Chapter 2

187 30 5
                                    

Dinginnya malam pasti akan membuat siapa saja ingin cepat-cepat bergulung di dalam selimut, tenggelam dalam mimpi.

Namun tidak bagi gadis 16 tahun berambut brunette itu. Iris birunya masih fokus ke lembar kertas di hadapannya. Sementara tanggannya menari-nari meninggalkan jejak berupa goresan tinta.

Gadis yang kerap disapa Vale itu kini sedang menggambar sesuatu entah apa.

Namun fokusnya terbuyar ketika tiba-tiba mejanya bergetar. Selang lima detik kemudian, PET! Semua gelap.

Listrik mati? Pikirnya.

Ia bermaksud mencari senter di nakas. Namun baru saja ia berdiri, tiba-tiba

GDEBUK!!!

Apa itu?

Suara itu berasal dari sisi lain ranjangnya. Kini ia merasa was-was. Dengan degup jantung yang tak keruan itu, ia berusaha mencari senternya. Pikirannya berkelana ke mana-mana.

Belum sempat menemukannya, lampu sudah nyala kembali. Buru-buru ia menoleh ke asal suara tadi. Jantungnya seakan ingin melompat jika saja ia tak dapat mengendalikannya. Terlihat seorang pria dengan pakaian aneh duduk di pinggir ranjangnya menghadap ke jendela, membelakangi dirinya.

Vale mengambil guling lalu berjalan pelan mendekati pria itu.

"Maliiiiiing...!!!"

Buk! buk! buk!

"Ssst...sstt.... Stop! Stop! Aku bukan maling!" dengan susah payah pria itu menghindar dari serangan bantal guling Vale. Sementara Vale masih terus menyerangnya.

"Baru tahu ada senjata yang rasanya empuk," katanya sukses membuat Vale terbengong.

"Ngomong apa kamu?" tanya Vale dengan muka penuh selidik.

"Memangnya zaman ini orangnya lemah-lemah ya? Senjatanya saja empuk begitu," tanyanya dengan muka ingin tahu.

"Kau juga hidup di zaman ini, bego! Jangan coba-coba mengelabuiku! Dasar maling gila! Maa-" baru saja Vale ingin berteriak, suaranya terhenti, tubuhnya tak bisa digerakkan kecuali bola matanya yang spontan melotot ke arah pria itu.

"Tahu apa kau tentang aku sehingga dapat langsung menyimpulkan aku hidup di zaman ini?" tanyanya datar. Matanya menatap tajam ke arah Vale yang mulutnya masih ternganga.

Beberapa detik kemudian tubuh Vale sudah bisa digerakkan. Nafasnya terengah-engah. Spontan ia langsung melangkah mundur.

"Kau bukan manusia ya?! Siapa kau?"

Tiba-tiba terdengar derap kaki menaiki tangga.

"Vale, ada apa nak?" itu suara Mama Vale. Refleks Vale dan pria itu berpandangan.

"Tolong jangan katakan apapun tentangku!" katanya panik.

"Enggak! Kau itu maling! Penyusup yang udah sembarangan masuk ke kamar wanita. Aku akan melaporkanmu ke polisi!"

"Percayalah padaku aku bukan seperti yang kau pikirkan. Aku ini dari masa depan! Ah percuma saja ku jelaskan sekarang kau tak akan percaya,"

"Aku memang tidak percaya!"

Sementara derap langkah kaki semakin mendekat.

"Ayolah kumohon. Aku janji akan menjelaskanmu nanti," pria itu lalu membuka lemari pakaian dan masuk ke dalamnya.

"Vale, ada apa? Tadi Mama dengar keributan dari kamar kamu," Mama Vale muncul dibalik pintu.

"Eng... Anu Ma, itu tadi ada... Ada.. temen Vale yang menelepon! Karena dia rese' jadi Vale marah-marah sendiri, Ma. Iya itu kok, Ma,"

"Tapi kok tadi Mama dengar suara seseorang, ya?" ujar Mama Vale sembari matanya menelusuri setiap sudut kamar Vale.

"Kan tadi teleponnya aku loudspeaker, Ma."

Mama Vale hanya mengangguk-angguk.

"Emm.. Ya sudah Mama turun ya. Kamu tidur gih, udah malam," katanya lalu menghilang di balik pintu.

Vale mengembuskan nafas lega.

"Buruan keluar! Mama udah enggak ada," kata Vale dengan muka kesal.

Pintu lemari terbuka, muncullah pria aneh itu.

"Bagus juga aktingmu," puji pria itu lalu duduk di samping Vale. Sementara Vale hanya mendengus kesal.

"Jangan lupa kau masih berutang padaku!" kata Vale setengah berbisik.

"IQ ku 320. Jadi aku tak akan lupa untuk hal sekecil itu," ia tersenyum. Senyum yang menyebalkan menurut Vale.

"Cih! Sombong!"

"Memang kenyataannya seperti itu!"

"Pelankan suaramu! Aku tak akan menolongmu untuk kedua kalinya kalau Mama datang ke sini lagi!"

"Huh oke oke. Sebelumnya aku ingin bertanya. Apa kau percaya dengan mesin yang dapat membawa manusia ke dimensi waktu berbeda?"

"Maksudmu seperti mesin waktu milik Doraemon?" tanya Vale.

"Doraemon? Siapa dia?"

"Hah? Kau tak tahu anime Jepang yang sangat fenomenal itu? Astagaa! Kau hidup di zaman apa sih padahal kau terlihat 2 tahun di atasku,"

"Sudah kubilang aku dari masa depan! Time Traveller," jawabnya.

"Bullshit! Dan sekarang kau mau bilang kalau kau datang dengan mesin waktu? Hahaha kau pandai melucu."

"Kurasa percuma saja aku menjelaskan padamu,"

"Bagaimana aku harus percaya? Aku belum gila sepertimu! Seorang pria yang tiba-tiba saja muncul di kamarku dan menyatakan dirinya Time Treveler dari masa depan? Ini bukan kartun! Kecuali kau bisa membuktikannya. Hahaha," Vale terpingkal-pingkal.

"Kau ingin bukti? Baiklah sini mendekat," katanya sambil berdiri.

"Sudahlah jangan mengada-ada,"

"Kau bilang ingin bukti kan? Sekarang aku ingin membuktikannya. Sini atau kau tidak akan tahu sama sekali,"

Vale tampak berpikir sejenak. Namun dengan sedikit ragu akhirnya ia mendekati pria itu. Kini mereka berjejeran. Pria tersebut mengutak-atik benda di pergelangan tangannya yang Vale kira itu sebuah jam tangan.

Setelah itu, pria tersebut menggandeng tangan Vale. Tiba-tiba kabut putih meyelimuti mereka berdua.

"Pejamkan matamu!" perintah pria tersebut.

"Kau tidak akan macam-macam kan?" Vale melihat wajah pria itu, matanya sudah terpejam.

Karena tidak ada tanggapan, Vale melakukan apa yang pria itu katakan.

1 detik... 2 detik... 3 detik...

Tiba-tiba tubuhnya seperti dihentakkan ke tanah. Sontak matanya terbuka. Dan pemandangan mengerikan langsung terlihat di depan matanya.

***

TIME TRAVELER : "Change the World"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang