Unwanted Privilege

60 6 1
                                    

"Skydiving is unforgettable moment, Miss Anderson. You'll get profound feeling of freedom while skydiving, anything that may have been of your life will disintegrate, it will free you from any stress or problems that may have been occurring-no, seriously, you're thousands of feet from everyday life. Surrounded by the vast blue sky while flying. Does it sound wonderful?"

Kedengarannya sinting.

Tidak ada yang menjawab. Hanya si pirang dengan tampang menyebalkan yang menguap secara terang-terangan, jelas sekali tidak antusias ataupun takut dalam misi ini.

Seperti menahan dorongan besar untuk melemparkan sesuatu kepada gadis itu, Mr Air kembali tersenyum dan melanjutkan, "Satu dari kalian akan mendapatkan hak istimewa-aku tidak bisa menyebutkan apa itu tapi jawabannya ada di tas parasut kalian. Ayo, cepat ambil"

Delapan gadis yang berumur rata-rata 19 tahun di ruangan ini langsung berebut tas hitam yang tersusun rapi di rak, aku mendapat tas terakhir setelah si pirang mengambil bagiannya. Untuk ukuran gadis seusiaku: kulit, rambut, dan setiap inci tubuhnya jelas sekali meninggalkan kesan kalau dia sangat terawat. Tidak sepertiku yang sejak 8 tahun lalu sudah mengurus diri sendiri.

"Jangan dibuka!" pekik Mr. Air kelewat semangat. "Kalian akan segera tau saat berada di langit"

"Baiklah, jadi siapa yang akan menjadi pasanganku saat terjun nanti?" tanya si pirang, menyusuri kerumunan dan berdiri di depan Mr Air, "Aku benar-benar harus menanyakan dimana dia mendapat sertifikat, atau mungkin aku akan menghubungi tempat ia mendapatkan sertifikat itu hanya untuk memastikan kalau dia tidak memalsukannya. Dan juga-tidak, dengarkan aku dulu, sir, ini menyangkut keselamatanku-dan juga, pasanganku sebaiknya sudah memiliki banyak jam terbang, jadi bisa dipastikan dia akan mendaratkanku dengan selamat, kalau bisa dia memiliki kualitas di atas rata-rata dari para penerjun payung lainnya"

Semua orang di ruangan ini menoleh kearahnya. Campuran kagum dan muak.

"I will never let myself trust the wrong people and death by falling" ancamnya membuat Mr Air tertawa lemah.

"Kau harus percaya pada dirimu sendiri, nak"

"Excuse me?"

"There's no tandem dive, no professional partner. You all are gonna skydiving by yourself, using your own skills"

"Apa?!" pekik kami semua panik. Membayangkan aku melayang di udara sendirian, tanpa pengalaman dan keahlian... aku mungkin akan mati sebelum menyentuh tanah.

"Karena itu aku disini akan mengajarkan kalian semua. 5 menit pembelajaran. Baris" perintahnya.

Kami bersembilan membentuk deretan panjang, masing-masing dengan wajah pucat pasi dan berkeringan dingin, bahkan si pirang sekalipun.

Mr Air menjelaskan semua perlengkapan skydiving berteknologi tinggi terutama pada bagian penutup kepala seperti helm yang bisa memperlihatkan sensor di kaca transparannya. Sensor ketinggian, kecepatan, detak jantung, juga peta yang menunjukan tempat mendarat lengkap dengan kompasnya.

Aku membayangkan diriku seperti Iron Man dalam helm itu. Hanya saja dengan pakaian berbahan parasut ringan yang kebesaran.

Dia juga mendeskripsikan bagaimana kita harus menyerahkan diri pada gravitasi, kami diperbolehkan melakukan aksi apapun saat free-fall, tepatnya setelah melompat keluar pesawat dan sebelum membuka parasut, lalu dalam ketinggian 1500m kita diwajibkan membuka parasut dan bermanuver membelokan parasut tersebut kekiri atau kekanan untuk menentukan arah tempat landing yang sudah dipersiapkan.

"...Tapi pemenang dari hak istimewa tidak harus melakukan apapun. Pemenang memiliki partner virtual di udara nanti saat parasutnya terbuka. Benda itu akan mendaratkan si pemenang dengan selamat. Dengan kata lain, hidupnya sudah terjamin"

Summer CampTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang