3a (Awal Yang Menegangkan)

387 9 0
                                    

Minggu, 1 juni 2014
[Sebenarnya sih tahunnya 2008, tapi ubah aja lah, ya]

Malam tengah merangkak menuju puncak kegelapannya. Tidak ada bintang atau rembulan yang terlihat di sana, hanya gumpalan awan tidak beraturan yang menggantung. Sepertinya malam ini benda-benda langit itu sedang libur bertugas. Awan berwarna kelabu kehitaman memberi kesan menakutkan, seolah-olah langit sedang mencekam malam.

Bukan malam yang indah di awal bulan ini!

Di halaman depan rumah Lukie yang luas, terlihat kepulan asap yang berasal dari pembakaran ikan. Tujuh orang muda-mudi terlihat di sana, ada yang sedang duduk, berdiri, dan ada pula yang berjongkok membakar ikan.

Suara alunan musik mengalun indah, menemani tujuh muda-mudi ini mendaki malam yang baru berjalan. Sesekali suara tawa dan canda terdengar dari mereka. Sepertinya, mereka sedang mengadakan pesta kecil-kecilan di halaman depan rumah Lukie.

"Si Angka Setan sama ceweknya datang tuh!" Ujar Budi Han Jun begitu melihat ke gerbang depan halaman rumah. Lelaki warga keturunan ini sedang berjongkok di depan perapian. Dia menghentikan kipasannya dan membolak-balik kayu pegangan ikan bakar.

Enam pasang mata dari muda-mudi yang ada di halaman rumah itu langsung menoleh ke arah mana Budi memandang tadi. Di sana terlihat seorang pemuda berjaket hitam bersama gadis berbaju putih ketat tengah berjalan mendekat.

"Kenapa Ryan tidak pakai motor?" Desis Lukie yang sedang membumbui ikan yang sudah matang.

Ryan menghempaskan tubuhnya di bangku halaman yang kosong. Kaos bagian dalamnya terlihat basah oleh keringat. Qisthi dengan wajah cemberut duduk di sebelahnya.

"Kalian terlambat!" Ujar Benyamin Syafe'i yang duduk paling dekat dengan kedua tamu yang baru datang itu. "Padahal waktu yang kita sepakati itu satu jam yang lalu."

Qisthi Khodijah tetap cemberut, tidak menyahuti.

"Gila, sial banget aku hari ini!" Keluh Ryan sebagai jawaban. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, seolah hendak melepaskan semua kelelahannya. "Benar-benar apes!"

Budi yang sedang mengipasi ikan bakar menoleh tanpa menghentikan kipasannya, "memang kamu kenapa, Yan?"

Ryan menggeleng, "benar-benar tidak bisa aku percaya! Masa rantai motorku hilang begitu saja!"

"Hilang bagaimana?" Tanya Miranti yang datang menghampiri dan berdiri di sebelah Qisthi. Gadis berkulit hitam manis itu memberikan minuman dingin kepada pacar Ryan ini yang juga terlihat lelah.

"Waktu aku sedang menuju kesini, entah bagaimana di tengah perjalanan tahu-tahu motorku tidak bisa jalan saat aku gas. Ketika aku pinggirkan, ternyata, rantainya tidak ada!" Cerita Ryan.

"Maksudmu putus?" Benyamin yang duduk bersama cewek bertubuh gemuk bertanya sambil mencaploki kacang goreng yang terhidang di atas meja.

"Sepertinya memang iya, tapi kejadiannya tidak terasa sama sekali. Tahu-tahu ketika motorku dalam kecepatan tinggi, tidak jalan waktu di gas. Hanya suaranya saja yang mengaung, tapi lajunya tidak bertambah. Malah tambah pelan!"

Budi memberikan kipas bambunya kepada Lukie yang datang menemaninya jongkok di depan pembakaran. Lelaki berkulit putih dan bermata sipit ini bangkit berdiri menghampiri Ryan yang terlihat masih kelelahan. "Kalau seperti itu sih sudah jelas rantainya putus. Karena kamu dalam kecepatan tinggi, jadi tidak terasa ketika rantainya jatuh."

"Tukang servicenya juga bilang begitu. Hanya saja yang aku tidak habis pikir, kok aku bisa tidak merasakannya ketika rantainya putus, ya? Termasuk Qisthi."

Si gadis berbaju putih ketat tidak menyahut, dia tetap diam cemberut. Kelelahan masih membayang jelas di wajah gadis ini. Kulit lehernya terlihat basah oleh keringat. Nafasnya pun masih agak tersengal, pertanda gadis ini masih dalam dekapan lelah.

"Terus sekarang motormu mana?" Tanya Isdiyanto Diro yang duduk di bangku paling ujung taman. Lelaki hitam berambut gondrong ini memang selalu menjauh dari kumpulan. "Bukankah tinggal beli rantai baru saja semuanya beres?"

"Aku tinggalkan di bengkel, aku kesini naik taxi. Mana mau aku terlihat susah jika sedang bersama gadis secantik Qisthi ini, iya gak?" Ryan menaikkan kedua alis matanya ketika mengajukan pertanyaan ke arah kekasihnya.

Qisthi tetap diam, wajahnya yang cemberut sudah berkurang setengahnya.

"Aku 'kan sudah bilang, sebaiknya Qisthi tidak usah dijemput. Biar dia datang sendiri. Dia bisa naik angkot atau naik taxi!" Kata Lukie sambil terus mengipasi ikan bakar.

"Enak saja kalau bicara, memangnya kamu pikir orangtuaku bakal mengijinkan aku begitu saja. Jika tidak bersama Ryan, kecil kemungkinannya aku bisa keluar malam! Ucap Qisthi, wajah cemberutnya bertambah lagi.

"Ada anak mami di sini rupanya!" Komentar cewek gendut yang duduk di sebelah Benyamin. Namanya Anisah Suningrum, sedari tadi ngemil terus. Tidak terhitung berapa banyak kacang goreng yang masuk ke mulutnya.

"Orangtuaku menyayangiku dab memperhatikanku, tidak seperti kamu yang dibiarkan begitu saja!" Qisthi membalas komentar Anisah atas dirinya.

"APA KATAMU?!" Anisah meradang.

"Eh, apa-apaan sih kamu?" Benyamin menahan cewek gendut di sampingnya. "Malam ini kita merayakan ulang tahun Lukie, harusnya kita happy-happy!"

Anisah kembali bersandar di bangku taman. Wajahnya masih terlihat kurang senang atas komentar Qisthi tadi. Dia kurang suka jika ada orang yang membicarakan orangtuanya. Meski sebenarnya dia sendiri sadar, kehidupan keluarganya memang tidak seharmonis keluarga semua temannya yang ada di tempat ini. Mungkin itu karena masalah ekonomi keluarga yang tidak juga membaik meski kedua orangtuanya sudah bekerja.

"Kurasa kesialanmu karena angka akhir yang berjumlah 13 di nomer Hp-mu! Semua orang tahu arti angka itu,angka yang dihindari banyak orang. Baik itu dalam usaha atau dalam hidup," ujar Lukie lagi tanpa berpaling dari perapian.

"Jangan mulai lagi, Luk! Pendapat adikmu itu hanyalah sebatas cara berpikir anak SMU!" Sahut Ryan. "Masa kita yang sudah Mahasiswa begini MASIH percaya dengan omongan anak kecil!"

"Jangan meremehkan adikku! Biar SMU tapi daya berpikirnya jauh lebih baik dari anak-anak seangkatannya. Dan umumnya apa yang dia ucapkan itu memang benar adanya!" Lukie mencoba memberitahu siapa adiknya.

"Tapi kali ini dia salah!" Tegas Ryan. "Aku meragukan kebenaran yang datang dari mulut anak ingusan!"

"Yan!" Benyamin menepuk bahu Ryan yang sedang kelelahan itu. "Kalau menurutku, kita jangan melihat siapa yang bicara kepada kita. Biarpun kata-kata itu keluar dari mulut seorang hakim atau presiden sekalipun, kalau salah sebaiknya kamu abaikan. Sebaliknya, meski terucap dari mulut penjahat atau orang terhina sekalipun, kalau memang benar, sebaiknya kamu terima!"

"Nomermu yang cantik itu yang membuatmu sial hari ini!" Tambah Lukie.

Bersambung~

TeleScream666Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang