Grace tidak tau sudah berapa lama ia tak sadarkan diri. Jendela yang tertutup oleh tirai tebal juga tidak dapat membantunya untuk mengetahui apakah saat ini pagi atau sudah malam. Perlahan ia membuka kelopak matanya yang terasa berat. Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar yang tinggi yang berlukiskan motif awan dan sulur-sulur tanaman. Hal kedua yang disadarinya adalah bahwa dirinya tidak lagi tidur di sofa, melainkan di sebuah tempat tidur empuk dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga bahu.
Ia mengangkat tangannya untuk menyentuh pelipisnya yang berdenyut sakit. Bibirnya kering dan tenggorokannya sakit, dan samar-samar ia menyadari bahwa dirinya demam. Ia mencoba untuk mengingat apa yang terjadi sampai ia bisa berakhir di sebuah tempat tidur mewah ini. Ia ingat pada pertemuannya dengan dua orang lelaki yang mengatakan mereka adalah teman Night. Kemudian ia mendapatkan penglihatan yang membuat tenaganya terkuras hingga akhirnya pingsan dan dibawa ke mansion. Jadi, sekarang ia pasti ada di mansion salah satu lelaki yang ditemuinya.
Grace memejamkan mata dan kembali mengingat apa yang terjadi selanjutnya. Perlahan namun pasti ingatannya kembali dan ia ingat pada jimat yang dibuatnya untuk Night dan teman-temannya. Pasti jimat-jimat itu yang pada akhirnya benar-benar membuatnya tumbang. Setiap kali ia diminta membuat jimat semacam itu, ia selalu mengalami demam yang lama dan menguras kekuatannya sehingga ia menjadi rapuh dan tak berdaya.
Dibukanya matanya lagi, hanya untuk menatap seraut wajah wanita cantik yang duduk di sisi ranjangnya. Grace mengerjap terkejut.
“Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu terkejut,” kata wanita itu, suaranya jernih dan merdu.
Grace mencoba untuk duduk, akan tetapi ia terhempas kembali ke tempat tidur karena rasa pusing dan mual yang menerpanya. Ia harus memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan rasa mual itu. Setelah yakin dirinya takkan memuntahkan isi perutnya, ia pun kembali membuka matanya.
“Siapa kau?” tanyanya dengan suara serak.
Wanita itu tersenyum lembut. “Aku Cherish L’Archen, tapi aku akan lebih senang kalau kau mau memanggilku dengan nama Cherish saja,” kata wanita itu seraya mengambilkan segelas air untuk Grace. Dibantunya Grace minum sedikit demi sedikit. “Aku dan suamiku menemukanmu pingsan di perpustakaan. Jadi kami memindahkanmu ke kamar ini karena salah satu pelayan mengatakan kalau kau adalah tamu di rumah ini,” lanjutnya.
Grace mengangguk pelan. “Aku di sini atas permintaan Night,” kata Grace.
Grace menerima saja penjelasan dari wanita bernama Cherish itu. Berpikir membuat kepalanya sakit dan ia belum pulih sepenuhnya setelah mendapat visi dan membuat jimat. Bahkan gerakan sekecil apapun membuatnya kehilangan kesadaran. Hanya berkat tekad yang kuatlah Grace belum pingsan lagi.
“Kau teman Night? Jadi kau tau apa sebenarnya yang terjadi pada putriku? Tak seorang pun mau memberitahuku mengenai apa yang terjadi sebenarnya. Mereka hanya mengatakan bahwa putriku diculik dan sekarang mereka akan menemukannya. Tapi bagaimana mungkin aku bisa tenang jika aku tidak tau keadaan putriku sendiri kan?” kata wanita itu.
Samar-samar Grace melihat sesuatu yang familier dari wanita yang tengah mondar-mandir di sebelah ranjangnya ini. Sepertimya Grace pernah melihatnya entah di mana…. Ah, Grace ingat di mana ia pernah melihat seseorang yang memiliki kemiripan dengan wanita ini. Salah satu lelaki yang datang menemuinya memiliki kemiripan yang jelas dengan wanita di depannya ini. Dari caranya tersenyum, dan juga dari raut keras kepala di wajahnya. Siapa nama lelaki itu? Ah, Cloud. Ya, kalau Grace tidak salah ingat, nama lelaki itu adalah Cloud, dan lelaki satunya bernama Lucien. Tampaknya sirkuit otaknya sudah mulai kembali ke tempat semula karena ia sudah tak sebingung tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LORD ETERNITY
VampirgeschichtenIni adalah seri ke-3 dari Tale of Vampires the Series. Menceritakan lanjutan kisah Cloud dan Grace, dua pribadi yang mirip namun juga berbeda di segala hal. Cloud Mikhail L'Archen adalah lelaki sombong, angkuh, arogan, dan temperamental. Ia biasa be...