menurutmu Ayu cantik apa, ngga? Terus dia cuma senyum-senyum sambil nunduk. Terus aku tanya lagi, suka ngga sama Ayu? Dia jawab gini, "kalau jodoh, ya, gitu."."

Aku tertawa dan entah kenapa aku merasa senang. Ada rasa yang nyelekit di hatiku saat ia berkata seperti itu. Jawaban macam apa itu? Kalau jodoh ya gitu.

"Kak Ayu suka, kan, sama Kak Dek Bontang?" (Mbok Ayu demen kan jak Bli Dek Bontang?)

Aku menghentikan tawaku, menatapnya dengan tatapan bingung. Sulit dipercaya, anak berumur dua belas tahun macam Tut Dewi ini memang berbahaya. Jujur saja, selama ini aku hanya berteman dengannya. Mungkin sejak aku kehilangan Tut Ayu, yaitu Bibi Tiriku alias Adik Tiri Bapakku selain Bi Sari. Tut Ayu meninggal setelah kecelakaan yang dialaminya pada tahun 2009. Saat itu kami masih kelas 4 SD. Kami bagaikan tak terpisahkan. Namun kecelakaan itu, benar-benar sulit kuterima.

Dan sialnya lagi, mobil Feroza yang menabraknya adalah dulunya mobil bapaknya atau mobil kakekku. Kakekku menjual mobilnya pada temannya. Temannya itu akan menghadiahkan mobil itu pada anak SMA-nya. Singkat cerita, saat Tut Ayu menyebrang, mobil itu telah oleng, dan menabrak Tut Ayu yang sebenarnya sudah ada di tepi jalan. Dia terpental jauh dan kepalanya mengenai bebatuan.

Walau bukan adik kandung, bapakku tetap menangis tersedu-sedu. Ingat, kami tumbuh bersama, tentu saja bapakku akan selalu melihat kami berdua bermain bersama ketika aku sedang di Karangasem. Saat itulah Tut Dewi datang dan selalu setia bersamaku, walau umurnya empat tahun lebih muda dariku.

Sedikit informasi, kakekku menikah empat kali. Isteri pertamanya itu nenekku. Nenekku memiliki tiga anak, yaitu bapakku, Paman Wit dan Bibi Rum. Itu artinya, dalam sejarah keluarga kami, bapakku merupakan keturunan pertama dari isteri pertama kakekku. Kompyangku adalah Kompyang Sugania (itulah mengapa adikku nama belakangnya Sugania.) Isteri keduanya memiliki seorang anak yang bernama Sari, Bibi Sari, iya yang bekerja padaku. Tapi Isteri keduanya telah diceraikan oleh kakekku. Yang ketiga adalah Nenek Putu, dia memiliki dua anak. Yang keempat adalah Nenek Asih, dia memiliki tiga anak, yaitu Om De Arya, Om Pari, dan Tut Ayu. See? Tut Ayu adalah anak bungsu keluarga kakekku yang meninggal lebih dulu.

Cukup mengenai silsilah keluarga, aku akan kembali menerangkan tentang percakapan Tut Dewi denganku. "Aku? Suka Dek Bontang? Hah," aku meragukannya, tapi helaan nafasku tidak terdengar membantah gagasan itu. "Aku jadi ingin tahu nama aslinya Tempe." lanjutku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Needs Time Now Or NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang