II. Bab 11 Februari 2008

727 120 1
                                    

Hi, ma! Aku sudah lihat album acara pernikahanmu! Aku tak menyangka kau masih suka dengan hal-hal yang remeh seperti ini. Aku tak bermaksud buruk, kau tahu itu. Tapi kau sendiri pernah bilang padaku bahwa setelah papa, kau tidak akan lagi mau melakukan hal-hal romantis seperti ini. Jikalau pun kau harus menikah, kau akan menikah untuk aturannya saja, bukan perayaannya. Tapi sepertinya ia adalah lelaki yang terlalu baik hingga kau akhirnya batal pensiun dari perasaan itu, haha.

Banyak sekali kabar gembira yang ingin kuberitahukan kepadamu. Salah satunya adalah aku berhasil naik tingkat ke 1-dan! Kau percaya itu? Ah maaf, mungkin kau tidak familiar dengan sistem ranking dalam dunia kaligrafi. Sebenarnya tingkatku ini biasa saja untuk seorang anak kelas 3 SMP, tapi aku baru memulai semua ini tiga tahun lalu, tentu saja aku merasa bangga pada diriku sendiri. Huruf yang kutulis untuk naik ke tingkat ini adalah "Mirai", atau artinya adalah "Masa Depan". Teito yang memilihkan untukku, katanya setelah semua kemelut yang terjadi tahun lalu, ini saat yang tepat untuk maju.

Mungkin kalimat itu lebih tepat ditujukan pada papa.

Pasca skandal itu, papa sekarang sudah mulai mendapatkan job-job kecil seperti menjadi guru tamu di kelas akting. Ia juga mendapatkan peran yang lumayan penting di beberapa pentas teater. Meski ia belum siap untuk muncul di televisi lagi, tapi papa sepertinya sudah keluar dari lubang keputusasaannya. Entah kapan, tiba-tiba ia seperti memiliki asupan enerji luar biasa untuk bekerja. Ia yang tadinya lebih sering bengong atau menggumam tak jelas, sekarang sudah sarat oleh suara lantang nan bersemangatnya. Ia juga tak lagi menahan diri saat bicara padaku. Semua yang baik dan buruk tentang pekerjaannya, ia menumpahkannya di meja makan.

Dan yang paling penting, ia sekarang sudah bisa menatap mataku langsung.

Teito juga sudah tidak menunjukkan perilaku aneh seperti dulu. Ia sudah kembali seperti Teito yang pertama kukenal di kelas kaligrafi. Ia bahkan jadi lebih sering berkunjung ke rumah, dan makan malam keluarga Asada tidak lagi hanya beranggotakan dua orang. Ia jadi seperti putra kedua papa. Mungkin karena Teito tidak akrab dengan ayahnya sendiri, makanya ia jadi dekat dengan papa. Syukurlah, jika itu baik untuk mereka berdua. Karena apa yang baik untuk mereka, pasti akan baik juga untukku.

Oh, ya. Satu lagi. Aku dan Teito masuk ke SMA yang sama. Kami akan bersama-sama selama 3 tahun mulai April nanti. Aku tidak sabar menunggu Sakura bermekaran.

Tak Ada Batas Pada Mozaik [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang