Card

2.3K 155 7
                                    

Tengah malam Jimin menatap benda berbentuk balok di kamarnya tersebut, sebuah pemutar kaset lama yang diberikan kekasihnya. Jimin merembahkan dirinya di kasur sebelum menekan tombol bertuliskan play,

'Ah-sudah terekam?' suara lelaki dari kaset itu terdengar, Jimin mendelik ke arah kaset tersebut, ia tak akan pernah lupa suara pemuda yang membuatnya terperangkap dalam jebakannya yang begitu berduri. Berduri tajam dan menusuknya karna telah memberikan kenyataan mengejutkan kepadanya.

"Dasar tidak tahu diri!"

Ia masih mengingat jelas bagaimana pemuda bernama Jungkook itu menarik kerahnya saat pulang sekolah, Jimin yang tak terima langsung menepis tangan Jungkook, melihat ke arah pemuda bernama Jungkook itu bingung, Jungkook melihatnya dengan tatapan penuh kemarahan, dan berteriak dengan kata kasar penuh emosi. Jimin mengerinyitkan dahinya, agak bingung dengan tingkah bintang sekolah satu ini.
"Kau itu selingkuhan Suga kan?!"

Ia memegang pipinya yang lebam, baku hantam saja tidak dapat dihindari, dan keduanya sama sama mengumpat satu sama lain, hanya untuk mencari kebenaran dengan kekerasan yang justru semakin membingungkan mereka.

-----

Jimin menatap pantulan dirinya di cermin lemari, rambutnya berantakan, matanya bengkak karna tak berhenti menangis, ia merasa seperti orang bodoh.

Jimin melirik ke arah tangannya, lagi-lagi luka-luka bekas sayatan di tangannya terbuka kembali, ditambah dengan luka-luka baru. Ia tertawa renyah sambil sesekali tersenyum tipis melihat ke arah darah yang mengalir dari luka barunya, ia berpikir sudah berapa kali melakukan hal tak berguna seperti ini. Mungkin ia sakit jiwa, karna merasa tenang walaupun tak bisa membohongi rasa perih dan juga sakit yang menjalar disekitar tubuhnya,

' terimakasih untuk setia padaku'

Ia mengusap pipinya, merasakan dinginnya liquid yang membasahi pipinya, biasanya—tangan kecil hangat itu akan selalu menyubiti pipinya, berusaha menghibur dirinya, sesekali diiringi dengan suara lembut untuk menenangkan dirinya. Namun itu semua tidak berguna lagi, justru semua itu akan semakin menyakitinya.
'aku mau mengatakan sesuatu padamu.'

Lidahnya kelu mengingat suara yang tak henti-hentinya terputar dalam memorinya,

'Hyung sayang kamu,'

Nafasnya tercekat mendengar kalimat lirih tersebut, ia mengigit bibirnya sedih, otaknya seakan berbicara bahwa hyungnya itu berbohong,

'hyung mencintaimu'

   ia menutup matanya, menjambak rambutnya sendiri, sebelum tangisannya meledak saat itu juga. Dalam hatinya ia mengutuk dirinya sendiri—  

  'Jangan tinggalkan hyung nde?'  

Ia menutup mata perlahan, mengetahui kalimat datar yang tak tersirat apapun dari suara itu. Jimin mengerti, semuanya telah berakhir, kisahnya sudah berakhir disini. 

"Bukankah Hyung tau aku mencintai hyung—

'Hyung akan selalu ada bersama Jimin,'

Jimin tertawa miris, ia menutup matanya, berusaha untuk menghilangkan semua kenyataan yang menyedihkan. Ia membuka matanya, melihat ke arah sebuah foto Suga yang tersenyum saat hari ulang tahun Suga, ia memegang kue ulang tahunnya, disampingnya, Jimin tersenyum ceria sambil memegang bahu Suga.

"Kenapa aku masih menyayangimu hyung...padahal aku tau bahwa aku pelampiasanmu." Lirih Jimin sambil melihat ke arah foto yang terbingkai itu.

----------------------


House of cardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang