Sinar Mentari dan Lampu Kota. Dua hal yang sangat disenangi Wendy. Perlahan-lahan, lampu kota yang dilihat matanya mulai hilang dan digantikan oleh sinar mentari yang muncul di ufuk timur dengan malu-malu. Wendy tersenyum kecil. Hanya dengan melihat peristiwa tersebut dapat membuat dirinya tenang dan masalah-masalahnya hilang dalam sekejap. Ia pun bangkit dari balkon kamarnya dan mengambil ransel.
Lagi-lagi mansionnya dalam keadaan kosong. Lampu-lampu masih menyala. Pasti Dad tak pulang tadi malam, pikir Wendy. Tiba-tiba telepon rumahnya berdering, langsung saja Ia menjawab panggilan tersebut.
“Ya, Wednesday Stone disini. Siapa ya?”.“Ah Wendy, ini Dad. Hari ini Aunt Anne akan datang ke mansion untuk dinner. Sore ini kau tak ada latihan Cheerleader kan?” Katanya. Wajah Wendy menunjukkan rasa kesal, ia pun menjawab pertanyaan Ayahnya dengan penuh emosi, “Hari ini aku ada latihan sampai malam! Maaf aku tidak bisa pulang cepat,” Wendy lalu membantingkan gagang telepon ke tempatnya. “Selalu saja Anne yang dipikirkannya! Sampai-sampai anak dan almarhum istrinya dilupakan! Argh!” geramnya. Ia membanting pintu mansionnya lalu berjalan ke lift dan keluar dari mansion.
“Hey Wendy!” sahut seseorang dari kejauhan. Wendy menoleh, dilihatnya Nadine berlari-lari kecil. “Nadine! Tumben sekali kau datang pagi,”. “Iya nih, aku disuruh berangkat cepat-cepat sama ibuku!” Nadine membalikkan badannya dan berteriak, “Greysoooooon! Cepat!”. Dari kejauhan seorang laki-laki berlari menuju mereka.
“Nadine, siapa itu?” Tanya Wendy. “Dia sepupuku, Greyson Chance. Dia baru saja pindah kemarin dan dia bersekolah di Mckinley High School!” Terang Nadine. Wendy mengangguk sambil melihat Greyson mendekati mereka. “Aduh Nadine, jangan cepat-cepat dong!” gerutunya. “Terserah aku dong! Oh iya, Greyson ini Wendy, dia sahabatku yang selalu kuceritakan padamu! Ingat?”.
Menceritakan tentang Wendy? Apa maksudnya?.
“Aku Greyson. Senang bertemu denganmu.”.”Ya, aku juga.” Lalu mereka bertiga pun terdiam. Suasana terasa sangat Awkward, Nadine pun mulai menarik tangan Wendy dan Greyson lalu berkata dengan cerianya, “C’mon! kita berangkat!”. Mereka bertiga pun berangkat ke Mckinley High School.
-
Sore pun akhirnya tiba, inilah yang paling ia takuti. Latihan cheerleader sudah usai sejak jam lima sore. Ia terlanjur bilang pada Dad bahwa dia akan pulang agak larut, jadi Ia tak bisa dan tak akan pulang sekarang. Haruskah dia pulang dan ikut dinner bersama Anne? Tidak, Tidak harus. Wendy saja tidak mau berbagi oksigen dengannya.
Wendy melamun sambil melihat langit sore. Dia bingung, kemana dia seharusnya pergi? Oh andaikan Mom masih bernapas di dunia ini pasti aku tak akan mengalami masalah ini, batinnya.
“Hey Captain! Sedang apa? Kok melamun? Nanti kesurupan lho…”.Wendy terbangun dari lamunannya. Tiba-tiba saja Nadine berada di sebelahnya. “Pasti kau lagi kesulitan ya? Ceritakan saja padaku!” Wendy menarik napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya. “It’s about My Dad. Anne, pacarnya, sudah menghilangkan semua ingatannya tentang anaknya ini dan almarhum istrinya. Kupikir Anne adalah nenek sihir! Setiap malam pasti Dad berada di rumah Anne dan meninggalkanku sendiri di mansion. Ayah macam apa itu?!” kata Wendy, emosinya meluap-luap. “Tenang, tenang Wendy. Jadi apa inti masalahmu itu?” Nadine bertanya. “Malam ini dia akan mengajak Anne dinner di mansionku. Aku bilang aku akan berlatih cheerleader hingga malam. Sekarang aku harus pergi kemana? Aku tak mau pulang….”. Mereka berdua pun terdiam, Nadine terlihat berpikir keras demi menemukan jalan keluar untuk sahabatnya itu. “Ah! Bagaimana kalau kau ikut aku dan Edmund ke tengah kota?! It’ll be fun!”.”Tidak, terima kasih. Nanti aku jadi kambing congek lagi,”. “Tidak akan! Kan kau bersama Greyson! Kumohon….” Nadine memegang tangan Wendy lalu menunjukkan ‘tatapan penuh harap’nya. “Oke baiklah, ayo kita pergi!”