EPILOGUE

11.1K 496 72
                                    

EPILOG

            Matahari meluncur turun ke peraduannya. Langit barat berubah menjadi sewarna lembayung, perlahan-lahan berubah gelap. Satu persatu bintang bermunculan di langit timur, sementara suara binatang-binatang malam mulai terdengar. Di tengah hutan yang lebat dan gelap, mansion itu berdiri dengan gagah dilatarbelakangi oleh sebuah gunung yang tinggi. Malam beranjak semakin larut.

            Berbaring bersisian di tengah ranjang raksasa di salah satu kamar utama, Grace menyusupkan jemarinya ke jemari Cloud hingga jemari mereka bertautan. Ia menatap kekontrasan antara kedua tangan mereka. Bukan hanya tangan Cloud lebih dingin dari tangannya, tapi tangan itu juga lebih besar dari tangannya sendiri. Tangannya bahkan nyaris tertutupi oleh tangan Cloud.

            Selimut tebal menutupi tubuhnya hingga ke batas bahu, sementara ia bersandar ke dada telanjang Cloud. Kamar itu sunyi, selain rintihan kayu yang terbakar di perapian dan desau angin di luar jendela, suasana begitu tenang. Lilin-lilin memancarkan cahaya keemasan yang memantul di kulit telanjang tangan Cloud, mengubahnya menjadi sewarna tembaga. Tak henti-hentinya hal itu membuat Grace kagum.

            Milikku.

            Sebuah senyum melekukkan sudut-sudut bibir Grace ketika ia bersandar semakin dekat ke tubuh Cloud, menikmati rasa lengan lelaki itu yang kini melingkari pinggangnya. Secara tak sadar tangan itu bergerak ringan membentuk lingkaran kecil di kulit pinggulnya. Grace bertanya-tanya apakah lelaki itu sadar telah melakukannya. Lalu, ketika melihat mata Cloud yang terpejam, Grace berpikir mungkin Cloud tidak menyadarinya tindakan kecil itu.

            “Apa kau sudah puas melihat-lihat?” gumam Cloud dengan suara parau dan menggoda, yang sanggup mengirimkan gelenyar nikmat ke sekujur tubuh Grace.

            “Aku mungkin tidak akan pernah puas,” gumam Grace. Ia melepaskan tautan jemarinya dan mulai membentuk pola-pola kecil di atas perut datar Cloud. “Teman-temanku yang bekerja sebagai seniman mungkin akan menangis bahagia jika kau mau berpose seperti ini untuk lukisan mereka,” kata Grace menggoda.

            Sebelah mata Cloud terbuka, dan secelah bola mata keperakan itu menatap Grace dengan sinis. “Berapa aku dibayar untuk itu?”

            Grace mengerucutkan bibirnya seolah memikirkan berapa kiranya harga lukisan tubuh Cloud yang sempurna bak pahatan patung Yunani itu. “Kurasa itu takkan cukup, tapi mungkin aku bisa memberikan tawaran yang lebih menarik,” sahut Grace.

            “Apa kau juga akan telanjang bersamaku?” tanya Cloud.

            “Lakukan saja dalam mimpimu,” gerutu Grace.

            “Yakinlah bahwa sekarang aku tidak sedang bermimpi, Penyihir,” sahut Cloud dan menyeringai pada Grace yang menyipitkan mata ke arahnya.

            “Kau benar-benar arogan, Cloud Mikhail L’Archen,” kata Grace.

            Cloud membungkuk dan mencium bibir cemberut Grace. “Setelah semua yang kualami, aku berhak merasa bangga,” gumamnya seraya menggigiti kecil bibir bawah Grace.

            “Katakan itu terus dan aku mungkin akan mengubahnya menjadi sebuah kemalangan,” gumam Grace, tapi ia menyambut bibir Cloud.

            Selama beberapa menit ke depan mereka saling menyibukkan diri sebelum akhirnya Cloud melepaskan bibirnya, itupun dengan sangat enggan. Ia memandangi Grace yang tampak berkilauan di bawah cahaya lilin yang keemasan. Disentuhnya pipi Grace dengan lembut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY LORD ETERNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang