Good Night, Baby

32 1 4
                                    

Aku bahagia. Ya, karena pangeran tampanku sudah pulang. Aku sedang membantu bibi Emil mempersiapkan pesta kecil-kecilan menyambut kepulangan pangeranku. Aku tidak ikut memasak. Bibi Emil tidak memperbolehkan aku untuk itu. Jadi aku hanya ikut menata meja makan saja. Kira-kira satu jam kemudian, semua makanan sudah tertata rapi di meja makan. Bibi Emil menyuruhku untuk mandi dan merapihkan diriku.

Pangeranku sangat tampan. Sudah berapa kali aku mengatakannya? Oh, dia memang sangat tampan. Apa lagi dengan senyum manis dan wajah ceria menanggapi gurauan dari Devon, adik aku yang nakal.

"Eh? Sungguh?"

"Iya, kemarin Kak Kearen menghabiskan dua batang cokelat sekaligus. Dasar rakus" Devon benar-benar menyebalkan. Menjatuhkan aku di mata pangeranku, huh? Aku menatap tajam Devon.

"Hahaha ... Kearen memang tidak berubah ya?" pipiku pasti memerah sekarang. Hancur sudah. Devon memang tidak bisa menjaga mulut! Dasar adik durhaka!

"T-tidak begitu kok" ugh, aku mau menangis saja. Sebal.

"Hahaha ..." tawanya sungguh membuatku bertambah malu. Ini gara-gara Devon! Oh, aku benar-benar akan menangis.

"Hey. Kami hanya bercanda, sayang." aku rasakan sebuah tangan mengelus pelan rambutku. Oh, air mataku benar-benar jatuh. Aku menangis. Di depan pangeranku setelah lima tahun tidak bertemu? Oh, hancurlah harga diriku!

"Hey, jangan menangis." tubuhku direngkuh kedalam dekapan yang hangat. Semakin deras saja air mataku mengalir. Aku mengusapkan pipiku pada dada bidangnya. Betapa aku merindukan pelukan ini. Tubuhku terasa melayang. Aku berada dipangkuannya sekarang. Pangeranku mengusap-usap pungungku dengan pelan. Berusaha menenangkan aku. Ayolah, kenapa aku cengeng sekali sih?

"Aku akan menangkan Kearen dulu, Bun, Yah, dan Tante" setelah itu pangeranku bangkit dari duduknya. Membawaku serta dalam gendongannya. Aku mengalungkan tanganku pada leher jenjangnya. Aku sandarkan kepala aku pada bahunya yang kokoh. Aku hirup aroma tubuhnya. Wangi vanilla. Aku suka. Aroma ini membuat aku tenang. Aroma yang tidak berubah sejak lima tahun lalu saat terakhir aku bertemu dengannya. Aku sangat merindukan aroma ini. Aku sangat rindu. Dorongan perasaan rindu yang menggebu dalam hati aku membuat air mata aku kian mengalir. Aku semakin mengeratkan tanganku.

"Kearen. Hey, masih menangis saja. Tadi hanya bercanda, sayang." aku menyayangimu juga. Ingin sekali aku menjawab seperti itu. Tapi, mulutku tidak berkata apa-apa. Aku hanya meneruskan tangisanku.

"Kenapa Ke jadi cengeng sekali sih? Dulu Ke yang aku kenal tidak secengen ini. Apa aku balik ke luar negeri aja lagi, biar Ke nggak cengeng gini?" aku langsung mendongakkan kepalaku. Menggeleng kencang.

"J-jangaaaaan. Hiks. K-ke nggak mau pisah sama kakak lagi. hiks ... J-jangan pergi" aku berusaha untuk menghentikan air mata aku mengalir.

"Makanya jangan nangis dong .. Kakak jadi sedih kalau Ke nangis gini. Kamu juga nangis kenapa sih? Tadi kan bercanda" aku suka wajahnya yang cemberut di akhir kata itu. Lucu. Aku begitu rindu pada pangeranku ini.

"Devon nyabelin"

"Hahaha ..." awwww ... pipi aku sakit. Dia mencubit pipiku. Lagi. Aku menggembungkan pipi. Sebal. Mengurai pelukan tangan aku dari lehernya.

"Hiiiihhhh ... kamu itu bikin gemes aja Ke. Bikin kangen tau nggak." pipi aku kembali dicubitnya. Sakit sih, tapi aku tidak terlalu peduli. Aku bahagia sekarang. Mengetahui kalau pangeranku ini juga merindukan aku.

"Ke kangen juga sama kakak. Jangan pergi lagi"

"Kakak kan perginya buat belajar. Ke disini belajar juga 'kan?" aku mengangguk dengan antusias.

"Ke belajar juga. Kemaren Ke juara kelas looohh .. Mama kasih Ke sepeda baru. Warnanya merah. Sama seperti sepeda kakak. Besok Ke bisa sepedahan bareng kakak." aku menceritakan prestasi aku dengan bangga.

"Hahaha ... okey okey. Besok kita sepedahan bareng. Ugh, kakak kangen banget sama kamu, Ke" tubuh aku kembali direngkuh dalam pelukannya. Aku berusaha melingkarkan tanganku pada punggungnya yang lebar. Tidak sampai.

"Ke juga kangen kakak" aku menjawab dengan pelan. Malam itu aku menghabiskan waktu aku dengan bercanda dengan pangeranku di taman belakang. Masih dengan aku berada di pangkuannya dan saling berpelukan. Aku bahagia sekali. Menatap ekspresi wajahnya yang berubah-ubah menanggapi cerita yang aku katakan. Kami bercanda lama sekali. Sampai tanpa aku sadari aku terlelap dalam pelukannya yang hangat.

"Kakak sayang sama kamu, Ke. Cepet besar ya. Biar kakak gak tersiksa seperti ini" aku mendengar bisikan lembut itu di dalam tidurku. Setelah itu aku rasakan sebuah kecupan pada puncak kepalaku. Aku yakin sekali, itu adalah suara pangeranku. Setelah itu aku benar-benar terlelap dengan bahagia. Selamat malam.

-----00-----

White LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang