8. Hantu di Koridor?

10 3 1
                                    

Barang kesayangan yang lalu hilang, kini telah kembali.

Kalimat itu memang terdengar menyenangkan di telinga, akan tetapi tidak sepenuhnya bagi Dania. Memang sih, kembalinya Mac itu sangat berarti baginya. Rasanya seperti potongan bagian dari dirinya telah kembali hingga berfungsi normal. Well, yang satu itu akan berlaku jika tidak ada unsur 'memalukan' di dalamnya.

Mengingat kejadian seminggu yang lalu, Dania menjadi tidak setenang tadi. Maksudnya...yah, ia tidak bisa lagi bernapas dengan santai layaknya tidak terjadi apa-apa. Jika waktu bisa diputar kembali maka Dania lebih memilih untuk tidak datang ke Milky Way hari itu. Dengan begitu, Mac tidak akan hilang dan cowok bernama Frans itu tidak pernah membuka file-file rahasianya.

Seminggu sudah, namun kejadian itu masih membekas. Dania merasa tidak punya muka lagi untuk bertatap muka dengan Frans. Untung saja selama seminggu ini Dania sama sekali tidak menemukan batang hidung Frans. Jika mereka bertemu mungkin Dania akan ditertawakan secara tidak terhormat. Yah, itulah hidup.

Di tengah pelajaran matematika pada jam terakhir, sulit rasanya memperhatikan penjelasan guru dengan seksama. Hal itu terdengar hampir mustahil mengingat betapa-memusingkannya-mata-pelajaran-yang-satu-ini-dan hei, ini pelajaran terakhir. Semangat belajar semakin menipis. Mungkin jika diibaratkan persentase baterai ponsel, Dania kini berada pada posisi enam belas persen. Duh.

Setelah menunggu─entah itu berapa menit, tapi terasa seperti setahun penuh─akhirnya mata pelajaran memusingkan itu selesai juga. Semua murid segera keluar dari kelas, begitu pun dengan Dania. Seperti biasa, ia berada di urutan terakhir. Sengaja, karena ia tidak suka berebut dengan banyak orang. Setelah kelas kosong Dania langsung berjalan melewati pintu. Kakinya melangkah dengan kecepatan normal. Wajahnya menatap lurus ke depan dengan ekor mata yang sesekali melirik ke samping.

Akan tetapi, kedua telinganya yang masih sangat normal itu tiba-tiba saja terpancing oleh satu suara. Suara seseorang, laki-laki lebih tepatnya. Dania pernah mendengar suara ini. Entah dorongan dari mana kakinya berhenti lalu menapak di lantai koridor. Koridor satu ini lebih sepi dari koridor yang lain. Lagi-lagi Dania memang melakukannya dengan sengaja karena ia tak terlalu suka keramaian.

Dan mendengar suara seseorang yang menelpon orang lain─Dania tahu karena ia bisa mendengar orang itu berbicara pada lawan bicaranya yang terdengar lirih─jelas sangat membuatnya penasaran. Baru kali ini ia mendapati seseorang yang mau menghabiskan sedikit saja waktunya di koridor sepi ini. Bahkan, berita horror mengenai koridor ini juga sudah tersebar luas. Dania? Gadis itu tentu saja tidak mudah percaya. Ia melewati tempat itu setiap hari dan ia tidak menemukan satu keanehan pun di sana.

"Apa? Yang bener aja, Om. Nggak, aku nggak mau ."

Tunggu...apakah...apakah Dania sedang menemukan satu keanehan itu sekarang? Maksudnya, Dania mendengar suara seseorang. Koridor ini terkenal sangat horror. Letaknya juga di bagian paling ujung sekolah. Mungkinkah...itu suara...hantu?
Sontak bulu roma Dania meremang. Keringat dingin mulai bermunculan di kulitnya yang putih bersih. Ingin sekali ia menggerakkan kakinya akan tetapi itu terasa sangat sulit. Kakinya seakan terpaku pada lantai itu.

"Nggak!"

"..."

"Biarin aja. Lagian siapa suruh buat kerja di sana? Mama terlalu menuruti obsesinya dan nggak ngurus aku sama sekali, Om!"

"..."

"Hell, no! Frans gak mau!"

Eh? Jadi hantu itu bernama...Frans?
Dania menjadi lebih merinding lagi. Seumur hidup, baru kali ini ia mendengar suara hantu secara langsung. Suara ini terdengar sangat nyata dan tak terelakkan. Kepalanya menjadi sedikit pening. Fokusnya berkurang. Perlahan tapi pasti, tubuh Dania oleng namun dengan sigap ia menahan gerakan jatuhnya. Akibat dari perbuatannya itu, tak sengaja salah satu kakinya menendang tembok dan menimbulkan suara yang cukup keras. Sakit! "Siapa di sana?"
Tiba-tiba suara hantu itu terdengar lagi. Dania kembali merinding. Rasa sakit di kakinya mulai tak ia pedulikan. Kali ini ia benar-benar fokus pada suara hantu itu. Ya Tuhan, gue belum mau mati sekarang! Gue masih punya banyak dosa dan gue baru sadar itu sekarang. Gue gak mau dibawa mati sama hantu itu. Gue gak mau mati konyol. Pokoknya gue pengen hidup! Batin dan pikiran Dania berteriak senada, menyorakkan suara kehidupan.

Terlambat. Sebelum Dania sempat menggerakkan badan untuk pergi dari tempat itu, ia melihat sepasang kaki bersepatu Vans di hadapannya. Oh Tuhan, hantu itu memakai sepatu. Tidak...tidak, ini bukan saat yang tepat untuk mengomentari penampilan hantu di hadapannya.
Tubuh Dania semakin menegang kaku. Seluruh anggota tubuhnya mati rasa, tak dapat ia gerakkan. Kedua matanya terpejam erat karena tak berani melihat tampang hantu yang pasti akan terlihat menyeramkan itu. Dalam diamnya ia merapalkan doa kepada Tuhan. Ia semakin merasa bersalah kali ini. Ia baru menyadari kesalahan-kesalahannya di dunia ketika ia akan mati. Semuanya terasa percuma saja.

Lalu, sebuah tangan dingin menyentuh bahunya. Dania melonjak saat itu juga.

---NOTORIOUS---

NotoriousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang