⭕Bab 2:: Lapar

43 3 1
                                    

"Terkadang mulut tidak selalu mengikuti perintah hati. Tetapi, jika kalian bisa berbicara dengan hati, tidak akan masalah bukan?"

***

"EH, Lun. Gue liat pr lo dong!" pinta Linka yang baru saja masuk ke kelasnya. Hari ini ia telah tertinggal dua mata pelajaran gara-gara big mama.

"Yang mana?" tanya Luna dengan santai tanpa mengalihkan pandangannya dari novel setebal 5cm yang tengah ia baca.

"Yang onoh, yang soalnya fisika semua," jawab Linka dengan raut wajah kesal bercampur was-was karena sepuluh menit lagi bel masuk akan segera berbunyi. Pelajarannya Bu Yeni gitu, lho. Guru paling gaje yang gak ada kerjaan lain selain memberikan tugas setumpuk, dan sekalinya masuk selalu marah-marah gak jelas percis cewek kalau lagi PMS.

"Ah, rempong lu. Gua lagi enak-enak baca juga." Luna menutup novelnya, lalu dibalas cengiran manis khas Linka.

Luna mengambil buku tugas dari dalam tasnya, lalu memberikannya kepada Linka.

"Thanks, cantik." Linka tersenyum menggoda sambil mengedipkan sebelah mata, lalu duduk di kursinya yang tepat berada di belakang Luna; pojok terpencil yang biasanya dihuni oleh murid-murid yang gak ada niat untuk belajar di kelas.

Diliriknya Yuki, alias teman sebangkunya yang sebagian besar waktu di sekolah digunakannya untuk tidur. Tangannya dilipat di atas meja dengan kepala yang disembunyikan di dalamnya. Linka hanya membelakkan matanya ketika melihat Yuki yang tengah tertidur pulas, ditambah suara ngoroknya yang meskipun pelan tapi cukup mengganggu dan memecahkan konsentrasi.

Linka segera menempelkan bokongnya dengan sempurna di kursinya yang sama sekali tidak empuk---ya iya lah, bangku kayu.

Ketika ia bersiap mencatat, tiba-tiba matanya terbelak---melihat tulisan Luna yang seperti cakar ayam, ditambah hanya ada soal tanpa jawaban. "Eh kampret! Ga ada jawabannya dongo. Kalau ini sih gua juga udah nulis," cibir Linka dengan reflect seraya memukul kepala Luna dengan buku tugas Luna yang sempat digulungnya tadi.

Luna meringis pelan, kemudian ia pun segera membalikan tubuhnya ke belakang---ke arah Linka. "Masa sih gak ada? Perasaan udah gue catet deh soalnya," jawabnya sewot.

"Iya, soalnya mah udah. Tapi ngga ada jawabannya." Linka menatap Luna jengkel.

"Ah ribet lu. Bentar deh, gue cari si cupu dulu." Luna pun mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas yang rokesnya sudah minta ampun. Matanya pun menemukan satu titik terpencil di barisan paling depan, Defri maksudnya. Anak paling nerd di kelas 11 IPA-4 dengan badannya yang cukup proposional, dan sering menjadi korban bully. Kasihan sih, tapi sebenarnya kalau dia tidak cupu dan merubah sedikit penampilannya, mungkin yah, mungkin ... kegantengannya bisa sederajat dengan ketos yang mukanya paling bening, beuuhh. "Eh, Def! Sinih, Def !" panggil Luna kepada Defri.

Defri yang sedang termenung di mejanya pun hanya menurut. "Ada apa, Lun?" tanya cowok cupu itu yang terkesan kaku.

"Liat pr lu!" pinta Luna dengan nada yang sama sekali tidak lembut. Luna itu cantik dan mukanya bening banget karena ada campuran orang luar di darahnya. Katanya sih bokapnya orang Belanda. Dan yang bikin iri orang-orang itu adalah meskipun Luna mengikuti ekskul basket yang otomatis selalu terkena teriknya sinar matahari, namun kulitnya gak item-item kayak anak-anak cewek yang lainnya—yang selalu mengorbankan uang jajan untuk sekedar beli lulur. Kulitnya itu selalu putih alami dan mulus. Tapi, kalau urusan congor? Udah deh, dia tuh ngomongnya jarang woles. Sabar-sabar aja deh si Indah yang duduk di sampingnya.

Yuki juga sebenarnya mengikuti ekskul basket, tapi selain itu sepertinya dia gak ada niat buat sekolah ataupun belajar.

"Yang fisika?" tanya Defri lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LinkaRan /ON HOLD/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang