7. Just Kill Me Right Now

31 5 2
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Semua kegiatan belajar mengajar pun telah usai. Setelah guru bertampang sangar, badan kurus kering, serta berkepala botak yang baru mengajar di kelas mereka menyampaikan salam dan bergegas keluar, murid-murid XI MIPA 3 saling berebut mencapai pintu untuk keluar kelas. Tidak seperti bel masuk yang ditanggapi ogah-ogahan oleh mereka, bel pulang terdengar bagai lagu yang mengalun indah. Sangat mengundang.

Dania masih berdiam di kelas. Biasanya ia juga akan cepat-cepat pulang seperti teman-temannya, akan tetapi pikirannya kali ini teralih pada kehilangan Macbooknya. Apa yang bisa dilakukannya? Dania berpikir. Mungkin...ia bisa mendatangi Milky Way lagi? Siapa tahu 'si pencuri' yang sempat Dania imajinasikan itu tidak mencuri Macbooknya, melainkan menyelamatkan Macbooknya. Bisa saja dia membawa pulang benda itu karena kesulitan menemukan si pemilik. Lagi pula kala itu Mario mengajak Dania berkeliling mall dalam waktu yang cukup lama.

Dan mungkin, orang itu berniat menemuinya di Milky Way. Bisa saja, kan? Ayolah, Dania hanya mencoba mengenyahkan kegugupannya dengan berpikir positif. Just say 'yes' to her.

Maka dengan senyum yang terulas di bibirnya─walaupun itu tipis─Dania beranjak dari tempat duduknya. Ya, ia harus segera sampai di Milky Way untuk menemui si penemu Macbook. Akan tetapi saat mencapai pintu, Dania menemukan seorang cowok berdiri di sana. Ia terlihat kebingungan.

Cowok itu melihat Dania lalu kerutan yang tadi ada di dahinya langsung menghilang. Ia menyisir seisi kelas dengan matanya lalu kembali menatap Dania. "Lo murid kelas ini?"

'Cowok ini siapa, sih?' Batin Dania. Dania merasa pernah melihatnya beberapa kali tetapi dia tidak mengenali cowok ini. Mungkin itu karena sifat Dania yang tidak terlalu suka keramaian dan gadis itu jarang sekali pergi ke kantin. Dania juga tidak mau susah payah mengenal teman-teman di sekolahnya atau bahkan se-angkatannya. Lagi pula, nama-nama mereka tidak akan keluar dalam soal ujian.

Sebelum pertanyaan yang baru dilontarkannya terjawab, cowok itu kembali mengamati wajah Dania. Kali ini lebih dekat, bahkan terlalu dekat untuk ukuran dua orang yang baru bertemu. Cowok itu membuat Dania risih. Tiba-tiba saja cowok itu mengatakan sesuatu yang membuat Dania bertambah bingung.

"Lo yang punya Macbook ini, kan?"tanyanya sembari mengeluarkan benda persegi panjang besar dari tas. Macbook.

Sontak hal itu membuat Dania merampas Macbook yang dibawa cowok itu dengan kedua tangannya. Dengan cekatan matanya meneliti Macbook itu, tangannya membolak-balikkan dengan begitu cepat. Mengingat Macbooknya yang memiliki goresan di bagian sudut kiri, maka Dania menelusuri permukaan atas Macbook tersebut. Benar saja, di bagian sudut kiri terdapat goresan agak besar yang ada pada Macbooknya.

'Are you there, Mac?'

Menyadari masih ada orang lain di depannya, Dania sebisa mungkin menahan senyumnya yang memaksa muncul merebak di bibir. Kedua tangannya langsung memeluk Mac dengan posesif, sebisa mungkin tidak dijangkau oleh cowok di depannya yang kini menatapnya aneh.
Biarlah.

"I-ini... ini punya gue!"seru Dania pada cowok itu. Suaranya lantang dan keras, tapi terbata.

Entah cowok itu memang pandai membuat geram atau apa, wajahnya kini menampilkan raut jenaka. Ia seperti menahan diri untuk tidak meledakkan tawanya. Memangnya apa yang salah, coba? Mac adalah benda kesayangan Dania. Mereka sudah berpisah lebih dari empat puluh delapan jam. Kini Dania menemukan Mac kembali, memeluknya dengan posesif. Sekali lagi, apanya yang salah?

Pikiran Dania segera buyar setelah mendengar cowok di depannya tertawa. Tidak, tawanya tidak meledak-ledak. Sepertinya cowok itu bisa menahan tawanya dengan baik. Kedua sudut bibirnya berkedut geli, kedua matanya yang tadi terlihat tajam mencolok kini menyipit dengan sempurna. And for the last, Dania can see his dimples. Ouch, the boys with dimples always have a good spot in girls' heart, don't they?

"By the way, you are a good writer."kata cowok itu. Tangannya terulur membuat Dania bingung. "Gue Frans. Lo Dania, kan?"

Dania membalas tanpa menerima uluran tangan cowok bernama Frans di depannya. "Kok lo tau kalo gue Dania?"

Lagi, cowok itu tertawa. Di tengah tawa Frans─yang Dania akui semakin membuat cowok itu bertambah manis─Dania menyadari satu hal.

Tunggu. 'By the way, you are a good writer.'

Sial! Itu berarti... Frans telah membuka folder rahasianya. Oh tidak, sangat banyak cerita aneh yang Dania buat di sana. Beberapa di antaranya bahkan sudah ia buat sejak sekolah dasar. Pasti ceritanya sangat menggelikan. Ada juga cerita-cerita yang Dania post di blog dengan nama samaran miliknya. Gawat, identitas samaran Dania bisa terbongkar! Tapi...tunggu, memangnya Frans tahu blog itu? Terlebih lagi, memangnya Frans suka membaca cerita romansa?

"Gue tahu dari situ."telunjuk Frnas mengarah pada Mac yang masih Dania peluk erat. "Tentang cerita-cerita lo, I'm totally serious. Mereka bagus. Well, walaupun ada beberapa sih yang isinya kayak dongeng anak-anak."Frans lagi, lagi, lagi tertawa. Huh, asal kalian tahu. Dania bukan seorang pelawak.

Frans memakai tas punggungnya kembali, hanya menyampirkan salah satu tali pada bahunya. Kakinya perlahan mundur, sedikit demi sedikit. "Dan foto-foto lo...mereka lucu."

Dania merasa matanya akan keluar. Hell, cowok bernama Frans itu telah mengetahui namanya sebelum mereka berkenalan. Cowok bernama Frans yang menemukan Macbooknya itu sudah membaca cerita-ceritanya yang sebelumnya hanya ia yang tahu. Cowok bernama Frans yang menemukan Macbooknya itu telah membuka foto-foto memalukannya.

Please God, just kill me right now.

---NOTORIOUS---

NotoriousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang