Ternyata dia adalah Ray, dan yang terpenting adalah aku membencinya dan dia juga membenciku.
Tak ada alasan bagiku untuk tidak membunuhnya, ini kesempatanku untuk mengakhiri semuanya. Kubunuh kau Ray."Aku nggak menyangka, orang yang harus aku musnahkan itu kamu. Tapi ini bagus, aku jadi nggak perlu sungkan lagi." Katanya dengan sombong
"Ia, nggak perlu sungkan. Aku juga nggak bakalan sungkan untuk membunuh kamu." Kataku memberi tatapan menantang
Orang-orang di sekitar, sedang berada dalam pertarungan yang mau tidak mau harus mereka lakukan tanpa membedakan cowok atau cewek. Pukulan demi pukulan mereka lontarkan satu sama lain, demi untuk membinasakan pihak lawan. Dan sekarang aku juga akan melakukan hal yang sama.
Tanpa aba-aba dia segera melepas tinjunya ke wajahku yang untung saja dapat kuhindari. Ketika tubuhnya berada dekat denganku, kukunci lehernya dengan satu tanganku sambil merubah posisi diriku di belakang tubuhnya sementara tanganku mengunci kedua lengannya di belakang. Sekuat tenaga aku mempertahankan posisi ini, dengan tanganku terus mencekik lehernya hingga ia susah bernafas.
Namun suatu hal yang tak kuduga, tiba-tiba saja dia membentur kepalanya dengan keras ke hidungku hingga membuatnya berdarah, cengkramanku terlepas.
Aku memegang hidungku yang berdarah dan menatapnya yang sedang mengatur nafas.
Tiba-tiba dia melompat ke arahku hingga aku terjatuh ditimpa olehnya. Dia pun segera menghujamkan kepalan tangannya berkali-kali ke wajahku hingga wajahku cukup babak belur. Aku kelelahan dan rasanya tak bisa berbuat apa-apa. Badanku terasa letih dan bercucuran keringat.
Dengan sekuat tenaga aku berusaha lepas darinya, namun kedua kakinya menahan kedua lenganku dan tak dapat ku gerakan sementara tangannya terus melakukan pukulan kewajahku yang tak dapat kurasakan lagi, aku hanya bisa menutup mata menerima semua itu.
Dia menghentikan pukulannya namun kedua kakinya terus menahan lenganku, dia menatapku ke bawah dengan sombong.
"Kenapa? Nggak bisa buat apa-apa?" Katanya padaku
"Aku bisa saja segera membunuhmu, tapi aku masih belum puas menghancurkan wajahmu ini."
Aku menatapnya dan tersenyum, "Asal kamu tau ya, kamu itu bodoh. Ingat satu hal, jangan memberi lawan kesempatan sekecil apapun." Ekspresi wajahnya kelihatan heran dengan omonganku.
"Apa?" Aku pun segera menghantam belakang tubuhnya dengan lututku sekuat tenaga hingga aku dapat mendengar tulang belakangnya patah.
Dia pun segera ambruk disampingku sambil menjerit kesakitan karna tulangnya patah. Aku segera bangkit dan melihatnya yang sedang terbaring menahan sakit, aku sempat tak tega melihatnya. Tapi maaf Ray, salah satu di antara kita harus mati dan itu adalah dirimu.
Kubaringkan tubuhnya yang tak berdaya dengan wajah menghadap tanah, anggota tubuhnya yang lain tak lagi dapat di gerakan, sepertinya tulang belakangnya yang patah mempengaruhi seluruh alat gerak tubuhnya.
Tenang saja Ray, Aku akan membuat ini cepat. Tanpa basa-basi aku segera menginjak lehernya dengan keras hingga tulang lehernya patah yang membuatnya tewas.
Aku terduduk disamping jasadnya dengan nafas terengah-engah sambil menunggu ini semua berakhir, memandang kearah langit dengan matahari bersinar sangat menyilaukan juga menyengat kulitku. Seragamku basah dengan keringat juga kotor.
"Waktu habis" suara yang samar-samar terdengar, kepalaku rasanya pusing.
"Selamat kepada kalian yang... " tak dapat lagi kudengar, rasanya kesadaranku mulai pudar dan terlihat remang-remang. Hingga akhirnya semua gelap.
>>>
Vomment
Yaa, gitu aja. Tamat.
Thanks yg udah mau baca cerita ini, see you in stage 2.