Mengaguminya dalam diam

705 44 27
                                    

Sungguh sulit menjalani hari-hari yang semakin lama semakin menyakiti. Hanya bisa memandangnya dari kejauhan, memperhatikan langkah demi langkah yang ia tempuh, melihat dia dari kejauhan tersenyum kepada orang-orang yang menyapanya.

Berbeda denganku.., yang hanya bisa memandangnya dari kejauhan tanpa punya keberanian untuk menyapanya.

Yaa.. hanya menganguminya dalam diam, diam yang mewakili segala perasaanku padanya.

Karena mengagumimu dalam diam saja sudah membuatku takut. Takut posisi Allah berubah dari hatiku, khawatir bayanganmu menguasai pikiranku. Mengagumimu harus dengan porsi yang cukup agar imanku tidak runtuh, agar Allah dan Rosul tetap lebih unggul.

Dia, orang yang ramah, pandai bergaul, pintar, selalu tersenyum kepada orang lain, yaa.. dia adalah Auzan, lebih tepatnya Auzan Al-Farizy.

Bagi orang sepertiku harus mempunyai keberanian penuh untuk berbicara dengannya.

Dia memang orang yang baik, tapi aku ragu, apakah dia mau bergaul dengan orang sepertiku?

Dia amat bersinar dikalangan orang sepertinya, sedangkan aku.., aku hanya orang biasa yang bahkan untuk bergaul dengan orang lain pun aku tak punya cukup keberanian.

Tanpa kusadari bel pulang pun sudah berbunyi, aku segera memasukan bukuku dan alat tulis ke dalam tas. Anak-anak lainnya berhamburan keluar kelas dan setelah kelas mulai kosong.

''Fidzhilla, kenapa kamu melamun dari awal bapak mengajar?'' Ujar Pak Azzam yang sontak membuatku mendongakkan kepala.

''Ah, itu.. mm.. maaf yaa Pak, kalau saya tidak memperhatikan Bapak tadi. Saya tidak apa-apa Pak.''

''Benar kamu tak apa? Apa kamu tidak ada masalah dengan teman-temanmu? Apa kamu dikucilkan teman-temanmu?'' ucapnya lagi dengan nada cemas.

Aku meyakinkannya, ''Tidak Pak, saya tidak apa-apa.''

''Yasudah kalau kamu tidak apa-apa, tapi kalau kamu ada masalah jangan sungkan cerita ke Bapak yaa, Lala. O, iya Bapak keluar kelas duluan yaa. Assalamu'alaikum.'' ujar dia yakin atas ucapanku tadi dan pergi keluar kelas meninggalkanku.

''Ah iya Pak, Wa'alaikumsallam." ujarku sambil melihat punggung guru itu menjauh dan keluar kelas.

Aku pun segera keluar kelas dan mengambil sepeda kesayanganku diparkiran. Yaa.. hanya sepeda itulah yang tetap setia menemaniku menjalankan hari demi hari. Aku pun menuntun sepedaku, tak sengaja aku melihat Auzan berjalan kearahku bersama temannya sambil mengobrol dan tertawa, aku ingin seperti dia bisa mempunyai teman untuk berbagi cerita, untuk saling melengkapi.

Ya ampun, dia melihatku! aku mengalihkan pandanganku dan buru2 berjalan ke arah pintu gerbang sekolah sambil berjalan menunduk agar dia tak tahu bahwa tadi aku memperhatikannya.

Aku mempercepat langkahku yang berjalan sambil menuntun sepedaku. Yang ada dipikiranku saat ini hanyalah, 'Semoga dia tidak melihatku tadi.' Aku sempat melihat sekilas bahwa dia menatapku dengan tatapan aneh. Mungkin dia bingung karna sikapku atau menganggapku salah tingkah. Entahlah..

*

Malampun tiba, aku memandang ke jendela kamarku, melihat langit yg begitu gelap, hanya bulan purnama yang membuatnya sedikit lebih bercahaya dan beberapa bintang yang bersinar.

Aku menerawang, 'dimana Ayahku saat ini? Apa dia baik-baik saja? Bagaimana raut wajahnya? Ayah.., Lala rindu pada Ayah, Lala ingin bertemu Ayah, tapi Lala juga benci Ayah. Kenapa ayah meninggalkan Ibu dan aku?''

''Lala, makan dulu!" panggil Ibu yang seketika membuyarkan lamunanku.
''Iya bu!'' jawabku segera menghampiri beliau.

****
Sampai saat ini aku tak berani menananyakan tentang Ayah kepada Ibu. Aku takut Ibu sedih, aku juga takut Ibu marah. Selama makan malam tak ada perbincangan dengan Ibu, aku memang tak pandai berbicara dengan orang sekitarku, bisa dibilang pemalu atau mungkin cuek. Aku lebih memilih menyimpan perasaanku daripada mengungkapkannya kepada orang lain.

*
Malam pun semakin larut, aku pun terbangun dan segera mengambil air wudhu lalu sholat tahajud. Setelah sholat, Aku pun berdoa kepada Sang Pembolak-balik Hati.

''Yaa Rabb..., engkaulah yang tahu apa yang aku rasakan saat ini dan apa yang aku alami. Maafkan aku jika aku jarang bersyukur kepadamu atas nikmat yang engkau berikan kepadaku, terimakasih aku masih bisa bernafas sampai detik ini, aku masih bisa mendengar, melihat, bahkan berbicara. Terimakasih karna aku masih mempunyai ibu yang tegar, yang bisa merawatku Sampai sebesar ini.

"Yaa Rabb.., jaga orang-orang yang sayang padaku, berikanlah mereka kebahagiaan.
Yaa Rabb..., aku rindu pada Ayahku, aku ingin tahu rasanya mempunyai seorang Ayah yang bisa mengantar-jemputku seperti Ayah teman-temanku, Ayah yang melindungi anaknya, orang yang bisa menjadi teman berbagi cerita maupun Ayah.

"Aku ingin merasakan bagaimana rasanya mendapat pelukan dari ayahku, tapi aku juga membencinya karna telah mengkhianati Ibu. Yaa Rabb.., terimakasih engkau masih memberikaan aku kekuatan untuk melawan penyakitku ini. Aku percaya semua rencanamu pasti lebih indah.'' ujarku kepada Sang Maha Pencipta. Tanpa sadar air mataku jatuh perlahan membasahi pipi dan mukena yang kupakai.



To be countinued..

Because I Can [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang