Part 1 - New Life

161 10 0
                                    

Gadis itu tersentak dari dunia mimpi nya dikarenakan sakit kepala yang tiba-tiba menyerang kepalanya, bagaikan seribu palu berlomba-lomba memukuli.

"Urrghhh..." erang sang gadis sambil terus menekan kepalanya dengan kedua tangannya, berharap sakit di kepala nya itu dapat hilang dengan cara itu. Gadis itu kemudian mencoba meraih obat-obatan yang berada di nakas disamping tempat tidurnya dan segera meminumnya ketika telah didapat obat tersebut.

Beberapa saat berlalu dan obat tersebut telah bereaksi, sakit di kepalanya berangsur-angsur menghilang. Ya... akhir-akhir ini gadis itu sering sekali mengkonsumsi obat itu, obat yang selalu dapat meredakan rasa sakit yang di deritanya.

Setelah sakit di kepala nya mereda, gadis itu segera mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar baru nya. Kamar baru, rumah baru dan hidup baru Seru batin nya. Kamar luas bernuansa elegan dan minimalis. Sangat simpel dan indah, namun sangat monoton. Dengan warna dinding putih dan abu-abu.

Gadis itu mengerutkan dahi nya, entah kenapa dia sangat tidak menyukai nuansa kamarnya ini, terkesan hampa dan tidak hidup. Dia butuh sentuhan warna-warna cerah yang dapat menghidupkan suasana kamarnya. Tapi kata bundanya, desain kamar ini adalah kesukaan dia, desain dengan warna-warna simpel dan elegan. Entahlah... apakah amnesia yang di deritanya dapat membuat selera nya berubah? Gadis itu terlihat sangat kebingungan. Apakah amnesia itu benar-benar dapat mengubah selera dan kepribadian seseorang? Tanya nya dalam hati.

Sejenak gadis itu merenungkan kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam kehidupannya akhir-akhir ini.
Dia mengingat kembali kejadian saat di rumah sakit dua bulan yang lalu saat dia terbangun dari tidur berkepanjangan dan tidak mengenal orang-orang yang ada di sekitar tempat tidurnya, merasa asing dengan diri nya sendiri.

Ketika orang-orang di sekitarnya berucap syukur akan kehadirannya kembali. Akan tetapi kebahagian itu tidak berlangsung lama ketika mengetahui kondisi nya yang tidak mengingat apa-apa.

Dokter mengatakan benturan keras terhadap kepalanya mengakibatkan terjadinya cedera otak. Beruntung gadis itu masih bisa mengingat dan melakukan kemampuan-kemampuan dasar seperti membaca dan menulis. Cedera otak itu hanya mengakibatkan hilangnya memori atau kenangan-kenangan yang terjadi dalam hidupnya. Akan tetapi bukan tidak mungkin amnesia ini dapat pulih. Yah... perlahan-lahan gadis itu akan dapat lagi mengingat kenangannya. Perlahan-lahan. Dan gadis itu tidak tau sampai kapan.

Tiba-tiba sebuah elusan lembut di kepala nya membuat kesadarannya kembali. Sejak kapan bunda nya sudah berada di depannya? Pikirnya heran.

Wanita paruh baya itu sebenarnya telah mengetuk berkali-kali pintu kamar gadis kecilnya. Setelah tidak ada tanggapan dari dalam kamar, wanita tersebut memutuskan untuk membuka dan menghampiri gadis kecilnya duduk di sisi ranjang gadis itu sambil mengusap lembut kepalanya.

"Alena sayang, apakah kepala mu masih sakit nak? Ada apa? Apa yang kamu pikirkan?" Ucap wanita paruh baya itu lembut, menampilkan guratan cemas di wajah cantiknya. Ya meskipun sudah kepala empat, wanita tersebut masih terlihat sangat cantik dan mempesona.

"Alena baik-baik saja bunda" gadis yang bernama alena tersebut tersenyum, berusaha menenangkan bunda nya yang selalu terlihat khawatir terhadap dirinya.

Sang bunda mendesah kemudian tersenyum. Ya... dia berharap bahwa gadis kecilnya ini selalu baik-baik saja dan selalu bahagia. Sudah cukup penderitaan yang dialami gadis nya.

"Maafkan bunda dan ayah karena memutuskan secara sepihak untuk pindah kesini, bunda tau pasti sangat sulit bagimu untuk beradaptasi kembali" ucap wanita itu dengan wajah yang menyesal sambil memegang tangan anaknya.

"Tidak apa-apa bunda, toh tidak ada yang bisa ku ingat dari tempat itu, anggap saja ini kesempatan bagiku untuk memulai hidupku yang baru, untuk membuat kenangan-kenangan yang baru. Setelah dipikir-pikir bunda, Jakarta juga tidak terlalu buruk, aku suka disini, disini sangat ramai dan berisik" ucap Alena berusaha menghilangkan kesedihan di wajah bunda nya.

Alena sendiri merasakan kebahagiaan karena kepindahannya ini. Entahlah mungkin karena di Bandung, kota yang dikatakan sebagai kota kelahirannya itu, memiliki banyak kenangan. Kenangan yang sama sekali tidak di ingatnya. Hal itu membuatnya merasa tertekan tentunya, ketika orang-orang yang mengenalnya datang menjenguknya menceritakan berbagai hal yang bahkan tidak diingatnya, berharap ada sedikit memori yang akan kembali, membuatnya sangat frustasi melihat wajah-wajah kecewa karena mereka tidak berhasil memulihkan ingatannya.

Mungkin ini yang terbaik, bertemu dengan orang-orang baru. Setidaknya disini mereka sama-sama saling tidak mengenal. Ya ini yang terbaik untuk memulai semuanya dari awal, pikir Alena. Ditambah lagi, Kebisingan Kota Jakarta membuatnya nyaman. Entahlah... kata bunda nya itu sangat aneh karena Alena dulu tidak pernah menyukai kebisingan, dan sekarang Alena justru merasakan kenyamanan dalam kebisingan tersebut. Alena yang sekarang sangat berbeda dengan dirinya yang dulu. Mungkin karena memori nya yang hilang, membuatnya melupakan semua permasalahannya sehingga dia merasa lebih bebas? Entahlah, Alena sendiri juga tidak mengerti.

"Baiklah... kalau begitu bersiap-siaplah nak, bukankah hari ini hari pertama mu masuk sekolah? Kau tidak ingin memberikan kesan yang buruk bukan pada teman-teman dan guru-guru mu karena datang terlambat?" Kata bunda nya membuyarkan lamunan Alena.

"Ah iyaa bunda, kalau begitu Alena akan segera bersiap-siap"

"Baiklah... kalau begitu bunda akan menyiapkan sarapan untukmu dan ayahmu ya.. setelah siap, segera turun ke ruang makan ya sayang" ucap bunda nya beranjak pergi dari kamar Alena yang langsung ditanggapi oleh anggukan dan senyuman dari Alena.

Setelah kepergian bunda nya, Alena segera menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Sesaat Alena sempat melihat bekas luka pada tubuhnya, luka akibat kecelakaan yang bahkan tidak diingatnya. Dari semua luka pada tubuhnya, Alena melihat satu luka jahitan besar yang terletak di dadanya. Dokter bilang kecelakaan itu juga merusak jantungnya dan hampir menghilangkan nyawanya. Tapi beruntung ada orang baik yang mendonorkan jantungnya untuk Alena. Kata dokter, pendonor jantung Alena memiliki sakit yang sangat parah dan tidak bisa tertolong. Karena memiliki harapan yang sedikit pendonor tersebut tidak ingin operasi dan lebih memilih untuk menyelamatkan Alena dengan memberikan jantungnya. Dengan begitu dia merasa akan terus hidup.

Ah... Alena ingin sekali mengetahui siapa pendonornya atau paling tidak mengunjungi keluarganya untuk sekedar berterima kasih. Tapi ketika dia bertanya pada dokter dan orang tuanya, mereka hanya menggelengkan kepala. Mereka bilang, keluarga sang pendonor sudah mengikhlaskannya dan berharap identitasnya tidak diketahui. Alena tentu saja merasa sedih, Alena ingin sekali berterimakasih dan juga ingin mengunjungi makam orang yang sangat berjasa dalam hidupnya itu. Tapi mungkin dengan melihat Alena, akan dapat menorehkan kembali bagi keluarga sang pendonor tersebut. Siapapun engkau, aku ingin mengucapkan terima kasih yang sangat besar, berkat mu aku masih hidup sampai saat ini. Aku berjanji akan menjaga jantung ini dan hidup dengan sebaik-baiknya. Ucap Alena memejamkan matanya, sambil meletakkan tangan kanannya pada jantung barunya.. merasakan detakan kencang dari jantung tersebut.

Alena segera memakai seragam putih abu-abu yang sudah disiapkan bundanya dari jauh-jauh hari dan bersiap-siap. Saat hendak keluar dari kamar nya, Alena melihat kembali pantulan dirinya pada cermin.

"Nama mu Alena Kashifa Wijaya, kau cukup cantik Alena dan kata bunda kau pintar selalu mendapatkan penghargaan. Jadi tidak perlu gugup untuk hari pertama mu. Kau pasti bisa. Selamat datang Alena... di kehidupan baru mu." Ucap Alena pada dirinya sendiri, berusaha menghilangkan kegugupan yang sedari tadi melandanya.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang