Part 9

2.5K 82 12
                                    

Aku tidak bisa melanjutkan surprise-ku untuk Nathan. Kini aku berjalan lesu ke arah perpustakaan. Ya, perpustakaan adalah tempatku berteduh saat aku bersedih dan menangis. Sambil membawa kue kecil dan dihiasi lilin ulang tahun aku duduk di depan komputer perpus. Arini hanya bisa terdiam, memaklumi aku yang sedang sedih. Seperti biasa, aku membaca novel kesayanganku sambil mendengarkan musik dengan headset. Sedangkan Arini meninggalkanku sendiri, karena dia tahu bagaimana cara mengatasi kesedihanku. Membiarkan aku menyendiri sejenak.

Tak terasa sudah pukul empat sore, aku masih saja betah berdiam diri di perpustakaan. Arini yang sedari tadi diluar, menghampiriku dengan hati-hati.

"Belum mau pulang, Nin?" tanya Arini.

"Kalau lo mau pulang, duluan aja, kayaknya gue masih lama deh, Rin," jawabku sambil tersenyum getir.

"Oh gitu ya, yaudah gue duluan ya, Nin. Cepet pulang lho!" ujar Arini sambil meninggalkan perpustakaan.

Aku hanya mengangguk. Arini lenyap dengan tertutupnya pintu perpus. Aku melanjutkan asyiknya membaca novelku hingga tak terasa, waktu sudah hampir setengah enam sore. Karena tidak ingin sampai rumah terlalu malam, aku pun bersiap untuk pulang.

Dengan headset yang masih menempel pada kedua telingaku, aku menunggu bis sekolah datang. Saat sedang menunggu, tiba-tiba saja hujan turun dengan tidak terlalu lebat namun membuatku basah. Sambil membawa kue ulang tahun Nathan, aku langsung menuju teras sekolah untuk berteduh.

"Duh, kuenya jadi sedikit basah," keluhku.

"Emang itu kue buat siapa, sih?" tanya seseorang yang menyahut datang disebelahku, itu adalah Nathan.

"Kok lo masih disini?" tanyaku heran sambil menyembunyikan kue itu ke belakang.

"Lagi mau pulang sore aja. Lo belum jawab pertanyaan gue juga," ujarnya.

"Ehmm... anu ini itu mmmm..." aku tidak menjawab dengan benar entah mengapa.

"Lo kenapa? Aneh banget, tumben?" tanyanya mulai heran.

Aku langsung memberikan kue ulang tahun Nathan kearahnya, "Se...Selamat ulang tahun, Nathan. Sebenarnya gue mau kasih kue ini tadi siang, tapi tadi lo lagi sama Diandra, jadi gue simpan dulu kuenya, eh malah keburu begini deh."

Terlihat Nathan yang kaget dan mengembangkan senyum khas Nathan yang amat manis itu, "Ya ampun, Nindy. Kenapa lo gak bilang dari tadi? Lagipula kenapa gak lo samperin gue aja waktu gue lagi sama Diandra tadi?"

"Gak apa-apa. Kan tadi lo udah di surprise-in sama Diandra, he he."

"Ye, kayak gue orang asing aja. Ngomong-ngomong makasih ya kuenya. Nin, pulang bareng yuk?" ajak Nathan.

Walaupun aku tidak menjawab, Nathan tetap menarik tanganku menuju tempat parkir motor yang ada di depan restoran fast food. Aku dan Nathan tiba di depan sebuah motor vespa berwarna hitam.

"Lo mau nyuri motor, disini?" tanyaku heran.

"Ha ha ha, gak mungkin lah. Emangnya gue gak bisa ngendarain motor?" jawabnya sambil terkekeh.

"Sejak kapan lo bawa motor ke sekolah?"

"Udah deh jangan bawel. Nih, pake helmnya," ujar Nathan sambil memberikan helm ke tanganku.

Aku langsung memakai helm dan naik di belakang Nathan. Motor melaju normal. Hening, tidak ada percakapan. Hingga akhirnya hujan kembali turun ditengah perjalanan aku pulang. Nathan segera mencari tempat berteduh, hingga menemukan pedagang kaki lima yang menjual nasi goreng.

"Pulangnya agak telat gak apa apa kan? Soalnya gue lupa bawa mantel," ujarnya sambil memasang wajah memelas.

"Ha ha ha, iya gak apa apa," jawabku sambil tertawa kecil.

"Kok ketawa?" tanya Nathan sambil menuju tempat duduk untuk kami berdua.

"Abis ekspresi lo kalau lagi memohon tuh lucu," jawabku sambil tercengir lebar.

Dengan tubuh yang setengah basah kuyup, aku makan nasi goreng hangat itu dengan lahap. Saat kedinginan dan rasa lapar yang meninggi, ini adalah saat yang pas untuk bersantap hangat. Makananku dengan sangat cepat sudah masuk ke dalam perut.

"Wah, akhirnya kenyang juga," ujarku sambil mengelap mulutku dengan tisu kering.

"Tumben gak rewel minta pulang? Biasanya mau pulang terus kalo udah malam," ucap Nathan tiba-tiba.

"Kan masih hujan, jadi gak apa apa pulang malaman," jawabku.

"Kita mandi hujan aja, yuk? Kan hujannya deras terus, masa kita gak pulang-pulang?" tanya Nathan.

"Boleh juga, udah lama gak main hujan, he he he," jawabku semangat.

Akhirnya aku pulang bersama Nathan diiringi hujan malam. Rasanya seperti bebas merasakan hembusan angin. Tak sadar setelah menikmati udara, aku memeluk tubuh Nathan karena udara semakin dingin dan motor semakin melaju kencang.

Aku tiba dirumah tepat pukul delapan. Aku langsung bergegas mandi dan mengganti baju. Malam semakin larut. Namun, aku masih terjaga. Memikirkan perjalanan panjang sepulang sekolah tadi sore. Aku tidak bisa menghiraukan rasa yang terus mengalir di jiwaku.

Waaaaww!! Akhirnya bisa sempet nulis lagi!! makasih banget buat yang udh mau sabar nunggu cerita ini sampe sekarang, pokoknya sekarang insha Allah aku bakal update setiap hari selasa. Seminggu sekali atau dua minggu sekali!! -M


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta dan NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang