Confusing

22 0 0
                                    

Hari ini tepat tanggal 12 Desember dan Liz terbangun dengan pandangan yang berbeda. Ia melihat Will tertidur nyenyak dikursi biasa yang ditiduri selama menemani Liz dirumah sakit. Liz tersenyum karena ia melihat sang kakak tersanyangnya itu kembali. Ia juga melihat Jen tertidur disisi yang lain. Memang tak biasanya Liz terbangun jam lima pagi, tapi karena ia sudah terbangun, ia memilih untuk mandi dan membersihkan tubuhnya dengan air hangat agar tubuhnya tidak menggigil karena suhu udara yang memang dingin karena salju yang turun semakin banyak.

Jen terbangun karena mendengar suara air dari kamar mandi. Ia melihat Liz sudah tidak ada diranjangnya, dan ia yakin kalau Liz-lah yang ada dikamar mandi itu karena Will masih tertidur dengan nyenyaknya.

Jen membereskan kursi yang menjadi tempat tidurnya itu dan melihat jam didinding ruangan, ia sedikit terkejut karena tidak seperti biasa Liz bangun sepagi itu. Tak lama kemudian Liz keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang segar dan terlihat dia sudah segar sehabis mandi. Ia juga agak kaget karena ruangannya sudah rapih dan lampu pun sudah dinyalakan. Tapi ia masih melihat kalau Will masih tertidur.

“Kapan dia sampai disini?” tanya Liz kepada Jen sambil duduk dipinggir tempat tidurnya.

“Tadi malam saat kau sudah tidur, dia bilang dia tidak betah meninggalkanmu terlalu lama. Jadi dia kembali dan tidak menginap dirumah temannyaa demi bertemu kau,” jawab Jen setelah meneguk segelas air putih yang baru saja diambilnya.

Liz tersanjung dengan cerita Jen, sang kakak tidak melupakannya bahkan ia rela untuk kembali dan menemani dirinya di rumah sakit.

“Yap, karena kau sudah bangun dan kita tidak melakukan apa-apa sampai dokter datang untuk meng-kemo kamu, bagaimana kalau kita main Tap Tap Revange? Mengisi waktu luang,” ajak Jen yang baru saja keluar dari kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar lebih segar.

“Ide yang bagus. Sudah lama aku tidak bermain itu,” balas Liz menyetujui ajakkan Jen untuk bermain.

Dengan segera Jen menyiapkan iPad milik Will yang sengaja diletakkan diatas meja dan memilih permainan Tap Tap Revange. Jen sudah merasa kalau Liz akan menjadi temannya sampai kapanpun. Walaupun ia terkena leukemia, tapi Jen tidak peduli. Ia juga dulu punya penyakit yang aneh bahkan bisa membahanyakan dirinya dan orang lain, tapi Liz tidak menjauhinya.

***

Terdengar suara teriakkan dan seruan yang membuat Will terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia melihat sang adik dan Jen sedang mengotak-atik iPad miliknya, ia tahu kalau mereka sedang bermain. Ia melihat jam yang ada ditangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Ia bangkit dan menuju kamar mandi untuk membasuh muka.

“Kalian sedang apa sih? Menganggu tidurku saja,” ucap Will menghampiri Liz dan Jen yang sedang bermain tanpa sadar akan kehadiran Will.

“Kau bisa lihat sendiri. Jangan menganggu, nanti aku bisa kalah dari Jen,” balas Liz tanpa melihat kesiapa yang ia aja bicara. Terlalu serius.

“Ya… Aku me—“ kata-kata Liz terpotong saat ia ingin bicara kalau ia adalah pemenangnya. “Selamat pagi Mrs. Anderson, Anda harus saya kemo untuk pagi hari ini,”

Suara suster itu menganggu pertandingan Tap Tap Revange antara Liz dan Jen. Jen segera membereskan tempat tidur yang dijadikannya sebagai tempat untuk bertanding dengan Liz. Sementara Liz hanya cemberut karena suster tidak membiarkannya untuk memnangkan pertandingan itu. Liz hanya berbaring dengan wajah yang ia tekuk karena kesal dengan suster yang mengkemo ia pagi ini.

Seharusnya pagi itu menjadi pagi yang menyenangkan untuk Liz karena besok ia akan ulang tahun, tapi suster yang mengkemo Liz membantu rencana Will dan Jen untuk membuatnya kesal dihari-hari sebelum ia ulang tahun. Ditambah Liz hanya bisa berdiam diri dikamar karena tidak boleh keluar untuk melihat salju.

“Aku bosan,” Liz menghelena napas dan menyenderkan dirinya dikasur.

Will yang melihatnya disofa hanya menggelengkan kepala dan bangkit dari duduknya. “Aku ingin pergi.”

Liz terkejut dengan kata-kata yang diucapkan kakaknya. Ia bertanya-tanya didalam hatinya, mengapa sang kakak akhir-akhir ini selalu pergi meninggalkannya bersama Jen?

“Pergi? Kau pergi terus,” cetus Liz dengan wajah memincing.

Will membalikkan badannya dan melihat sang adik. “Aku bosan disini. Lagipula kau sudah ada yang menemani kan? Aku ingin kehidupanku kembali seperti dulu”

Seketika wajah Liz berubah saat mendengar kata-kata sang kakak. Kata-kata yang masih sulit dipercaya oleh Liz. Tubuh Liz menjadi lemas dan memandang sang kakak tidak percaya.

“Ka-kau bosan menjagaku?” Liz mengucapkannya dengan terbata-bata dan suara cerianya berganti suara sendu. Air mata mulai menetes dipipinya. Jen berusaha menenangkannya namun sia-sia. Sementara Will terdiam dan tidak bisa melihat wajah adik tercintanya menangis. Itu sama saja dengan menghancurkan perasaannya.

“Sudahlah! Aku hanya ingin pergi sebentar.” ucap Will pergi meninggalkan Liz dalam tangisnya. Ia sama sekali tidak bisa melihat adiknya menangis. Will memegang rambutnya dan menariknya. Ia tidak bermaksud membuat sang adik menangis tapi apa boleh buat itu hanya sekedar taktik untuk mensukseskan rencana mengerjai Liz sebelum hari ulang tahunnya.

Niall melihat Will duduk di meja paling pojok dan menghampirinya. Dia terlihat frustasi.

Whadup man? Kau kenapa?” sapa Niall dengan menepuk bahu Will.

Will tersenyum palsu saat melihat Niall datang. “Tidak. Aku hanya sedih melihat Liz menangis,”

Niall yang bingung dengan jawaban Will akhirnya duduk didepan Will. “Maksudnya?

“Aku mengatakan kalau aku bosan menunggunya dan dia terlihat sedih dengan kata-kata itu. Aku tidak tega melihatnya seperti itu. Aku sangat menyayanginya,”

Niall mengangguk mengerti. “Sudahlah. Kau harus menahan rasa tidak tegamu itu. Besok juga sudah selesai kita berpura-pura menjauh dari dirinya. Dan besok kau pun akan melihatnya tersenyum lebar.”

Kata-kata Niall membuat Will sedikit tenang. Ya, besok ulang tahunnya Liz dan semua kepura-puraannya akan hilang dan dia akan melihat senyuman ceria Liz kembali. “Thanks man,

Dilain tempat, Liz masih menangis dalam pelukan Jen. Ia sama sekali tidak menyangka kalau sang kakak yang dulu pernah bilang tidak akan meninggalkannya sudah berubah. Berubah karena bosan menemaninya dirumah sakit.

“Sudahlah, aku yakin dia hanya sedang emosi saja. Aku tahu kok kalau dia sangat menyayangimu.”

Tangisan Liz terus berlanjut sampai ia tertidur didalam pelukan Jen yang sangat hangat. Ia meresa nyaman jika dekat dengan Jen, sama seperti saat dia dipeluk oleh Will. Sebelum ia tertidur ia membanyangkan wajah Will yang selalu menemaninya selama ia dirumah sakit. Namun masih dalam tangisnya. Dan tangisannya memuncak saat ia membanyangkan kata-kata Will yang baru saja diucapkannya sekitar beberapa jam yang lalu.

Jen menidurkan tubuh Liz diatas tempat tidur dan menyelimutinya dengan hati-hati. Ia melihat mata Liz yang sembab karena tangisannya untuk Will.

Moments [HOLD ON]Where stories live. Discover now