The First Truth

25 1 0
                                    

Saat aku bangun di pagi harinya—atau siang, sudah tidak ada siapun di dalam kabin. Oh tidak, jangan telat lagi, batinku. Aku mengikat rambut dengan sembarang sambil berjalan kearah lemari dengan huruf A di tengahnya. Kejutan menyapa ku saat ku temukan hanya tinggal sepasang pakaian yang menggantung di lemari, kaus polos berwarna merah yang untungnya sangat pas di tubuh tak professional ku, begitu pula dengan legging hitamnya. Dan juga ada buku kecil di sana. Buku saku bersampul maroon berbahan beludru dengan tulisan tinta emas berbunyi Sepi Retro Vos: Panduan Perkemahan.

Bukan buku panduan yang mudah. Satu-satunya yang ku pahami hanya jadwal kelas dari hari senin sampai jumat, halaman selanjutnya berisi panduan pertolongan pertama, penjelasan kegunaan setiap kelas, larangan dalam berkemah, bahkan ada beberapa sandi yang tidak pernah kulihat, dan hal-hal aneh lainnya. Sejauh ini buku panduan yang ku pegang persis buku saku pramuka, kecuali bagian tengahnya, terdapat lipatan kertas yang bisa dibuka, besarnya sampai 10x lipat buku sakunya. Kertas itu berisi peta perkemahan ini, tidak sampai lima detik melihatnya, aku melipat kembali peta itu dan menyelipkannya kedalam saku kausku.

Aku keluar kabin. Matahari lebih terik dari perkiraan, namun udaranya terasa menyegarkan. Aku tidak pernah membayangkan suatu hari akan terbangun di suatu tempat yang di kelilingi hutan, perbukitan dan pantai sekaligus. Tapi disinilah aku. Sendirian dan tidak tahu jam.

Begitu mendekatkan Hedge untuk bertanya, seseorang datang dari dalam hutan dan berseru, "Hey, Winter!"

"My name is Summer" koreksiku saat melihat sosoknya keluar dari celah antara dua pohon besar.

Itu Niall.

"You're as cold as winter" katanya saat ia mendekat. "Gloxia mencarimu. Kau ketinggalan sarapan"

Aku mencoba tidak terlihat kecewa, tapi begitu dia menyebutkan sarapan, perutku perih seketika.

"Aku tidak lapar" kataku bohong. "Ngapain kau disini?"

"Kau, tim Selatan, ada di kelas ku hari ini" Niall memberitahu.

"Tim apa?"

"Tim Selatan. Kau melewatkan banyak informasi penting saat sarapan" jawabnya tak sabar lalu berjalan pergi.

Aku mengikutinya. Mau tidak mau.

Banyak sekali pertanyaan yang tertahan di mulut ku yang sengaja ku bungkam. Aku muak mendengar jawaban yang tak jelas darinya, Hedge juga sama saja. Tapi pasti ada seseorang atau sesuatu yang bisa menjelaskan semuanya.

Pria berambut pirang berantakan itu membawaku meninggalkan jalan utama dan menyusuri jalan setapak di dalam hutan. Anehnya, aku tidak merasa takut.

"Kita mau kemana?" tanyaku akhirnya, sekedar ingin memastikan kalau dia tidak menyesatkan.

"Kelasku, lewat jalan tembus" gumamnya saat melewati undakan batu besar. Dia mengulurkan satu tangannya membantuku naik. Tapi tangannya...

"Kenapa merah melebam seperti itu?"

Niall langsung memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket dan bergumam, "bukan urusanmu", sambil terus berjalan.

"Sudah berapa lama kau disini?" Aku bertanya semakin curiga.

Secara rasional, jika ia tahu jalan tembus tercepat menuju tempat-tempat di pulau ini, sudah pasti ia tidak baru tinggal satu dua hari disini.

Niall tidak menjawab.

"Saat kau bilang Selatan, berarti ada tim Utara, Barat, dan Timur kalau begitu?" Aku melontarkan pertanyaan lagi kemudian mengulum bibirku dan memejamkan mata sesaat dengan menyesal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Summer CampTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang