Chapter Satu

122 8 5
                                    

1. Kebodohan

Gracia Laura Hidden, gadis cantik yang memiliki kepribadian buruk. Sudah berulang kali Ia dikeluarkan dari sekolanya. Karna perilakunya yang betul-betul buruk, wajahnya yang sempurna bak seorang dewi bulan sangat menipu.

"Gracia! Sudah berapa kali kamu bapak pergoki merokok?" Tanya pak Yuswahdi--kepala sekolah SMA Tunas Bangsa-- setengah membentak.

Gracia tidak menggubris pertanyaan pak Yuswahdi. Gracia meneruskan kegiatannya menghisap benda panjang yang berisi tembakau itu. Pak Yuswahdi terlihat geram, direbutnya rokok itu dari jemari Gracia lalu dibuang sembarang.

"Bapak udah gak bisa berbaik hati lagi sama kamu! Kamu panggil orang tua kamu sekarang juga, bapak udah capek sama sikap kamu!" Gracia masih tak menggubris ucapan gurunya tersebut

Gracia memandang pundak pak Yuswahdi yang semakin menjauh dari tubuhnya. Gracia mendengus kesal lalu diambilnya lagi rokok dari saku roknya lalu dihisap kembali.

Gadis yang dulu ceria sudah menghilang dari dirinya, karena kejadian itu, semua kebahagiaannya terenggut. Gracia bangkit berjalan menuju gudang belakang dengan rokok yang masih menggantung dijemarinya.

Sesampainya, dia mengangkat sebelah kakinya, ditopang disalah satu kakinya lalu kembali menghisap rokok tersebut dengan nikmat dan tenang. Dihempaskannya asap rokoknya diudara. Kini putung rokoknya sudah setengah jala.

Gracia mengedarkan indra penglihatannya melihat berbagai benda yang dipenuhi debu. Disisi kirinya terdapat beberapa bangku dan meja sekolah yang tak terpakai, lalu disisi kanannya terdapat beberapa lukisan bunga yang sudah mulai usang. Matanya terpaku pada sebuah lukisan bunga lily yang diberi berbagai warna, bahkan warnanya sudah luntur dari tempatnya, membuat lukisan itu terlihat tak berbentuk. Gracia tersenyum melihat itu, pikirannya berkelana jauh pada saat kejadian itu. kejadian dimana saat dia dan teman-temannya membuat lukisan tersebut, tanpa beban dan penuh rasa senang. Ia bangkit menuju lukisan itu berada.

Gracia melihat tulisan yang tertera tepat dibawah samping kanan tersebut, telah terlampirkan namanya kemudian dia menyeringai sembari tertawa mendengus.

"Palsu! Semuanya penuh kebohongan! HAHA!"

Gracia menghisap rokoknya kembali sampai habis lalu membuangnya sembarang tempat. Gracia melangkah menuju kursi yang tadi Ia duduki. Dihempaskanlah tubuhnya dikursi itu.

Gracia menenggelamkn wajahnya diantara kedua lututnya yang ditekuk, tangannya pun ikut melingkari kakinya. Tak berapa lama, ponselnya berdering. Gracia mendengus kesal disaat melihat nama yang tertera dilayar ponselnya itu.

"Halo" katanya malas

'Halo Grac? Kamu dimana?'

"Kenapa emangnya? Inget saya huh?"

'Udah makan kamu sayang?'

"Cih! Nyampah! Gak usah sok perduli sama saya! Oh ya, anda dipanggil ke sekolah. Jangan lupa dateng"

KLIK!

Gracia memutuskan saluran telfonnya. Ditenggelamkannya lagi wajahnya. Pikirannya terus memandang jauh kebelakang. Sampai Ia tak menyadari bahwa air matanya sudah membasahi kedua pipinya.

"Astaga! Mbak Gracia, dipanggil bapak Yuswahdi," Gracia menoleh dan mendapati bapak petugas kebersihan sekolah berdiri menghadapnya. Gracia langsung menepis air matanya yang telah menempel pada pipi mulusnya. Untung saja penerangan disini cukup temaram, sedikit menutupi wajahnya yang lembab akan air mata.

"Ada apaan mang Ucup?" Jawabnya malas.

"Em.. anu mbak... ada ibunya mbak" jawab mang Ucup sedikit tergagap

FrangipaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang