Air

209 23 0
                                    

Kuharap aku bisa menjadi seperti air, yang dibutuhkan semua makhluk. Air yang terus mengalir perlahan tanpa henti. Yang ketiadaannya dicari, yang ketiadaannya dibutuhkan.

Tapi aku tak ingin sepedih air.
Hanya dicari saat dibutuhkan. Dan tak Ada seorang pun yang berterimakasih kepada dia.

Dan aku pun tak ingin seegois air.
Dia menghilang tanpa jejak saat semua orang membutuhkannya. Saat dia tak mengalir, semua orang mencarinya, rela membeli seberapapun harganya.

Sepulang dari makan malam itu Aku mengurung diri dikamarku. Aku tak mampu lagi menahan bulir-bulir Yang kututupi dengan tersenyum. yaa.. senyum yang menutupi kesedihan yang bahkan, tak sanggup kuhadapi. Kini Entah sudah berapa banyak butiran bening itu keluar dari mataku.

*****
flashback on

'Nak, ini kenalin lala anak ibu. Lala, kenalin ini auzan.' Ujar ibu sambil melihat kearahku Dan auzan bergantian.

Ketika kudengar nama itu, Aku mengernyitkan dahiku, lalu menatap nama Yang ibu sebut tadi untuk memastikan apakah benar itu auzan Yang kumaksud atau bukan.

Ketika Aku melihat kearahnya Dan itu hampir membuat jantungku kumat. Sungguh Aku tak sanggup menatapnya. Seandainya kutahu calon saudaraku adalah dia, Aku pasti menolak untuk datang ke acara dinner ini.

Jika saja Aku tak datang pada malam ini Dan lebih memilih bertemunya saat ijab qobul, pasti rasa sakit itu hanya menghantamku sekali tapi ribuan Dan tak Akan ada lagi Yang berubah, tak akan pernah. Daripada saat ini? Aku hanya bisa menahannya Dan tak sanggup berbuat apa-apa Karna hanya dengan cara ini Aku dapat melihat ibu bahagia.

flashback off

****
Dan kejadian tadi malam selalu terngiang-ngiang dikepalaku ketika Aku melihat bahwa saudara tiriku adalah orang Yang kucintai mulai dari Aku masuk ke SMA ini, Aku telah mencintainya selama 3 tahun Tanpa dibalas olehnya.

Aku tak meminta balasan kepadanya. Karna bagiku cinta Yang tulus itu mencintai Tanpa dicintai. Dan kalau Aku memintanya membalas cintaku itu namanya timbal-balik atau balas budi, bukan Cinta!

Aku sanggup memendam rasa ini Tanpa diketahuinya hingga beratus-ratus tahun lamanya, bahkan Tanpa balasan! Aku pun sanggup diacuhkan olehnya berkali-Kali, Tapi Aku tak sanggup Bila melupakannya! Tak sanggup, tak Akan pernah sanggup melupakan seseorang Yang pernah bersemayam dihatiku!

Karna berusaha untuk tidak mencintai seseorang Yang pernah dicintai itu lebih sulit daripada harus berpura-pura untuk mencintai seseorang!

Dan kini? hanya tinggal menghitung hari lagi Auzan Akan menjadi saudara tiriku. Entah nanti kesakitan apalagi Yang akan kualami ketika dia menjadi saudara tiriku.

Dan mungkin Allah telah menjawab do'aku selama ini, yaa.. Aku berdo'a agar kelak Aku dapat hidup bersamanya dalam satu atap. Lalu? Kini do'aku telah terkabul, dan apa Yang Aku lakukan? Aku malah menyesali ini semua karna bukan bersaudara dengannya maksud dalam doaku, tapi menikah dengannya!

Bila semua orang berkata obat itu pahit, tapi bagiku kenyataanlah Yang pahit. Karna ia Yang membuatku merasa tak ingin hidup lagi. Kenyataan Yang membuat dadaku sesak.

Sekali lagi karna airlah Aku belajar ketenangan.

Ketenangan yang mengajarkan bahwa diam adalah penyelesaian masalah terbaik.
Diam yang mengartikan seluruh perasaan.

Dan hanya air mata yang menceritakan semua perasaan ini.
Air matalah yang mewakili bibir saat tak dapat berbicara.

Hari ini Aku tak ingin masuk sekolah. Sejak tadi ibu selalu mengetuk pintu kamarku Tapi Aku hanya diam tak menjawab. Aku tak ingin berbicara dengan siapapun saat ini.

Entah sudah bagaimana penampilanku saat ini Aku tak peduli, Kini Aku hanya bisa menangis Dan terus menangis. Karna hanya itulah Yang bisa kulakukan untuk menyesali semua ini.

Memang tak Ada gunanya untuk menyesali semua Yang sudah terjadi, tetapi Hanya dengan menangislah Aku bisa melampiaskan seluruh rasa yang tertahan. Hanya dengan cara itu Aku dapat merasakan lega walau sesaat. Karna menangis Aku merasa bahwa masalah yang Aku hadapi terselesaikan, padahal tidak satupun.

Tok Tok Tok

'Lagi-lagi suara ketukan itu!' Ujarku sambil mendengus kesal.

'La, ini Ada nak William. Dia ingin bertemu kamu, ibu mohon kamu keluar kamar yaa nak. Ibu juga khawatir sama keadaanmu. Kamu Kenapa mengurung diri didalam kamar Sejak tadi malam?' Ujar Ibu dengan nada cemas.

Entah Kenapa mendengar nama itu energyku full, Aku langsung menghapus air mata Yang membasahi pipiku. lalu bangun meninggalkan bantal Dan selimut Yang basah Karna derai air mataku. Dan Aku segera mengambil handukku lalu bergegas ke kamar mandi.

****
Aku berdiri didepan cermin, menatap diriku dari bawah ke atas. Sebelum sampai keujung kepala, Aku menatap wajahku. Bagaimana ini? Apa Aku harus keluar kamar dengan mata sembab seperti ini? Bagaimana kalau nanti Aku ditanya-tanya olehnya? Apa Aku harus memakai make up? Ah tidak, Aku bukan wanita seperti itu! Bagaimanapun keadaannya Aku harus keluar kamar!

Cklek

Pintu kamar kubuka. Aku melihat kebawah, diruang tamu Ada William Dan ibu sedang berbincang. Aku menarik napasku sejenak lalu mulai menuruni anak tangga satu per satu.

Tuk Tuk Tuk Tuk

Sepasang mata kini sedang menatapku, mata Yang indah, tatapannya teduh, sungguh menentramkan hatiku. Dan kurasa kini rona dipipiku muncul, menampakkan wujudnya. Aku hanya menatapnya sekilas lalu kembali menundukkan kepalaku.

'Hmmmm.. kamu ini la! Kalau nak William aja langsung keluar kamar, Kalau ibu Ngga keluar-keluar. Yaudah ibu tinggal ke dapur dulu. Kalian ngobrol gih, tapi inget, jaga jarak! O,Iya nak William, jgn lupa yaa.' Ujar ibu panjang lebar lalu bangkit dari duduknya Dan menuju ke dapur.

Ketika Aku menoleh ke arah William Dan ibu bergantian, firasatku Ada yang aneh. William hanya tersenyum dan mengangguk setelah ibu berbicara panjang lebar tadi.

'mm.. apa kabar? O,Iya kamu kenapa tadi Ga masuk? Kamu sakit? Tunggu-Tunggu.. eh, ko matamu sembab? Kamu nangis? Aku bikin Kamu sedih yaa? Apa Aku bikin Kamu terluka? Atau Ada omongan Aku yang nyakitin Kamu? Kamu harusnya Ga tinggal diem kalo Aku nyakitin Kamu! Harusnya Kamu marah La! Kamu nyakitin Aku juga! La, Aku.. minta maaf.' Ujarnya Tanpa henti Dan diakhir kalimatnya dia tampak sedih lalu menundukkan kepalanya tanda dia menyesali perbuatannya.

'Will, Aku Ngga papa, tadi agak Ga enak badan aja. Kamu Ga salah apa-apa ko, Kamu juga Ngga pernah nyakitin Aku will. Harusnya Aku Yang minta maaf sama Kamu! Maaf Aku udah bikin Kamu cemas.' Ujarku dengan nada lembut Dan diakhiri dengan menunduk tanda menyesal sama sepertinya.

'Terus kenapa matamu sembab? Ibumu bilang, Kamu begini karna pertemuan itu? Memangnya kenapa?' Ujarnya dengan nada cemas.

'Ah Ngga ko, Ngga papa.' Ujarku mengeles.

'Jangan boong La! Aku Udh kenal Kamu, semua sifatmu, tingkahmu, perlakuanmu, Aku udah hafal! Dan satu lagi, Aku ini sahabatmu, Bukan orang asing!' Ujarnya dengan nada Marah, pasrah, Dan cemas.

Dia mengganggapku sahabatnya, tak lebih dari itu.

'Insha allah Klo Aku sanggup certain yaa will, Tpi Klo Sekarang belum sanggup.' Ujarku sambil menyeka butiran bening yang siap keluar dari mataku.

'Aku janji bakalan cerita semuanya ke Kamu, tapi Ga sekarang yaa. Aku mohon Kamu ngerti will, Insha Allah besok Aku Akan cerita. Yaudah ini udah malam Kamu mending pulang gih.' Ujarku lagi menahan kepedihan ini.

'Mm.. yaudah deh, ditempat biasa yaa, jam 10. Aku pulang dulu, Assalamu'alaikum la, tante william pulang dulu.' Ujarnya sambil mencium punggung tangan ibuku.

'Wa'alaikumsallam.' Ujarku dan ibu bersamaan.

#ThanksForRead
#Votmenntnya yaa 🙏
#Terbit setiap hari jum'at. Terimakasih 🙏

Because I Can [On Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang