Part 6

1.5K 57 0
                                    

Cetakan hasil foto tadi sudah ada di tanganku. Terdapat empat kali gaya yang berbeda pada selembar foto yang kini sedang kulihat. Terlihat gaya pertamaku dan Nathan sedang berlipat tangan dengan mata sinis yang saling melirik satu sama lain. Selanjutnya dengan gaya Nathan yang memegang atas kepalaku dan aku memegang kedua pipi Nathan dengan satu tangan. Ketiga, aku dan Nathan memasang wajah konyol. Lalu yang terakhir aku menggandeng lengan Nathan dengan kepalaku yang kusandarkan di pundaknya.

Aku dan Nathan tiba didepan rumahku tepat jam sembilan malam dengan masih menggunakan seragam sekolah, Nathan langsung meminta izin pulang karena sudah malam dan besok masih harus sekolah pagi. Saat baru saja menutup pintu kamar, terdengar lagu Focus-nya Ariana Grande dari handphone-ku, ternyata Arini yang meneleponku.

"Kenapa, Rin?" tanyaku pada Arini.

"Nin, tapi lo janji ya gak bakal sedih ataupun nangis?" pertanyaan Arini membuatku takut dan gugup.

"Iya iya, emangnya kenapa sih?"

"Gue tadi lagi di ngeliat Josh sama adek kelas yang namanya Freya. Josh bilang ke Freya kalo lo sama dia udah putus dari lama dan kata Josh dia udah gak ada rasa apa-apa lagi sama lo, Nin," ucap Arini sambil dengan nada sedih.

"Hah? Demi apa dia bilang kayak gitu?" kataku sambil tidak bisa menahan air mataku.

"Iya, Nin. Udah deh mending cowok kayak gitu lo putusin aja daripada lo dimainin terus. Semua orang tau kalo Josh tuh gak pernah ngehargain perasaan orang lain," ujar Arini menasihatiku agar tidak terus memikirkan Josh.

Mendengar itu, aku langsung menutup telepon dari Arini. Walaupun aku dan Josh sering bertengkar karena hal kecil, tapi aku dan Josh sudah delapan bulan berpacaran, padahal Josh sudah berkali-kali ketahuan selingkuh dariku. Namun, aku tetap saja memaafkan kesalahannya itu.

Pagi saat aku baru saja tiba di sekolah dan masuk ke dalam kelas, terdapat kotak makan kecil yang berisi roti sandwich dan dengan secarik kertas bertuliskan 'Jangan sedih dong, nanti mukanya jelek loh!' melihat kotak makan ini ada perasaan senang dan kesal. Tidak ada nama pengirimnya, membuatku penasaran pagi ini.

Pelajaran olahraga membuatku mager untuk ganti baju dan turun ke lapangan. Arini dan Rista sudah pergi ke ruang ganti meninggalkanku yang sedari tadi memperhatikan tempat makan dan roti sandwichnya. Saat sedang duduk sendiri di kelas, Nathan datang setelah ganti baju dan menghampiriku.

"Serius banget ngeliatin makanan. Nanti makanannya malu deh diliatin sama cewek cantik," goda Nathan sambil duduk disebelahku.

"Dih, tumben bilang gue cantik, hahaha. Lagian ini ada orang pagi-pagi udah bikin penasaran aja ngirimin gue makanan buat sarapan, udah gitu tau aja lagi kalo gue lagi sedih," cerocosku sambil memakan roti sandwich misterius itu.

"Iyalah pasti gue tau kalo sahabat gue yang paling cerewet ini lagi sedih, biar gak sedih gue kasih sarapan aja," ujar Nathan sambil nyengir andalannya itu.

"Hahaha, bisaaaa aja. Udah ah gue mau ganti baju," ucapku sambil berlalu dan meninggalkan kelas.

Terbesit dipikiranku saat sedang berjalan menuju ruang ganti akan perkataan Nathan tadi yang menyebutku sahabatnya. Namun, aku langsung berpikir bahwa memang selama enam bulan berlalu ini aku hanyalah sahabatnya, tidak boleh ada perasaan lebih.

Jam istirahat baru saja terdengar menandakan berakhirnya pelajaran olahraga hari ini. Aku lihat Josh bersama dengan teman-temannya sedang bermain basket di lapangan indor. Aku yang sedang berjalan bersama Arini langsung menghampiri Josh dan membuat permainan basket berhenti sesaat.

"Josh, gue mau ngomong sama lo," ucapanku membuat Josh langsung minggir ke pinggir lapangan.

"Tumben nyamperin. Ada apa?" tanyanya santai.

"Yaiyalah nyamperin. Itu karena kemaren gue ngeliat lo lagi sama Freya kan jalan berdua?" tanya Arini dengan nada yang sinis.

"Gue gak pernah jalan sama siapa-siapa elah!" alasan Josh membuatku ingin menamparnya.

Benar saja, aku menampar pipinya sambil menangis.

"Gue udah tau semuanya! Lo sering bikin gue sakit hati dengan lo yang player, tapi gue selalu bisa maafin lo berapapun lo ngelakuin kesalahan itu! Gue udah gak bisa lagi terus-terusan maafin semua kesalahan lo yang terus berulang, gue mau sekarang lo sama gue kayak dulu lagi, waktu dimana kita gakenal satu sama lain dan gak ada hubungan apa-apa lagi. Makasih buat lapan bulannya," aku berlalu sambil menangis meninggalkan Josh dan teman-temannya. Lalu Arini menyusul.

Seharian aku tidak bisa konsentrasi dengan pelajaran di sekolah. Mood-ku sudah dirusak oleh Josh. Untung saja Arini dan Nathan tidak pernah bosan untuk menghiburku disegala situasi. Lagu purpose-nya Justin Bieber terdengar nyaring di kamarku. Melepas kesedihan hari ini, aku lebih memilih pulang lebih awal dan mendengarkan lagu di radio. Saat asyik mendengarkan celotehan dari penyiar, terdengar nama yang tak asing keluar dari mulut penyiar.

"Sore semuanya! Udah saatnya nih kita bakal adain request lagu dari kalian pendengar setia. Saat ini kita bakalan nerima telepon nih! Hai, selamat sore! Dengan siapa ini?" ujar penyiar radio.

"Sore! Saya Nathan," suara yang tidak asing bagiku. Ya, itu pasti Nathan Wijaya.

"Oke! Nathan mau lagu apa nih?" tanya penyiar itu lagi.

"Karena temen saya lagi sedih, saya mau lagu Like I'm Gonna Lose You dari Meghan Trainor sama John Legend, deh," suara Nathan membuatku ingin segera meneleponnya dan memarahinya.

"Wah, temennya kalo boleh tau namanya siapa nih?" tanya penyiar dengan semangat.

"Hehehe, yang lagi galau itu namanya Flora Annindy, kak!" Nathan memang menyebalkan.

"Oke kita puterin spesial buat Flora dari Nathan nih!"

Lagu pun diputar menemani sore hari ini. Aku langsung bergegas menelepon Nathan yang mengejutkanku sekaligus meredam badmood-ku hari ini. Telepon tersambung.

"Hai!" sapa Nathan.

"Lo ngapain request lagu pake bawa-bawa nama gue?" tanyaku sebal.

"Hahaha. Ternyata bener kan, kalo lagi galau lo dengerin radio. Ya gak apa apa kali kan biar lo gak sedih lagi. Lagian cowok di dunia ini masih banyak kali," ujar Nathan menasehatiku.

"Iya, gue juga sekarang udah gak bete banget kok kayak tadi di sekolah," jawabku asal.

"Yaudah, kan sekarang udah jam setengah satu. Tidur gih, kan besok masih sekolah."

"Okay, bye Nathan."

"Bye Nindy."

Cinta dan NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang