Part 2 - New School

126 8 0
                                    

Alena segera keluar kamarnya dan menuju ruang makan. Tiba di ruang makan, Alena melihat ayah dan bunda nya sedang berbicara serius.

"Ekheeemm.. pagi yah, pagi bunda" sapa Alena menghampiri kedua orang tuanya sambil mengambil tempat duduk disebelah sang bunda. Kedua orangtuanya yang tidak menyadari kehadiran Alena langsung terkesiap begitu Alena datang menyapa mereka.

"Pagi sayang, kamu mau sarapan apa? Roti atau sereal?" Tanya bunda nya sambil mengambil roti untuk Alena, sudah mengenal benar bahwa dari dulu setiap pagi putrinya hanya suka memakan roti sebagai sarapan.

Alena mengerutkan dahinya dilihatnya lauk pauk yang berjejer di meja makan meminta Alena untuk segera melahapnya.

"Hmmm... bunda, Alena mau makan nasi pake ayam sama sayur asem aja ya bun? Rotinya biar buat bekal Alena di sekolah aja gimana bun?" Ucap Alena merasa tidak enak melihat bundanya yang saat ini sedang mengolesi roti untuknya.

Entahlah, kata bunda Alena pra-amnesia begitu Alena menyebut dirinya sendiri sangat menyukai roti atau makanan ringan sebagai sarapannya. Alena yang dulu tidak menyukai menu makanan berat. Menu makan berat yang disajikan setiap pagi itu hanya untuk ayahnya, karena ayahnya juga tidak menyukai roti dan sereal sebagai sarapan.

Haah.. pasti tersiksa bangeet aku kalau setiap sarapan makan roti terus, nggak ada kenyangnya. Alena sendiri bingung.. menurut pikiran Alena yang amnesia roti itu merupakan snack, hanya sebagai pengganjal. Untuk sarapan tentunya harus makan nasi buat bekal supaya kenyang dan berenergi. Astagaaa.. apa aku yang dulu merupakan tipe-tipe perempuan sosialita yang terlalu memperhatikan berat tubuhnya? Pikir Alena sejenak ngeri akan dirinya yang dulu. Tidak bisa membayangkan hanya puas dengan makan roti saja.

Dari awal semenjak kepulangan Alena dari rumah sakit, bunda nya selalu memberikan sarapan roti dan sereal untuknya yang tentunya tidak akan mengenyangkan Alena, sehingga Alena sering meminta Bi Sumi untuk membuatkannya sarapan lagi atau terkadang jika masih ada sisa dari lauk pauk ayahnya, Alena akan dengan senang hati memakannya. Oh.. perutku miris. Iba Alena pada perutnya sendiri.

Sang ayah yang sedari tadi menikmati hidangannya tiba-tiba terdiam, memandang nanar kepada anaknya.

"Ana... kamu makan pakai nasi saja kalau begitu.. ayo cepat nanti kamu bisa telat" ucap sang ayah sambil tersenyum sedih.

"Hmmm.. yasudah kalau begitu roti nya biar bunda masukkan kotak makan ya, biar jadi bekal kamu. Harus kamu makan lho sayang" ucap bundanya, sedih dengan banyaknya perubahan-perubahan pada Alena. Sang bunda bahkan seperti tidak mengenal putrinya. Tapi meskipun begitu sang bunda tetap bersyukur karena Alena nya masih bisa hidup sampai saat ini. Dia teringat betapa terkejutnya dia saat Alena nya di kabarkan meninggal, dia seperti merasakan ribuan belati tertusuk pada jantungnya. Rasanya dia ingin menyusul Alenanya saja. Ya alena nya cahaya hidupnya putri kecil kesayangannya.

Betapa bersyukurnya dia, ketika mengetahui ternyata pihak rumah sakit melakukan kesalahan. Ya sebuah kesalahan. Karena Alena nya tidak meninggal, Alenanya masih hidup dan masih berjuang melawan maut.

Seusai sarapan, Alena langsung pamit pada bundanya untuk berangkat. Alena kemudian segera masuk ke mobil menyusul ayahnya yang ternyata sudah siap di balik kemudi. Setiap harinya Alena berangkat sekolah bersama ayahnya, tentunya karena kedua orangtua nya yang sangat menyayangi Alena terlalu khawatir akan kondisi Alena di tempat baru. Terlebih lagi dengan kondisi Alena sedang sakit. Dan ketika jam sekolah selesai Alena akan dijemput oleh supir pribadi keluarga Wijaya.

Seperti biasa ketika sedang bersama ayahnya, mereka selalu bercerita dan tertawa bersama. Meskipun Alena melupakan semua kenangan dengan ayahnya, entah kenapa dia selalu merasa nyaman jika bersama ayahnya.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang