⭕Bab 1:: Terlambat

108 5 0
                                    

IRIS kelamnya masih menatap nyalang langit malam, entah apa yang dipikirkannya sekarang ini. Setelah dari kafe tadi, Linka memutuskan untuk tetap berada di balkon kamarnya yang terletak di lantai tiga.

Jam telah menunjukan pukul sepuluh malam lewat lima belas menit. Namun, dari atas sini pun ia masih dapat mendengar suara keributan di lantai satu.

Papa dan mamanya kembali bertengkar hanya karena hal sepele. Sejak dulu memang selalu begitu, tak ada keakuran di antara mereka.

Di depan Linka sudah terdapat botol-botol alkohol dengan berbagai macam merek. Tak ada yang dapat melarangnya meminum semua minuman itu. Jangankan melarang, yang memerhatikannya pun tak ada. Paling hanya Mbok Asri saja, itu pun sering digertak keras oleh Linka sampai-sampai Mbok Asri tidak berani lagi.

Mata Linka sudah terasa berat, namun suara pertengkaran itu masih berdengung di telinganya. Matanya menyayu dan ia mulai cegukan. Ia mengucak matanya pelan, lalu sekian detik kemudian ia menggertakkan meja bundar di depannya yang terdapat gelas-gelas kaca alkohol sampai terbalik dan mengeluarkan suara yang nyaring.

"GUE CAPEK!" teriaknya. Linka lalu berlari keluar kamarnya, menuruni anak tangga dengan tergopoh-gopoh, bahkan sampai kehilangan keseimbangan.

Ia sampai di lantai satu, tepatnya di ruang keluarga, tempat yang seharusnya diisi oleh kehangatan dan ketenangan sebuah keluarga. Namun, ini berbeda dari yang diharapkannya.

Sonya berteriak dengan lengkingan suaranya, terlihat juga binaran air mata di pipi wanita karir itu. Sedangkan Hans sedang melambungkan tangannya di udara, pertanda akan segera menampar.

Linka yang melihat kejadian itu di depan matanya sontak marah. Marah pada kedua orang tuanya dan marah pada dirinya sendiri. Tanpa berpikir panjang, ia membanting guci antik yang berada di sebelahnya sampai hancur berkeping-keping, seperti hatinya. Itu berpapasan ketika tangan Hans tinggal beberapa centi lagi mengenai pipi Sonya.

"CUKUP!! MAU SAMPAI KAPAN KALIAN BEGINI hiks." Linka terdengar masik cegukan.

"GUE CAPEK PUNYA ORANG TUA KAYAK KALIAN hiks," lanjutnya sambil menahan tubuhnya pada tembok.

"Linka!" lirih Sonya dengan tatapan prihatin.

Linka menyeret tubuhnya ke bawah hingga ia terduduk. Bulir-bulir air mata pun mungkin sudah lelah keluar dari pelupuk mata Linka, hingga akhirnya gadis itu hanya dapat memejamkan mata, kesadarannya sudah hampir hilang. "Dimana attitude kalian huh? Gue benci hidup ini," gumam Linka terakhir kali hingga kesadaran yang ia punya perlahan menghilang, lalu gelap.

Sunyi dan tak ada suara.

SINAR mata hari pagi masuk melewati ventilasi kamarnya. Cahaya itu sempat membuat Linka bergeliat pada ranjang berukuran king miliknya.

Dengan malas ia membuka mata. Tatapannya tertuju pada jendela yang masih tertutup oleh gorden hitam yang menjulang sampai ke bawah. Ia menghela napas, lalu bangkit dari ranjangnya.

Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Itu adalah pertanda lima belas menit lagi bel masuk berbunyi, dan pertanda ia akan segera dihukum lagi.

"Huh, kenapa sih waktu selalu salah?" gerutunya pada jam dinding yang hanya mengeluarkan suara detakan detik demi detik.

Diraihnya handuk sambil berjalan gontai menuju kamar mandi.

Setelah selesai bersiap-siap, dilihatnya lagi jam dinding yang sudah menunjukan pukul 07.15. Linka hanya membelakkan matanya tanda acuh, lalu mengambil tas dan kunci motornya seraya turun ke bawah.

LinkaRan /ON HOLD/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang