Her Feeling

19 4 0
                                    


"Maaf yaKang telat" Deg, jantung Nadya serasa ingin lepas, suara itu, suara yang ia rindukan beberapa tahun ini, suara yang tak pernah ia dengar lagi setelah kelulusan masing-masing beberapa tahun lalu. Ah lebih tepatnya setelah project kampus waktu itu selesai. Beberapa detik Nad terpaku dengan wajah tertunduk. "Tadi ada yang harus dibereskan di kantor" orang itu menyalami Iyan yang ada di samping dan menyalami Tiara, Adit, Dimas, Diandra, Maya dan temen-temen lain yang sudah hadir di Cafetaria, saking gugupnya, Nad tidak sadar kedatangan Tiara.

"gapapa, Kris. Silakan duduk"

Astaga Kris. Degup jantung Nad semakin kencang. Bahkan senggolan lengan Iyan tak dapat ia rasakan. Nad seperti mati rasa dan lupa bagaimana cara bernafas dengan baik.

"Nad, hey Nad" Iyan memanggil Nad untuk ke sekian kalinya.

"heuh" wajah Nad masih shock dan bingung menatap Iyan yang ada di sampingnya. Iyan memberi isyarat dengan matanya mengarah ke arah Kris. Sontak Nad menoleh ke arah Kris.

"oh maaf, halo Nad" Nadya mengulurkan tangannya yang disambut ramah dengan tangan halus Kris. Nad sangat gugup campur senang, senyumnya mengembang, degup jantungnya tak beraturan.

"Dya, Nadya desain grafis 2008 kan?" astaga Kris masih ingat gue, gumam Nad dalam hati, Nad hanya mampu mengangguk. "apa kabar?

"baik, kamu gimana?" belum sempat Kris menjawab, Iyan menyela.

"kalian saling kenal?" Nad dan Kris hanya mengangguk. "oh gitu, wah ternyata" Iyan senyum jahil ke arah Nad dan Iyan melihat senyum penuh arti dari Kris ke Nadya, Iyan tahu arti senyuman itu.

"okeh, kalo gitu kita mulai rapatnya. Udah siap jadi notulen Nad?" Iyan menoleh ke arah Nad, Nad hanya mengangguk sambil memegang laptop Iyan yang sudah nyala dari tadi. Rapatpun dimulai, pertama presentasi kegiatan kolaborasi dengan kampus sebelah oleh Tiara, kemudian presentasi kegiatan di CFD (Car Free Day) Dago minggu ini oleh Adit dan terakhir renacana riset Kris untuk proyek perusahaannya, karena rapat baru mulai jam 5 dan kepotong break shalat magrib jadi rapat baru selesai sekitar jam 7.30 malam. Sebagian mulai pamit pulang, tapi tidak Iyan, Nad dan Kris. Ternyata Iyan menunjuk Nad untuk mendampingi Kris dalam proyek risetnya. Mereka bertiga berbincang tentang pertemuan Nad dan Kris, Nad terlihat masih gugup, Iyan bisa melihat itu semua. Sementara Kris tak berhenti tersenyum menatap Nad. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 9, Nad harus segera pulang. Cuaca malam kota Bandung memang sejuk bahkan cenderung dingin, apalagi tadi magrib sempat hujan. Nad mengucek-ngucek tas ranselnya, mencari jaket atau cardigan, tapi nihil. Sepertinya ia lupa membawanya. Astaga bisa masuk angin nih kalo kayak gini, gumam Nad yang terdengar oleh Kris.

"kenapa Nad?"

"oh gapapa" rasa gugup campur senang Nad belum hilang.

"kamu pulang sekarang Nad?" Tanya Iyan yang dijawab gumaman Nad yang masih mengucek-ngucek tas ranselnya berharap cardigannya terselip diantara buku-bukunya. Ada yang menahan lengan kanan Nad. Sontak Nad menoleh, tangan Iyan menahan lengan Nad.

"kenapa Kang?"

"pake ini" Iyan melepas jaket kulit warna hitam dan menyerahkannya ke Nad. Kris menatap bingung dan ada perasaan aneh, entah perasaan apa, Kris tak bisa mendeskripsikannya. Sementara Nad dengan pasrah mengambil jaket milik Iyan.

"terus Akang pake apa?"

"udah jangan khawatir" Iyan tersenyum dan mengibaskan tangannya. "oh ya Kris, bisa anter Nad pulang? Kamu mau ke rumah kan? Nad ngekos di daerah Tubagus kok" sontak Nad dan Kris menoleh ke arah Iyan.

"emang Akang mau kemana?" Tanya Nad cemas.

"aku harus ke kantor dulu, ada beberapa file yang ketinggalan" Iyan melihat eskpresi khawatir di wajah Nad. "gak usah khawatir gitu Nad, Kris baik kok" Iyan tersenyum jahil. "kamu gak keberatan kan Kris?" Kris tersenyum.

"nggak kok Kang, tapi aku gak bawa helm dua kang"

"oh tenang aja, di motor ada kok. Kan Nad biasa nebeng, heeheh"

"ih jadi Akang gak ikhlas aku tebengin?" protes Nad. Iyan terkekeh melihat ekspresi Nad. Mereka mulai beranjak ke parkiran depan cafetaria. Nad sangat canggung saat Kris sudah dihadapan Nad dengan motornya dan mengajak Nad untuk langsung naik. Awalnya Nad ragu, bukan tidak mau. Ia sangat senang bisa diantar pulang Kris. Tapi ia bingung apa yang akan ia obrolkan di perjalanan, perjalanan memang tidak terlalu jauh, tapi sepanjang perjalanan tidak ada obrolan Nad pasti bosan dan tentunya ngantuk. Walau sedikit ragu, akhirnya Nad naik saat melihat senyuman Kris. Tuhan, senyuman itu, senyuman yang membuat Nadya meleleh. Nad tersenyum.


***

"astaga elu dianter si Kris, cowok yang lu suka waktu itu? Eh maaf ralat, cowok yang elu suka ampe sekarang? Astaga elu pasti seneng banget bisa ketemu lagi ama dia. Elu udah punya no ponselnya? Elu tau dia tinggal di mana?.. bla... bla...bla" Kai nyerocos saat Nad menceritakan ia dianter Kris. Nad hanya mampu tersenyum mendengarkan ocehan sahabatnya itu. Kai tahu segalanya tentang perasaan Nad pada Kris, termasuk salah satu motivasi Nad untuk melanjutkan S2 di Jerman.

"iya, iya entar gua tanyain semuanya dan entar gua ajak ke toko biar sekalian belanja, hahah" Nad terkekeh, Kai malah memukul lengan Nad.

"janji ya, elu harus ngenalin ke gue. Tenang aja, gue gak akan naksir kok. Cukup Chan buat gue, hehehe"

Romansa di Paris van JavaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang