Chiara mengikat celemeknya dan bersiap untuk bekerja. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua siang, cafe akan mulai ramai saat jam tiga nanti, makanya Chiara membantu lebih awal. Lagipula sejak kepulangan Ibunya, cafe jadi mendapat tenaga tambahan. Walaupun Ibunya lebih banyak merecoki ketimbang bantu sih. Namun tetap saja ada tenaga bantuan. Dan lagi, waktu tiga tahun terasa tak ada sama sekali setelah Ibunya kembali. Memang saat Chiara SMP, Ibunya meninggalkan rumah karena bertengkar dengan Ayahnya, namun mereka nggak bercerai. Lalu setahun lalu Ibunya memberi kabar kalau ia sedang keliling Indonesia bersama teman-temannya yang suka backpacking. Kabar itu sempat mengerjutkan keluarga, namun mengingat tabiat Ibunya yang berdarah panas, hal itu menjadi wajar-wajar saja. Seolah-olah semuanya baik-baik saja.
“Apa yang bisa gue lakukan?” tanya Chiara pada Chokie yang tampak sedang memeriksa catatan di tangannya.
“Bantu bawa minuman,” sahut Chokie tanpa mengalihkan tatapannya dari kertas-kertas di tangannya.
Chiara mencibir dan menghampiri meja bar untuk meminta kerjaan pada Archi. Setelah menerima nampannya, Chiara langsung mengantarkan minuman itu ke meja 2. Meja yang diisi oleh kumpulan cewek yang sedang mengobrol seru dengan suara pelan.
“Selamat siang, ini minuman pesanannya,” kata Chiara ramah. Ia meletakkan satu persatu minuman ke atas meja dan tersenyum ke arah empat cewek itu. Tampaknya sih umur mereka sama dengannya, ditambah lagi mereka masih pakai seragam sekolah.
“Maaf, toilet di mana ya?” tanya salah satu dari mereka.
“Oh, dari meja bar sana, belok ke kiri. Ikutin lorong itu sampai ujungnya,” kata Chiara. “Mau diantar?” tawarnya.
“Makasih, tolong ya,” kata cewek itu.
Chiara lalu mengantarkan cewek itu hingga sampai di lorong yang mengarah ke toilet. Setelahnya ia kembali ke bar untuk mengambil pesanan yang lainnya. Pada saat itulah Mikky dan Yonathan datang. Kedua cowok itu belum berganti pakaian dan masih mengenakan pakaian rumah mereka. Chiara yang tiba-tiba malu, tidak menyapa mereka, melainkan pura-pura sibuk dengan minuman-minuman yang memang sudah siap.
“Hoi!” sapa Mikky. “Kok lo ninggalin kita sih? Katanya mau berangkat bareng!”
“Eh, gue... lupa,” sahut Chiara.
“Hah, lupa? Enak banget!” sahut Mikky.
“Udahlah, hal kayak gitu lo ributin!” kata Yonathan jengkel. “Cafe belum ramai ya?” tanyanya kemudian.
Chiara yang menganggap hal itu sebagai pengganti topik langsung mengangguk dengan semangat. “Kayaknya nanti sore baru ramai,” sahutnya. “Kalian mendingan ganti baju dulu deh! Nanti kalau Kakak lihat, kalian bakal diomelin lagi!” kata Chiara lagi.
“Iya, ya, dia lagi suka uring-uringan kan ya?” sahut Mikky seraya berjalan menuju ruang staf.
“Habisnya dia lagi ribut sama Kak Clara, makanya yang lain ikut kena imbasnya,” sahut Chiara.
“Bukannya mereka memang suka ribut setiap hari?” sahut Yonathan.
“Yahh...”Chiara nggak bisa membela.
Ketika mereka sampai di persimpangan lorong. Mereka berpapasan dengan cewek yang tadi ditolong Chiara. Cewek itu melihat Chiara dan langsung berterima kasih, ia belum menyadari keberadaan Mikky ataupun Yonathan yang berada di belakang Chiara.
“Risa?” ujar Mikky pelan, dengan suara yang terdengar kaget.
Cewek itu menoleh dan menyadari keberadaan Mikky dan Yonathan. Matanya membulat kaget. “Mikky? Yo?” sahutnya.
Chiara menoleh ke kanan dan kiri, bergantian ke arah dua cowok itu dan cewek yang dipanggil Risa itu. Entah kenapa tiba-tiba suasananya terasa nggak mengenakkan. Apa yang terjadi?