Anak Menangis

81 5 1
                                    


Sepanjang jalan desa ini sepi tidak seperti desa pada umumnya yang ramai akan hiruk pikuk. Tidak ada anak kecil yang belarian bermain ditepi jalan. Mungkin memang benar, sebagian besar remaja dari desa ini sudah dikirm ke luar negeri.

Ujung mata Wira menangkap seorang bocah berusia sekitar tujuh tahun menangis sesenggukan di pinggir jalan. Baju yang kusut dan kotor dengan kaki telanjang menambah penampilan menyedihkan bocah itu. Entah apa yang membuat Wira menghentikan langkahnya menghampiri bocah itu. Padahal seharusnya ia harus cepat bergegas menuju Neobrain. Ia berjongkok mendekatkan dirinya dengan bocah itu.

"Kamu kenapa?"

"Aku... Aku... ingin masuk itu." Sesekali bocah itu mengisap ingusnya sembari menujuk sebuah bangunan di pinggir jalan. Wira sudah menduga bangunan apa yang ditunjuk bocah itu, tidak lain adalah Neobrain.

"Ayah dan Ibu setiap hari selalu memarahi dan memukulku setiap kali aku mendapatkan nilai jelek. Mereka selalu bilang apa gunanya aku jika nilaiku selalu jelek. Aku pikir jika aku bisa masuk bangunan itu, Ayah dan Ibu bisa bangga sama aku, mereka tak akan lagi memukulku dan memarahiku di rumah. Tapi aku tidak diperbolehkan masuk oleh orang-orang itu, mereka bilang aku terlalu kecil." Dengan kalimat yang terbata-bata dan sesenggukan, tanpa ditanya oleh Wira bocah itu menceritakan apa yang membuatnya menangis. Seketika itu hatinya terasa miris, bocah itu mengingatkannya akan masa lalunya.

"Kak... Apa Kakak ingin ke bangunan itu?" Tanya bocah itu membuyarkan lamunan Wira.

Wira! Apa yang kamu lakukan? Abaikan bocah itu, cepat menuju target. Suara Raka terdengar dari sebuah alat kecil tak terlihat untuk memberikan instruksi yang terpasang di balik daun telinganya.

"Hmm.. Iya." Wira beranjak berdiri meninggalkan bocah itu. Ketika ia hendak melangkahkan kaki, tangan bocah itu menarik tangannya.

"Semoga kakak berhasil. Orangtua kakak pasti senang melihat Kakak akan masuk ke bangunan itu." Bocah itu tersenyum disela tangisnya yang sudah mulai mereda. Wira mengangguk dan langsung meninggalkannya. Hatinya serasa mendapat kejutan listrik kembali ketika bocah itu menyebut orangtuanya. Langsung ditepisnya bayangan orangtuanya dan menuju bangunan itu.

Sebuah pamflet besar bertuliskan "Sukses di luar negeri bersama Neobrain" menghubungkan satu sisi pagar dengan lainnya. Wira mengembuskan napas panjang dan langsung memasuki bangunan tersebut. Wira langsung disambut oleh seorang petugas yang menanyakan tujuan kedatangan Wira. Wira mengaku ingin mengikuti program Neobrain ke luar negeri. Petugas itu lalu mencatat identitas Wira serta alamat rumah yang ia karang sendiri.

"Kenapa kamu ingin ikut program ini?" Pertanyaan terakhir yang keluar dari mulut petugas itu membuat Wira terdiam sesaat.

"Saya sudah tidak punya orang tua lagi. Mungkin dengan mengikuti program ini saya bisa lebih berguna," aku Wira tanpa adanya sedikitpun keraguan. Selepas itu, petugas tersebut membawa Wira ke sebuah ruangan.

"Kamu tunggu di sini, ya," kata petugas itu sembari melangkahkan kakinya keluar ruangan. Begitu petugas itu pergi, Wira langsung bergerak keluar ruangan dan memasang penyadap di berbagai tempat. 

Menuju Satu MisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang