Bab 4 Artho Yolvd

62 16 18
                                    

Illo mengulurkan tangannya, tetapi tak digubris oleh Rilo.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan sangat canggung.

***

"Hei lihat! Bukankah itu rumah?!" Ujar Rilo terkejut. Ia berlari menghampiri rumah tersebut. Rumah itu dilapis oleh kayu-kayu yang berdebu juga ukiran-ukiran seperti tulisan kuno terukir disana.

"Hm? Apa ini?" Sahut Illo kebingungan. Ia menyeka debu di pintu dan menemukan sebuah tulisan. Artho Yolvd. Ia terus memandangi tulisan tersebut sambil mengira-ngira apa maksud dari tulisan itu. "Apa kau yakin ini tidak berbahaya?"

Krieettt.....
Perlahan-lahan Rilo membuka pintu yang sedari tadi ia mengetukkan jarinya ke pintu yang sudah berumur itu. Tiba-tiba muncul sulur-sulur dari tanaman disekitar rumah tersebut menggapai tangan dan kaki Riloria, sehingga gadis itu hanya bisa berteriak menyebut nama Illo.

"Rilloria Chillon," ujar Illo pasrah sambil mengeluarkan pedangnya bersiap-siap untuk menebas sulur-sulur tersebut. "Ya ampun, kau berulah lagi."

***

Illo pun berlari kearah rumah itu dan langsung menebas sulur-sulur yang mulai meliliti hampir sebagian tubuh Riloria. Setelah berkutat beberapa lama dengan sulur-sulur itu, akhirnya Illo berhasil menebas sulur itu hingga ke akarnya.

"Kali ini sudah cukup, Rilo. Ayo lanjutkan perjalanan dan jangan berulah lagi."

"Baiklah aku minta maaf. Tapi, aku sudah sangat lelah sekarang," ujarnya sambil memegangi lututnya dan memasang tampang kelelahan. "Aku bukan kau, P a n g e r a n."

"Baiklah, tapi hanya sebentar."

***

Gadis itu pun tertidur pulas di salah satu kasur yang berada di ruangan itu. Sedangkan sang pangeran, sejak tadi mondar-mandir melihat-lihat isi rumah tersebut. Hingga akhirnya...

Prang!!!

Rilo pun terbangun dari tidurnya dan terkejut karena Illo telah merusak barang milik pemilik rumah yang mereka tempati sekarang. Illo panik dan membereskan pecahan kaca dari benda yang ia jatuhkan, yaitu kotak kaca. Disitu tertuliskan sebuah mantra penyegelan, tapi anehnya benda tersebut dengan mudahnya pecah dan tak tersegel. Karena pecah, kertas-kertas didalamnya berhamburan keluar. Mirip seperti kertas arisan yang digulung kecil-kecil.

"Hei... ayo pergi dari sini cepat.. cepat lari cepat," bisik Illo dengan nada penekanan. Ia sedikit mengguncang-guncang Riloria.

"Apasih, aku masih ngantuk."

"Bodoh! Cepat bangun!!!!"

Duk duk!! Duar!!

Seseorang muncul dari balik kursi yang tampak normal disana. Ia mengenakan topeng dan memegang tongkat sihir. Gerakannya yang lincah membuat Illo kesulitan menghindari serangannya. Riloria yang baru saja bangun terkejut dengan apa yang terjadi. Sepertinya aku berulah lagi, gumamnya.

"Cepat ambil perisai dibalik jubahku! Cepat!" Suruhnya dengan tergesa-gesa. Ia menangkis serangan demi serangan hanya dengan sebatang pedang.

"B.. ba.. baik," ujar Rilo gemetar. Ia menyibak jubah Illo dan memutuskan tali yang menghubungkan baju Illo dengan perisai tersebut dengan anak panah miliknya.

Pertarungan terus terjadi tanpa bisa dihindari. Tongkat sihir itu membuat pedang Illo menjadi tidak berguna. Bagaimana pun caranya tongkat itu harus disingkirkan. Seseorang bertopeng itu menyerang Rilo membabi buta. Bagaimana pun itu Rilo harus tetap bertahan karena menyerang pun tidak bisa.

Sementara itu, Illo bergerak menuju ujung kursi dan menaikinya. Ia melompat menuju atas lemari dan mengambil ancang-ancang agar bisa menuju lampu hias yang sangat besar. Hap! Ia sampai di lampu hias, tapi tangan kirinya tergelincir! Aku harus sampai diatas, harus! batinnya.

"Aishhh!!!! Mengapa kamu terus menyerangku?! Bisa berhenti tidak sih?!" Teriak Rilo yang sudah kelelahan. Ia mendorong perisainya yang sedang diserang dengan sekuat tenanga hingga seseorang itu terdorong mundur. Disaat yang bersamaan, Illo berhasil sampai diatas dan menebas rantai pengait lampu dengan pedangnya hingga lampu tersebut terjatuh.

Prang!!!

Lampu itu terjatuh mengurung seseorang itu hingga tak bisa keluar. Serpihan- serpihan kaca bertebaran di lantai.

"Illo!!!" Teriak Rilo segera menuju Illo yang sedang mengambil serpihan kaca yang mengenai badannya. "Kamu tidak apa-apa? Oh ya ampun lihat kondisimu! Itu pasti sakit."

"Aku tidak apa-apa. Ini sudah biasa sungguh. Kau khawatir ya..." Sahut Illo mengeluarkan smirk khas-nya yang membuat Rilo bergidik jijik. Ia berjalan menghampiri seseorang bertopeng itu dan menarik topengnya hingga terlepas. Lalu melepaskannya. "Eh? Kamu seorang wanita? Yang benar saja.Siapa namamu?"

"Raven Yolvd," ujarnya sambil membersihkan diri. Ia mengambil tongkatnya dan menghentakannya. Seketika ruangan menjadi bersih kembali.
"Mari ikut denganku."

***

Mereka sampai di ruangan dengan cahaya remang-remang berapi unggun. Terdapat seekor rusa yang sedang tertidur di pojok dekat lemari buku. Ketika mereka datang sang rusa terbangun dan menatap tajam kearah Rilo dan Illo.

"Hiii... Mengapa rusa itu melihat kita seperti itu?" Bisik Rilo sambil mendekat kearah Illo merinding.

"Memangnya dia harus melihat seperti apa? Sudahlah," jawab Illo.

Raven mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa berukuran besar dengan bulu-bulu halus disekelilingnya. Ketika diduduki pun terasa sangat nyaman.

"Jadi, kenapa kamu tadi menyerang kami tiba-tiba?" Tanya Rilo sedikit gusar.

"Maaf atas sambutan yang kurang hangat tadi. Aku benar-benar minta maaf. Seharusnya aku tidak memperlakukan kalian seperti itu. Kukira kalian orang asing," jawabnya sambil menuangkan minuman teh hangat ke dua cangkir berukuran kecil di meja. "Silahkan diminum."

Illo dan Rilo saling bertatapan curiga. Takut minuman mereka diracun. Tapi, tidak ada salahnya mencoba kan? Mereka meminum teh tersebut seteguk demi seteguk. Mendadak kepala mereka pusing dan pingsan.

***
Illo dan Rilo muncul di ruangan aneh. Tapi, tidak. Ini lebih seperti perpustakaan tak berujung. Banyak buku-buku kuno yang tampak usang disekelilingnya. Rilo berjalan perlahan menuju setumpukan buku, sedangkan Illo masih terdiam kebingungan.

"Selamat datang Pangeran Illo dan Puteri Riloria. Suatu kehormatan kalian datang kemari," ujar sebuah suara yang entah darimana.

"Siapa kamu?" Tanya Rilo menatap sekitar, tapi tidak menemukan sebuah jawaban. "Kenapa kami ada disini?"

"Hoho! Jadi kalian tidak tahu mengapa kalian disini? Tebak siapa aku. Kuberikan kesempatan hanya 1 kali." Suara tersebut diam sejenak. "Itu kesempatan yang berharga. Mau tahu kenapa? Karena kalian akan terjebak disini selamanya jika tidak berhasil menjawab. Aku baik bukan?"

Cih! Baik darimana?! Pikir Rilo.
Mereka berdua berdiskusi dengan serius. Karena jika tidak, tamat riwayat mereka. Mereka terus berpikir, tapi hingga 1 jam mereka masih tidak tahu jawabannya apa.

"Eh... Sepertinya aku ingat sesuatu," bisik Illo.

-🔙

"Hm? Apa ini?" Sahut Illo kebingungan. Ia menyeka debu di pintu dan menemukan sebuah tulisan. Artho Yolvd. Ia terus memandangi tulisan tersebut sambil mengira-ngira apa maksud dari tulisan itu. "Apa kau yakin ini tidak berbahaya?"
-

"Kau Artho Yolvd!" Teriak Illo mendadak. Rilo tersentak kaget.

"Bagaimana mungkin ia langsung berteriak seperti itu? Bagaimana kalau salah?" Batin Rilo.

"Hoho. Kamu sangat percaya diri. Tapi, rekanmu sepertinya tidak. Kamu tidak bisa memutuskan jawabannya apa jika rekanmu tidak setuju."

Rilo berpikir keras. Apa ia harus menyetujui jawaban Illo? Apa itu jawaban yang benar? Bagaimana kalau salah? Ia benar-benar bingung. Tapi, disisi lain ia harus percaya kepada Illo. Itu pasti jawaban yang benar. Illo adalah orang yang terpercaya. Ia dan Illo sudah melewati perjalanan bersama-sama.

"Aku setuju! Kau Artho Yolvd!"

***
Bersambung...

Hai! Yeyeye seneng deh udah nyampe bab 4 xD
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!
vote dan comment sangat berarti:3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The SirithstinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang