*Thea pov*Aku berjalan pelan menyusuri jalan trotoar perumahan yang sangat sepi. Ya, tujuanku sekarang adalah gang itu. Aku tak tahu nama gang itu, karena sejak awal aku tinggal disini, gang itu memang tak memiliki nama.
Aku sudah berpamitan kepada kedua orangtuaku melalui telefon, dengan alasan belajar bersama di rumah salah satu temanku. Alasan yang sangat sederhana, tetapi alasan itu diterima dengan baik oleh orangtuaku, tanpa mencurigaiku.
Orangtuaku tak memiliki waktu bersamaku. Baik ayah maupun ibu Keduanya sibuk bekerja, puduli? Ya, mereka memang masih peduli padaku. Harmonis? Keluargaku memang saling menyayangi dan itu adalah salah satu ciri-ciri keluarga yang harmonis bukan?. Namun, mereka tak harmonis dalam urusan waktu kebersamaan.
Aku sungguh kesepian setiap harinya. Hal yang umum untuk keluarga yang memiliki banyak waktu adalah setiap sang anak pulang dari sekolah, ia akan disambut dengan hangat oleh sang ibu atau mungkin anggota keluarga yang lain.
Tapi aku?, setiap pulang sekolah, tak ada penyambutan yang hangat oleh orangtuaku ataupun saudaraku. Karena aku tak memiliki saudara, aku adalah anak tunggal sedangkan ibu?, ya tadi sudah kujelaskan bukan?.
Aku sudah sangat bosan dan lelah dengan kesunyian dihidupku yang sudah seperti bayanganku, selalu mengikuti kemanapun aku pergi. Tiada warna cerah yang sesuai dengan hidupku. Hanya warna hitam yang sangat mendominasi hidupku.
Seharusnya aku bersyukur, karena hidupku terbilang jauh lebih baik daripada orang-orang diluar sana yang mungkin, jauh lebih menderita dan lebih kesepian daripada aku. Tapi salahkah aku, bila memohon dan berharap agar keluargaku mempunyai waktu untukkku?.
Mereka selalu pulang disaat aku telah terlelap, dan pergi disaat aku bahkan belum terbangun. Terkadang, bahkan mereka tak pulang sama sekali. Aku tahu itu, karena setiap malam aku menunggu kedatangan mereka.
Namun ketika mereka pulang, mereka bahkan tak mengecek kamarku, untuk memastikan bahwa aku sudah tidur atau mungkin, memastikan keadaanku apakah baik-baik saja atau tidak.
Mereka tak pernah tahu keaadaanku. Lebih tepatnya, tak ingin tahu.
Menurut kalian sekarang aku sedang menangis? Jika kalian memang menanyakan itu, jawabannya adalah tidak. Air mataku terlalu berharga, jika dikeluarkan karena hal semacam itu.
Tapi, aku mencoba untuk mengambil sisi baiknya, mereka bekerja untuk membiayai kehidupanku, ya mungkin itu adalah alasan paling baik dan logis. Aku hanya mencoba tegar.
Oh ya tuhan, jika terus seperti ini, lama-lama aku bisa gila!
Merasa frustasi, aku mulai memejamkan mata, lalu mencengkram kepalaku kuat-kuat, berharap semua beban yang kutanggung bisa berkurang. Saat tanganku hendak menarik rambutku, sesuatu menghentikan aksiku.
Kubuka mataku dan mendapatkan Niar tepat dihadapanku, bersama Ami disebelahnya. Tangan niar berada di atas kepalaku. Ternyata, Niar yang telah membuatku tak jadi menjambak rambutku sendiri tadi.
Kulihat sekelilingku, ternyata aku telah sampai didepan gang tak bernama ini. Sungguh aku tak merasa berjalan saat menceritakan kisah keluargaku pada kalian.
Niar menurunkan tangannya, begitupun aku, lalu ia mengguncang bahuku berkali-kali.
"Apa yang barusan kau lakukan?? Apa yang terjadi?" tanya niar padaku. Dia terlihat sangat khawatir.
Aku tersenyum, merasa masih ada orang yang peduli padaku secara nyata, tidak hanya melalui telefon.
"Aku tidak apa-apa,Hanya merasa sedikit frustasi" jawabku lalu tersenyum ringan, menandakan aku benar-benar baik.
"Ceritakan, apa yang terjadi?" Ucap Ami dengan nada sedikit rendah. Hanya mereka berdua yang tahu masalahku dan dapat mengerti diriku.
Aku bersyukur mempunyai mereka, setidaknya mereka adalah satu-satunya alasanku untuk melanjutkan hidupku yang hampa ini.
"Benar, tak terjadi apa-apa padaku. Aku hanya sedikit frustasi mungkin,dan diluar itu, tak ada apapun yang terjadi padaku" jawabku bersungguh-sungguh. Mereka hanya mengangguk prihatin, wajah mereka menyiratkan kelegaan. Oh, sejujurnya aku benci dikasihani.
"Hei, coba kalian lihat pakaian kita, sama-sama berwarna merah dan putih, kita seperti sudah sepakat sebelumnya dan ini terlihat lucu" ucapku mengalihkan perhatian dan berhasil. Mereka melihat kearah pakaian mereka dan pakaianku secara bergantian.
Aku tak berbohong, pakaian kami memang nyaris sama. Niar mengenakan jeans putih panjang sampai ke mata kakinya berwarna putih, dan kaos merah sepundak berwarna merah, sedangakan Ami mengenakan jeans berwarna putih yang sangat mirip seperti punya niar, lalu kaos putih bergaris-garis merah sebagai atasannya, aku sendiri mengenakan jeans putih selutut dipadukan dengan kaos lengan panjang berwarna merah dihiasi dengan bunga-bunga kecil berwarna perak di bagian pundak.
"Hehehe iya yah, kok bisa sama?" Tanya ami yang dijawab dengan anggukan singkat dari niar.
"Ya sudah, kita sudah berada didepan gang ini, jadi masuk?" Tanyaku sambil menunjuk gang yang persis berada di sebelahku.
"Jadi lah" ucap niar mantap.
"Tapi, kau yakin tak ada orang selain dirimu sewaktu kau memasuki laboraturium itu, thea?" Tanya Ami ragu.
"Aku yakin. Tak ada manusia selain aku disana" ujarku meyakinkan.
Baru kusadari, kami semua tak membawa benda apapun, kecuali senter kecil yang kami letakkan di saku celana kami masing-masing. Mungkin benda kecil yang berguna itu saja sudah cukup.
Karena ukuran gang ini hanya cukup untuk tubuh satu orang, maka kami sepakat untuk masuk bergantian. Aku adalah yang pertama masuk, diikuti Niar, lalu Ami dibagian paling belakang.
Kami berjalan sepelan mungkin. Walaupun didalam kegelapan, mataku tetap melihat dengan waspada pada suatu pergerakan sekecil apapun.
Kami berbelok kanan, tak lama belok kiri, lalu belok kiri lagi. Aneh, aku tak mengingat banyak sekali belokan sewaktu kesini tadi pagi. Mungkin, karena sewaktu itu yang kupikirkan hanyalah lari dan menyelamatkan diri. Oh, itu mungkin saja terjadi bukan?
Setelah melewati tikungan beberapa kali, akhirnya setitik cahaya persis seperti tadi pagi, terlihat oleh mataku, mungkin juga terlihat oleh Niar dan Ami.
"Ada cahaya disana!" Ujar Niar dengan penuh semangat sembari menunjuk kearah setitik cahaya tersebut muncul.
Lambat laun, kami mendekati cahaya yang semakin lama semakin besar.
Hingga cahaya yang terang dan mungkin, dapat membutakan mata mengelilingi kami...
***
Hai!! Harusnya jadwal update yang ideal itu kemarin malam, tapi kemarin aku baru buat setengah, jadinya baru bisa update malam ini.
Terimakasih buat yang udah ngevomment ceritaku ya. Aku mengucapkan terima kasih banyak.
Baiklah sekali lagi aku mengucapkan terima kasih dan selamat malam semua....
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGE THE FUTURE
Science FictionThealra, seorang siswi berusia delapan belas tahun yang selain cantik, ia juga cerdas,ramah, dan sopan. Tak seperti gadis lainnya yang sangat menyukai hal yang berbau perempuan diusianya yang sangat belia, Thea malah sangat menyukai hal yang berbau...