4. Meet Him
"Mamah mau bicara sama kamu, Gracia. Tolong duduk sebentar," ucap Emily sembari menatap tajam kearah Gracia yang kini menjadi putri semata wayangnya itu. Gracia menoleh dengan malas, "harus ya?" tanyanya.
Emily mendengus kesal. Sungguh ia sudah sangat lelah menghadapi sikap Gracia yang sudah kelewat brandal. "Sebentar saja," lirih Emily dan berhasil membuat Gracia mau terduduk di kursi yang berada di hadapannya.
"Mamah tau kamu masih belum bisa terima kalau Maura udah gak ada, tapi mamah mohon, jangan kamu ngeberontak kaya gin—"
"—bisa omongin yang lain?" potong Gracia sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Emily yang merasa tertegun menghela napasnya, "mamah malu sama kelakuan kamu terakhir di asrama. Kenapa kamu bisa-bisanya mukul guru kamu sendiri?"
Alis Gracia terangkat satu, "oh malu? Kenapa musti malu? Anda 'kan pakai baju dan celana." Celetuk Gracia asal sembari menatap kuku-kuku tangannya yang ia cat dengan warna hitam.
"Lusa kamu mulai sekolah lagi di sekolah milik tante Erika. Gak ada bantahan dan gak ada lagi yang namanya buat masalah. Kalau kamu buat masalah lagi, mamah dan papah akan kirim kamu ke Sumba untuk tinggal di sana sama nenek kamu." Final Emily kemudian ia berlalu meninggalkan Gracia yang masih ternganga akan keputusannya itu.
"Sial." Umpat Gracia.
Gracia menatap sekitarnya dengan emosi yang baru saja mencuak. Dengan sekali hentakan, ia bangkit dan melengos pergi keluar rumah. Entahlah, pikirannya sedang kalut mala mini. Jadi ia memilih untuk bersenang-senang di kelab malam.
Dentuman musik yang sangat keras mulai memekakkan telinga Gracia begitu ia menginjakkan kakinya di tempat yang sangat kotor ini. Gracia lebih memilih untuk terduduk sebentar di bartender sembari menatap dance floor di hadapannya. Banyak pasangan remaja yang melakukan hal-hal yang menjijikan di sekitar Gracia, membuat bulu kuduk Gracia berdiri karena jijik melihatnya.
Tangan Gracia merogoh saku jaket kulit yang ia pakai untuk mengambil 'teman' sejatinya. Kepulan asap mulai keluar dari dalam bibir ranumnya. Ia benar-benar merasa bosan akan hidupnya. Sebenarnya ini kedua kalinya ia pergi ke kelab malam seperti ini, dan sebenarnya masih ada rasa trauma yang menjalar di tubuhnya begitu ia mendengar nama kelab malam di telinganya.
Tujuan ia kesini bukanlah untuk bersenang-senang. Melainkan ia berharap kalau tiba-tiba sosok yang sangat amat ia rindukan tiba di pelupuk matanya bersama senyuman dan tawanya yang sudah hampir empat tahun menghilang.
Gracia menghela napasnya berat lalu mematikkan putung rokok yang sedari tadi ia hisap hingga setengah jalar.
"Vodka satu ya mas."
**
Bukan Gracia namanya kalau ia tidak bertindak heboh ke tempat yang baru ia datangi. Hari ini ia memulai aktifitasnya kembali sebagai pelajar. Kali ini ia datang ke sekolah barunya membawa motor ninja berwarna putih dan itu sukses membuat siapapun yang melihatnya ternganga.
"Gils banget! Cewek-cewek bawanya motor ninja!"
"Eh, itu anak baru ya?"
Itulah seruan yang Gracia dapati pagi ini. Gracia menoleh sebentar kearah segerombol cewek yang sedang berbisik menatapnya lalu ia kembali melengos. Rambutnya hari ini ia biarkan terikat satu dan seperti biasa lengan seragam sekolahnya ia lipat. Ia benar-benar sangat malas untuk bersekolah lagi. Kalau saja Emily tidak mengancamnya, mungkin Gracia tidak akan sudi untuk datang ke tempat ini.
Gracia berjalan memasuki gedung sekolah barunya dengan tatapan-tatapan mengintimidasi dari siswa dan siswi yang berlalu lalang. Tapi, Gracia tidak akan sudi membuang-buang waktunya hanya untuk menghadapi orang-orang yang menatapnya seperti itu.
"Hai, Gracia 'kan?" sapa seorang perempuan begitu ia memasuki salah satu kelas yang menjadi kelas barunya. Gracia tidak menjawabnya. Ia hanya menatap perempuan itu sekilas lalu kembali melangkahkan kakinya untuk mencari tempat duduk yang kosong. "Gue Shanin. Duduk di samping gue mau?" perempuan itu belum juga menyerah.
Gracia menghentikkan langkahnya lalu menoleh kearah perempuan yang menyebutkan dirinya sebagai Shanin. "Boleh." Ucap Gracia masih datar.
Shanin tersenyum. "Yuk!" katanya sembari menarik tangan Gracia untuk menghampiri meja miliknya. "Nih. Terserah lo, kalau lo mau duduk di pojok juga gak pa-pa. Biar gue yang duduk di pinggir." Katanya lagi.
Gracia tidak menjawab dengan kata-kata. Ia menjawab dengan gerak tubuhnya yang langsung menduduki bangku yang berada di pojok. "Gue di sini ya." Kata Gracia dengan suaranya yang sangat lembut.
Gracia mulai memasangkan earphone pada kedua telinganya dan mengabaikan suasana kelas barunya. Ia bersenandung mengikuti irama musik yang terputar lewat ipod miliknya. Matanya pun ikut terpejam menghayati irama musik yang menenangkan.
"Kemarin bu Erika datang ke kelas ini dan ngasih tau kalau keponakannya mau sekolah di sini."
Gracia membuka matanya dan mengecilkan volume suara musik. Ia pendengar yang baik lho omong-omong! "Dan katanya, nama keponakannya itu Gracia. Dia cantik, pintar, orangnya baik," Gracia yang mendengar penjelasan dari Shanin terkekeh dalam hati. "Itu bohong." Ralat Gracia.
Shanin mengernyit. "Bohong? Gak deh menurut gue." Bantahnya.
Gracia menghela napasnya lalu melepaskan earphone yang ia pakai. "Gue mau ke kantin. Kalau ada yang nanya bilang aja gue ke toilet." Katanya kemudian berlalu.
**
Matanya menatap malas kearah kantin yang masih ramai oleh beberapa gerombolan laki-laki yang sedang asyik bercanda ria. Mau tidak mau Gracia harus melangkahkan kakinya ke dalam kantin demi memberi makan para cacing-cacing di perutnya yang mulai demo.
"Oi, oi! Ada cewek oi!" seru salah satu dari gerombolan laki-laki itu begitu Gracia melewati meja mereka. "Cantik bro!" sahut laki-laki yang beralis tebal.
Gracia mendengus. "Bu, jus jeruk sama mie rebus ya satu." Pesannya kemudian ia terduduk dibangku yang tak jauh dari gerombolan laki-laki itu.
"Hai, cantik! Anak baru ya?" sapa seorang laki-laki sembari terduduk di hadapan Gracia. Sepertinya itu laki-laki yang berasal dari gerombolan tadi. "Gue Aaron. A-nya ada dua ya!" sambungnya lagi memperkenalkan diri.
Gracia yang malas meladeninya hanya memberinya senyuman samar lalu mendatarkan kembali raut wajahnya. "Nama lo siapa?" tanyanya. "Ger.. Gera.. Ci... oh! Gracia!" sambungnya sembari berseru seusai membaca name tag yang terpampang jelas di atas saku seragam sekolah Gracia.
"Lagi pesen apa?"
Gracia benar-benar bosan sekarang. Ketenangannya pagi ini mulai direbut oleh laki-laki usil macam Aaron ini. "Maaf ya, gue lagi males ladenin orang asing." Ujar Gracia.
"Wuihh bro! suaranya lembut banget!" seru Aaron yang sepertinya mengarah kepada empat temannya yang lain. "Wah, mau denger juga dong bro!" sahut salah satu temannya yang langsung diberi pelototan tajam dari Aaron.
"Oke. Selamat makan cantik." Ucap Aaron lalu ia kembali bergabung dengan keempat temannya. Meninggalkan Gracia yang merasa kalau ketenangannya sudah terusik.
Gracia menghela napasnya kasar lalu ia bangkit dan melengos keluar dari dalam kantin tanpa menghiraukan panggilan dari ibu kantin yang tadi ia pesan makanan dan minuman. Ia berjalan dengan pandangan yang tidak menghadap kearah depan. Dan karena pandangannya yang tidak menghadap ke depan itu, ia menabrak seseorang.
"Aw!" pekik Gracia bersamaan dengan suara bariton. Sepertinya ia menabrak seorang laki-laki. Dengan kesal Gracia mengadahkan wajahnya karena laki-laki yang ia tabrak cukup tinggi, "kalau jalan yang bener dong!" omel Gracia.
Laki-laki itu mengangkat alisnya sebelah. "Hm." Katanya kemudian ia berlalu meninggalkan Gracia yang masih memegangi keningnya yang tadi terbentur dengan dada bidang laki-laki itu.
Sialan! Umpat Gracia dalam hati.
•••
To be continue.
Btw yang di mulmed itu Aaron Kamalleon Viyrgoun. Kalau mau tau siapa yang ditabrak sama Gracia, liat di next chapter ya hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frangipani
FanfictionSelain membuat onar dan membuat seluruh makhluk hidup mabuk kepalang dibuatnya, kesukaan Gracia yaitu menyendiri di dalam rumah pohon miliknya. Dan, selain rokok dan minuman-minuman keras, kelemahan Gracia adalah... Lucky. x SLOW UPDATE x Copyright...