Prolog

154 7 3
                                    

Jalanan kota pada sore hari terlihat tenang. Beberapa orang pun terlihat melakukan kegiatan harian mereka.

Sementara itu, di sebuah gang, dua anak remaja berusia sekitar 14 tahunan terlihat berlari menghindari kelompok pelajar yang mengejarnya. Mereka berlari menuju ujung gang yang jaraknya masih ratusan meter dari tempat mereka berlari.

"Ukh, haah haah haah."

Napas Rafa menderu. Keringatpun mulai bercucuran dari dahinya. Dia berusaha melarikan diri dari kelompok pengejarnya

"Faa. Tunggu akuu.."

Sementara itu beberapa meter dibelakang Rafa, Gabhas juga berlari kencang menuju ujung jalan ratusan meter jauhnya mengikuti Rafa. Sekitar puluhan meter di belakang mereka, para kelompok berjumlah belasan orang berseragam sekolah swasta sedang mengejar mereka.

"Huuh huuh. Rafaa tunggu akuu."

"Cepatlah bhas, mereka semakin dekat"

"Tapi aku lelah fa."

"Tetaplah bergerak atau kita akan mendapat masalah yang lebih serius, bhas!"

"Huuh huuh. Dasar bedebah. Beraninya memanggil para kelompokmu saja." Gerutu Rafa sambil membujuk kakinya untuk terus bergerak. Sementara Gabhas semakin lelah. Kakinya seakan lumpuh dan mati rasa

"Hoiii berhenti kau 'pembuat masalah'! Atau kalian akan kami habisi!!!"teriak salah seorang dari kelompok pengejar.

Rafa pun mengacuhkan teriakan mereka dan terus saja berlari. Sementara Gabhas mulai kehabisan tenaga dan jatuh pingsan bedebam di jalan aspal

"Bruuuk"

"Oh tidak, Gabhas bangunlah kawan. Ini gawat." teriak Rafa

Rafa sudah sampai di ujung jalan dari gang dan segera menaiki angkot yang berhenti di sana.

"Cepat jalan pak.!!"

Supir angkot yang segera tahu situasi semakin buruk segera tancap gas untuk menghindari keributan lebih lanjut.

"Fuuuuhhhh."

Rafa pun tampak lega setelah lolos dari kejaran kelompok yang berjumlah belasan orang. Tetapi,sedetik kemudian wajahnya berubah cemas. Dia melupakan Gabhas, sahabatnya.

"Oh tidak. Apakah Gabhas baik2 saja? Uh, bagaimana ini?" gerutu Rafa dalam hati.

Sementara itu, puluhan meter dari ujung gang. Tempat Gabhas pingsan.

"Hahahaha. Akhirnya kami dapat menangkapmu 'si pembuat masalah'. Kau akan mempertanggung jawabkan perbuatanmu."

Salah satu dari mereka. Tampaknya letnan mereka sedang menginjak punggung Gabhas dengan salah satu kakinya. Penampilannya seperti pemburu yang berhasil menembak mati hewan buruannya.

"Hah, sudah kubilang. Kalian jangan berani membuat masalah di daerah kami. Bawa dia ke markas! Dudukkan dia di kursi interogasi!"

"Siap boss. Laksanakan."

Salah satu anak bertubuh bongsor maju dan membopong tubuh lemah Gabhas.

"Heii, boss bagaimana dengan anak yang berhasil lolos tadi? Haruskah kami mengejarnya?"

"Tidak, tidak perlu. Toh, kita bisa gunakan temannya sebagai umpan. Cepat atau lambat, dia pasti datang untuk menyelamatkannya."

Mereka pun mengangguk dan segera berbalik kembali ke markas atas perintah dari letnan mereka.

"Maafkan aku bhas, aku tak bisa menyelamatkanmu tadi. Tapi aku berjanji aku akan kembali dan menghancurkan bedebah sialan itu beserta kelompok pengecutnya!!" tekad Rafa dalam hati.

Sementara angkot yang ditumpanginya melesat semakin menjauh, menuju pinggiran kota.

My Classmate GangstersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang