Chapter 1

4K 87 15
                                    

Renna Ayra. Seorang gadis yang baru menginjak usia nya yang ke 15 tahun ini mempunyai penyakit yang sangat mematikan, leukimia. Dia merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Keluarga yang tidak harmonis membuatnya selalu menyendiri dan bahkan jarang sekali berkomunikasi dengan orang tua nya.

Satu hal yang dia ketahui, bahwa dia adalah bukan anak kandung asli dari keluarga tersebut. Dia lelah, dia cape, tetapi dia sangat tegar untuk menerima semuanya. Dia hanya bisa berpura-pura tidak tau tentang rahasia itu.

Namun, dia sangat beruntung. Dia beruntung mempunyai sahabat yang sangat menyayanginya. Sahabat yang selalu ada disaat dia sedih maupun senang. Sahabat yang mampu memeluk dia dikala dia terjatuh dan mampu juga memberi dia semangat agar dia tidak terpuruk dalam kejatuhan nya itu.

Hal yang dia inginkan, dia ingin bisa sembuh dari penyakitnya itu. Dia sudah terlalu cape dan muak dengan semua obat-obatan yang selalu dia minum tanpa terlewat. Dia ingin hidup normal seperti orang yang lainnya.

------------------------------------

Renna's POV

Aku tau, semua orang di dunia ini tidak ada yang sempurna. Tapi aku hanya ingin hidup normal tanpa harus bergantung pada obat-obatan sialan itu.

Aku ingin bisa hidup bahagia, tapi aku tau itu ga bakalan mungkin terjadi. Aku hanya bisa tegar menerima semuanya ini. Aku yakin, Tuhan sedang menyiapkan rencana yang sangat indah yang kelak akan Dia berikan kepadaku.

Pagi ini, aku harus mengambil hasil check up minggu lalu ku ke dokter. Aku mengenakan celana jeans panjang yang dipadukan dengan t-shirt putih polos dan kemeja merah kotak-kotak yang tidak dikancingkan.

Sebelumnya aku sudah memesan taxi untuk mengantarkan ku kesana. Ya seperti biasa, aku akan ke sana sendirian tanpa ayah dan bunda ku. Mereka terlalu sibuk dengan urusan nya masing-masing. Ayah selalu bekerja setiap hari bisa dibilang dia, workholic. Dan bunda yang selalu sibuk menjaga toko bunganya setiap hari.

Aku berjalan mengintari lorong rumah sakit menuju ruangan Dr. Ferry, dokter yang sudah hampir tiga tahun menjadi dokter pribadiku.

Ketika aku membuka pintu ruangan Dr.Ferry, terlihat disana sosok lelaki yang memakai jas putih dan berperawakan tinggi.

"Pagi Renna, sendiri lagi? Ayah bunda masih sibuk ya?" Dr.Ferry menyapaku dengan ramah sambil memberikan senyum khas yang dia punya.

"Pagi dokter, iya nih ayah masih sibuk dengan kerjaan nya, bunda juga sibuk menjaga toko bunganya seperti biasa." Jawabku tak kalah ramah dengan senyuman lebar.

"Hari ini jadwal buat ngambil hasil check up minggu kemarin ya, Ren."

"Iya dok, aku mau ngambil hasil check up nya."

Lalu dokter Ferry pun mengambil sebuah amplop berwarna cokelat dari laci meja nya.

"Ini Ren, silahkan dibuka" ucap dokter Ferry sambil menyerahkan amplop coklat itu kepada Renna.

"Terima kasih, dok. Nanti aja deh aku lihatnya di rumah, hehe" jawabku disertai dengan kekehan kecil.

"Sama - sama, Ren. Yaudh deh tapi kalau mau ada yang ditanyain, hubungin Saya aja ya."

"Iya,dok. Kalau gitu Renna pamit pulang dlu ya. Sekali lagi terima kasih" pamit ku kepada dokter Ferry.

"Iya silahkan, hati - hati di jalan ya Ren. Salam juga buat ayah dan bunda mu" balas dokter ferry yang sudah mengantarku ke depan pintu ruangan nya.

Aku bergegas melangkah kan kaki keluar dari bangunan Rumah Sakit ini. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju ke kamar untuk melihat hasil check up itu.

Aku segera membuka amplop cokelat hasil check up tadi yang sudah di berikan Dr. Ferry kepadaku. Namun saat aku membuka amplop itu tubuhku menjadi kaku, mataku kosong, lemas, dan butiran air mata itu berhasil menerobos keluar dari tempatnya.

Aku kesal, sakit, rasanya ingin nangis menjerit karena penyakit itu semakin hari semakin menguasai tubuhku. Hancur, aku ingin berteriak. Jujur, aku ga bisa nerima semuanya. Tapi aku harus bisa, aku tegar.

Kenapa semuanya harus aku yang ngalamin? Kenapa aku bukan anak dari Ayah dan Bunda? Kenapa aku harus mengidap penyakit sialan ini? Kenapa Tuhan? Apakah aku tidak ditakdirkan untuk bahagia? Apakah masih ada kebahagian itu untuk ku? Aku cape Tuhan, tapi aku percaya Engkau pasti memberikan keajaiban itu.

Tok...tok...

Suara ketukan dari kayu berbentuk persegi panjang berwarna coklat tua itu terdengar jelas di telingaku.
Aku pun beranjak dari tempat tidurku untuk melihat sosok dibalik pintu itu.

Saat aku membuka pintu itu aku melihat sosok lelaki tampan dengan mata berwarna cokelat yang mampu membuatku merasa nyaman hanya dengan melihat matanya, Deryl Rezky Wijaya.

"Eh ka deryl, udah pulang kuliah ka?" sapaku kepada lelaki ini yang tak lain adalah 'kakaku' sendiri.

"Iya nih Ren, ga ada jadwal siang hari ini. Oh iya, sekarang jadwal kamu buat ngambil hasil check up kan? Ayoo kakak anter."

"Gausah ka, tadi aku udah ngambil hasil nya."

"Kapan? Naik apa? Sama siapa?" tanya Kak Deryl dengan super protective.

"Tadi pagi ka, aku ngambilnya sendiri naik taxi." jawabku dengan tenang

"Kenapa ga nelpon kakak? Kakak kan bisa anterin kamu Ren."

"Maaf ka, aku gamau ganggu kakak. Masa kakak mau bolos kuliah?"

"Gapapa kalau misalnya harus bolos juga, yang penting kakak bisa nganterin kamu. Lain kali jgn gini lagi ya, kakak khawatir." ujar kakakku seraya mengelus puncak kepalaku dengan lembut.

"Ay ay captain" jawabku disertai dengan kekehan kecil.

"Mana hasilnya? Sini kakak lihat." tanya nya.

Aku pun berjalan mendekati tempat tidurku untuk mengambil amplop coklat berisi hasil check up ku minggu lalu itu.

"Ini kak" ucapku dengan nada takut sambil menyodorkan amplop coklat itu kepada kak deryl yang sudah duduk di kursi meja belajarku.

Dengan segera kak deryl membuka amplop coklat itu dan melihat hasil check up Renna minggu lalu.

"Ren..." gumam kak deryl dengan wajah cemasnya saat melihat hasil check up ku itu.

------------------------------------

Hallo
Ini ceritanya hancur banget:(
Belum ada pengalaman jadi penulis sih wkwk
Jangan lupa vote+comment nya yaa. Makasih

Kau dan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang