Sister

228 38 38
                                    

"What the hell? There's no my favorite"
Aku menekan tombol pada remote yang sedang ku pegang. Sudah hampir 10 menit aku duduk di tempat yang sama dan melakukan hal yang sama. Mengganti channel tv. Huft membosankan.
"Maiidd. Give me some food"
Aku berteriak memanggil seseorang yang sejak 4 bulan ini tinggal dirumah mewah. Tentu saja menjadi pembantu dirumah ini.
Apa ini? Tidak ada jawaban? Bagaimana ini bisa terjadi? Biasanya dia selalu menjawab setelah aku meminta mereka.
"Maidy"
aku berteriak sekali lagi. Apa tidak ada orang dirumah ini? Apa pembantu itu tidak mempunyai telinga?
"Tay, Maidy tidak ada dirumah. Dia sedang ke minimarket membeli keperluan rumah"
tiba tiba Ny. Marline berada dihadapanku dan menjelaskan semuanya. Ya, Ny.Marline juga pembantu di rumah ini, tapi kita menganggap nya sebagai anggota keluarga kita, dia sudah bekerja dirumah ini hampir 30 tahun, sejak mom belum menikah.
"Ny Marline, sejak kapan aku memberi pekerjaan kepada Maidy untuk membeli kebutuhan rumah? Kau yang seharusnya melakukannya" aku sedikit memarahinya, meski aku tau dia jauh lebih tua dari aku.
"Taylor, maafkan aku, aku yang sudah menyuruhnya tadi karena aku merasa kepalaku sakit saat aku akan pergi belanja. Maafkan aku."
Aku menghembuskan nafas dan memutar bola mataku kesal. Sejak kapan ada pembantu yang menyuruh pembantu lain untuk mengerjakan tugasnya.
"Ny.Marline, kau bukanlah seorang tuan rumah yang bisa menyuruh pembantu lain untuk melakukan pekerjaan mu. Dia mempunyai tugas sendiri. Dan kau juga. Apa kau berfikir bahwa kau bisa menjadi tuan rumah? Pergilah ke dapur dan bawakan aku jus."
Ny.Marline menatap dalam mataku, apa yang sedang ia pikirkan? Dia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, kemudian pergi
"what the f.."
Krinnggg
Bunyi telfon rumah berdering. Telfon rumah itu. Sejak 4 bulan yang lalu, telfon itu tidak mengeluarkan suaranya . Dia tetap membisu. Namun sekarang, dia berdering.
"Halo?"
Aku menolehkan kepalaku saat aku mendengar ada suara yang menjawab telfon itu. Ny.Marline sedang mengangkat telfonnya. Siapa kira-kira orang pertama yang menelfon dengan nomor telfon rumahku yang sejak 4 bulan ini tidak pernah berdering kembali?
"Taylor, ada yang ingin berbicara padamu"
Suara Ny.Marline membuyarkan lamunanku. Siapa orang pertama itu yang ingin berbicara padaku?
Aku bangun dari duduk nyaman ku dan menuju kursi telfon yang tak jauh dari tempat dudukku
Aku mengayunkan kepalaku ke depan, menanyakan Ny.Marline siapa yang ada di seberang sana. Ny.Marline hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil menjulurkan telfon yang di genggamnya. "Lanjutkan pekerjaanmu"
Usirku halus sambil mengambil telfon di tangannya. Aku kemudian meletakkan telfon itu pada telinga kananku saat Ny.Marline pergi.
"who's there?" Tanyaku pada stranger diseberang sana. Tidak ada jawaban, hanya hembusan nafas panjang yang kudengar
"Hello. Who's there?" Aku mengulangi pertanyaanku. dan menunggu jawaban dari orang diseberang sana.
"Apa ada orang disana?. Jika ada, bicaralah." Aku mengganti keberadaan telfonku di telinga kiriku. Masih tidak ada jawaban. Kenapa orang itu menghabiskan waktuku. Mungkin saat ini aku bisa meminum jus yang telah dibuat oleh Ny.Marine. Aku menunggu beberapa detik sebelum kesabaranku telah habis.
"Baiklah, jika kau tidak ingin bicara, jangan menelfonku. Kau menghabiskan beberapa menitku. Kututup tel.."
"Taylor tunggu"
Deg..Suara itu. Suara yang tidak ingin kudengar saat ini. Suara yang akan membuat ku mengingat kenangan pahit yang selama ini ingin kulupakan
"Mm-mau ap-pa k-kau?" Aku membulatkan mataku sambil berusaha untuk tetap berbicara. Otakku mengenang semuanya sekarang. Hatiku kembali sakit.
"Taylor, dengar. Dad ingin minta maaf"
Aku masih terdiam kaku, tidak tau harus bilang apa. Pria itu, pria itu yang telah menghancurkan hidupku, pria yang telah menghancurkan hidup ibuku dan menghancurkan hidup kakakku. Dia juga telah membunuh ibuku. pria itu, aku membenci dirinya. Aku sangat sangat membenci dirinya
"Shit. Wtf? Kenapa kau kembali? Apa yang kau inginkan? Ibuku sudah tiada? Apa yang ingin kau ambil lagi dari keluarga ini? Kebahagiaan keluarga ini sudah kau ambil. Ibuku sudah kau ambil. Apa? Apa yang ingin kau ambil?" Aku diam sejenak. Menitikkan air mata. Mengeratkan genggamanku pada telfon ini. Sakit itu kembali lagi.
"Dear tolong de.."
"Jangan memanggilku dengan sebutan itu. Aku jijik mendengarnya."
brakk. Aku menutup telfonnya dan membantingnya keras. Apa yang sudah dia lakukan. Seteah semua kejadian itu, untuk tujuan apalagi dia menelfonku? Aku jatuh ke lantai ,badanku terlalu lemas untuk berdiri setelah kejadian yang baru saja terjadi. Aku menekuk lututku dan menenggelamkan kepalaku padanya. Air mata ku masih mengalir. Tanganku terlalu malas untuk menghapusnya.
Aku merasa ada sebuah tangan halus yang mengelus rambut brunette ku.
Siapapun yang disana, kau tidak akan bisa mengobati luka hatiku ini.
Aku mendongakkan kepalaku perlahan, ku lihat dihadapanku, Ny.Marline membawa sebuah sapu tangan di tangan kirinya sambil tersenyum ke arahku. Aku menatapnya kosong lalu mengalihkan pandanganku pada pintu ruangan yang sudah kosong sejak 4 bulan yang lalu. Aku menundukkan kepalaku
"hapus air matamu, nak. Dan minumlah jusmu." Ny.Marline menyodorkan saputangan dan jus yang entah sejak kapan dia membawa jus itu.
aku menghapus air mataku dengan sapu tangan yang Ny.Marline berikan padaku, yang lalu meminum jus itu. Aku hanya ingin lebih baik.
"Jangan terlalu memikirkannya, tay. Kau bisa sakit nanti. dia hanya ingin menjelaskan semuanya agar kau tidak salah paham. Ayahmu ingin kau.."
"Ny.Marline, dia bukan ayahku, dan tak akan pernah menjadi ayahku." Aku mencoba berdiri dan menuju tangga untuk pergi ke kamarku.
"Dan Ny.marline, jangan pernah mencoba untuk memberiku saran untuk apa yang akan ku lakukan. Aku bisa melakukannya sendiri. dan ya, jika kau tau bahwa dia yang menelfon, jangan sekali-kali kau memanggilku agar aku menerima telfon darinya. Aku tak akan segan-segan untuk mengusirmu dari rumah ini."
Aku memberi tambahan penjelasan saat aku berada di tangga lalu aku menuju ke kamarku dan menutup pintunya keras. Entah apa yang akan kulakukan sekarang. Duduk di balkon kamar mungkin akan lebih baik.
Aku melihat City Flower Garden yang letaknya di seberang rumahku. Ya aku bisa melihatnya jelas dari arah sini. Melihat bunga, dan orang-orang yang tersenyum mungkin akan mengembalikan moodku. Aku bersandar di dinding balkon itu. Aku kembali mengingat kejadian buruk 4 bulan yang lalu saat aku melihat seorang gadis berjalan dengan menggandeng seseorang yang usia nya mungkin lebih tua darinya. Mungkin dia ibu gadis itu. Aku tersenyum menahan tangisku. Aku berfikir bahwa aku ingin seperti gadis itu. Yang berjalan menggandeng tangan ibunya dengan senyuman dan tawa mereka. Aku menggeleng saat aku tau bahwa aku tak akan bisa seperti mereka. Tidak mungkin. Ibuku sudah meninggal 4 bulan. Mengenaskan jika mengingat semuanya.
"Taylor?"
Aku menoleh ke arah suara itu saat aku mendengarnya.
"Membalikkan badan bukan hal yang sulit kan?"
Tanyanya ramah denga senyum di bibirnya. Dia kakakku, Eliza Hill.
Aku menghiraukannya dan kembali menatap taman bunga itu.
"Taylor, whats wrong?"
Kudengar pintu tertutup dan langkahnya mendekatiku. Dan ya, dia duduk disampingku. Melakukan hal yang sama denganku, menatap taman bunga itu.
"Tay, ada saat dimana kita harus melupakan segalanya. semuanya Tay, you must do it because you can do it, Tay. I trust you"
Dia menatap dalam mataku yang masih tertuju pada taman bunga itu. seperdetik kemudian, aku menunduk , mataku tertuju pada sandal yang kupakai. Sandal rumah itu, ibuku memberinya sebelum dia meninggalkan kita. Dia memberikanku dengan warna merah jambu, warna favoritku. Dan memberikan pada kakakku warna biru, warna favoritnya juga. Ibuku, dia orang yang tau segalanya, tau apa yang kita sukai dan tau apa yang tidak kita sukai. Apa yang sedang ia pikirkan sampai ia tega membunuh orang sebaik dan sesempurna ibu?
"Liz, aku dan ibu adalah seperti sepasang sandal ini. Kita tidak akan terpisahkan. Tidak akan. Jika memang salah satunya hilang, apa yang terjadi dengan sandal sebelahnya? Ia tidak berguna. Dia tidak berguna karna tidak ada pasangannya. Sama denganku, jika ibu tiada, aku tidak berguna, aku ingin menjemput ibuku,Liz. Aku tidak bisa sepertimu. yang selalu kuat setiap hari dan kau juga mencoba menguatkanku. No, i cant do like you do" aku mengatakan apa yang ingin kukatakan sekarang. Baiklah, air nata ini sudah menggumpal di kelopak mataku. Aku memejamkan mataku, turunlah kembali tetesan air mata itu. Menutup wajahku yang basah dengan kedua tanganku mungkin itu lebih baik. Eliza tidak suka jika aku menangis.
"Tay, jangan mencoba melakukan hal yang membahayakan dirimu. Di alam sana, ibu ingin melihat kita tersenyum dan kembali menjalankan kegiatan kita seperti biasa. Dengarkan aku" Eliza menghadapkan tubuh dan kepalaku ke arahnya. Kita berhadapan. Dia seperti menahan tangisnya. Dia tidak pernah menangis, sama seperti diriku sebelum ibu meninggalkanku, dulu aku kuat, tidak pernah menangis, tegar dan tidak emosional. Namun sekarang, pria iti mengubah segalanya.
"Taylor, dengar. Ibu menyayangi kita. Aku menyayangimu. Kau menyayangi ibu kan?"
Tanyanya sambil memegang kedua bahuku dengan kedua tangannya
"Apa yang sedang kau tanyakan, Eliza? Aku sangat-sangat menyayanginya. Apa kau kehilangan akal?"
Tanyaku sambil melepas tangannya yang ada di bahuku, aku menghadap ke taman itu lagi, menyampingi eliza
"Tay, dengarkan aku"
dia kembali membalikkan badanku dengan kedua tangannya di bahuku, menghadapnya.
"kalau kau menyayanginya,jangan pernah mencoba melakukan hal bodoh. Kau mengerti?"
Senyuman tulus nya mengakhiri ucapannya. Aku mengangguk menjawab tanyanya dan tersenyum kepadanya.
"kau mirip dengan ibu, Liz"
ucapku saat dia merengkuhku ke dalam pelukannya. Hangat, itulah yang kurasakan.
aku merasakan dia tersenyum, namun dia tidak menjawabnya. Aku melepas pelukannya.
"Istirahatlah tay. Aku akan pergi" Tanyanya sambil memegangi pipi ku dan mengusapnya.
"Liz, tidakkah kau lelah untuk pergi setiap menit? Stay with me, please?" tanyaku heran
"Tay, aku harus bekerja lagi. Istirahatlah" dia berdiri dan menciumku sebelum dia keluar dari kamarku. Dia masih bekerja, lalu untuk apa dia tadi pulang kerumah? apa mungkin Ny.Marine menelfonnya untuk pulang saat aku menangis tadi? Secepat itukah dia datang untuk menghiburku? Akupun bingung.
Aku berjalan ke arah tempat tidur ku. Dan menjatuhkan tubuhku di benda empuk dan nyaman ini. Aku merabakan tanganku, mencari ponselku. Aku menemukan ponselku di meja samping tempat tidur. Membuka kunci nya dan apa ini? 10 sms dari Eliza dan Karen?
eliza : what happen with you?
Eliza : taylor? Ny.Marine told me about u
Eliza : taylor?
Eliza : answer me
karen : tay, where r u?
Karen : tay, kau bisa antar aku?
Eliza : should i go home?
Eliza : on my way
Eliza : wait for a minute
Karen : baiklah tidak usah, mungkin kau sibuk
Oh god 10 sms dari kakakku dan sahabatku tidak ku balas. Benar. Ny.Marine memberitahu nya. Dia pulang untukku. Meninggalkan pekerjaan pentingnya. Dia sungguh kakak yang sempurna. Sangat sempurna. dia yang menjagaku saat ibu sudah tiada. Dia berusaha untuk menjadi ibu bagiku. Dia bekerja untukku. Dia bekerja untuk membiayai ku kuliah dan membiayai hidupku dan hidupnya. Meskipun aku tidak pernah tau apa pekerjaannya, dia selalu bekerja keras setiap hari. Dan ku ulangi lagi. itu semua hanya untukku.
Aku menguap sekali lagi. Mungkin aku terlalu mengantuk. Me-lock ponsel ku dan meletakkannya pada meja samping itulah yang kulakukan sekarang. Lalu, aku membenahi bantalku dan memeluk gulingku sebelum aku istirahat. Aku mengistirahatkan pikiran, fisik, dan hatiku



Haiiii readers. Welcome to my new story..
Sorry for an awkward bad story. Im not professional writer:) but i will try my best for u all:) hope u enjoy.

I love u:*

Taylor and Eliza in mulmed

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang