Kegiatan pentas seni yang menampilkan kebudayaan masing-masing daerah tengah berlangsung malam ini.Kampus Tifa mendapat urutan pada hari keenam yang artinya, ia dan anggotanya masih santai wara-wiri menikmati malam dengan saling berkunjung ke tenda-tenda, menikmati acara pentas seni di lapangan utama atau mengunjungi pameran yang telah disediakan oleh panitia seperti yang ia lakukan saat ini bersama Bela.
Pameran malam ini selalu ramai seperti hari kemarin. Banyak yang menjual pernak-pernik khas Sumatra, aneka makanan serta jajanan khas, juga yang paling ramai tentu saja merchandise event seperti gantungan kunci, kaus, dompet, gelas dengan logo kegiatan perkemahan saat ini. Tentu saja ramai, karena kebanyakan orang akan membelinya sebagai kenang-kenangan atau oleh-oleh teman di rumah.
"Tif, bikin nama sekalian mau nggak?" tanya Bela yang sedang asyik memilih gantungan gunci dari lempengan besi yang ujungnya dibuat anyaman menjuntai.
"Boleh, aku mau satu aja. Yang buat temen lain aku beli besok, lagi nggak bawa uang." Bela mengangguk. Tifa menulis nama yang akan diukir begitu pun Bela.
"Habis ini ada kegiatan apa lagi?" tanya Tifa begitu keduanya berjalan menyusuri beberapa stand makanan.
"Nggak ada, kalau malem emang cuma pentas aja. Kenapa?" Bela melirik ke arah stand penjual jam tangan.
"Aku belum mandi, gerah badanku," adu Tifa.
"Kenapa nggak dari sore tadi?" Tifa menggeleng mengingat kamar mandi yang tanpa atap. Sebenarnya ia bisa saja mandi bersama bahkan puluhan orang berdiri mengelilingi bak mandi buatan dari semen yang disediakan panitia. Namun karena atapnya terbuka dan ia hanya memakai kemben sarung otomatis rasa was-was selalu membayangi.
"Tif, ada jam tangan murah. Ayo ke sana!" ajak Bela yang langsung menarik tangan Tifa.
Stand jam tangan yang dimaksud Bela memang terlihat ramai. Baik Bela maupun Tifa pada akhirnya larut menikmati jam tangan yang tersedia. Jam tangan dengan rantai anyaman ini memang banyak peminatnya. Untuk ukuran Tifa, jam ini sangat menyita perhatiannya. Tidak mewah sebenarnya tapi kesan unik itulah yang membuatnya tertarik
"Kalo yang ini bagus nggak?" tanya Iko pada teman di sampingnya sambil menunjukkan sebuah jam tangan.
"Buat Emil?" tanya teman Iko. Memperhatikan sejenak kemudian mengangguk. "Bagus. Emil emangnya suka barang beginian?" Iko tersenyum sambil memilih motif lain. "Dia, mau dikasih tali rafia juga suka. Yang penting dibawain oleh-oleh. Lagian aku udah tahu luar dalam kalau masalah Emil," jelas Iko membuat teman di sampingnya terkekeh.
"Iya iya, tuh cewek dari orok juga udah nempel terus sama kamu." Iko pun ikut terkekeh mengingat tetangga sekaligus sahabatnya yang tengah hamil muda dan merengek minta dibelikan oleh-oleh.
Tifa dapat mendengar dengan jelas percakapan kedua orang yang berdiri tak jauh dari tempatnya dan Bela berdiri.
Emil?
KAMU SEDANG MEMBACA
Scout In Love (SELESAI)
Umorismo#Warning garis keras!! Cerita ini ditulis saat ane belum ketemu apalagi kenalan sama seluruh pasukan tanda baca,EYD, EBI. Harap lambaikan tangan jika menemui typo yang berserakan bak ranting kering saat kemah PERSAMI di hutan. Saat cinta tiba-tiba d...