04

8.1K 718 11
                                    

Jaejoong masih bergeming. Ia menatap lurus ponsel milik Bibi Hwang yang tertinggal di meja makan sejak tadi. Jemarinya bergerak gelisah mencakar pegangan tangga berwarna cokelat itu.

Ambil, tidak? Ambil, tidak?

Namja cantik itu menggigit bibir bawahnya erat. Yunho sudah pergi bekerja. Dan wanita paruh baya itu baru saja meminta izin untuk pulang ke rumah dan merawat anaknya yang sedang sakit. Ia terlalu panik, sampai melupakan ponselnya.

TAP TAP TAP.

Jaejoong melangkah. Berdebar-debar menuju ponsel tersebut. Mata bulatnya melirik para pelayan yang berlalu-lalang di sekitarnya. Berharap cemas mereka tidak sedang memperhatikan dirinya. Namja cantik itu mengambil serbet yang ada di atas meja dan membawanya menuju kulkas.

Ia mengambil susunya yang tersimpan di sana dan meneguknya. Kemudian berjalan mendekati meja makan tepat di samping ponsel milik Bibi Hwang tergeletak. Jaejoong berusaha bersikap senormal mungkin. Ia mengelap bibirnya yang basah dengan serbet dan menjatuhkan serbet itu di atas ponsel Bibi Hwang.

Kemudian ia kembali meminum susunya.

Lalu ia meletakkan gelas susunya di atas meja dan mengambil serbet itu lagi, dan dengan gerakan secepat kilat ia mengambil ponsel tersebut dengan tangan yang satunya dan memasukkannya ke dalam kantung celana.

DEG DEG DEG.

Demi Tuhan, ia sungguh gugup. Jaejoong melirik para pelayan yang sedang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing. Ia tersenyum tipis.

Bagus.

Sepertinya tidak ada yang menyadari perbuatannya barusan. Ia segera melangkah menaiki tangga dan berjalan cepat memasuki kamarnya. Menutup pintu dengan hati-hati dan menghembuskan nafas panjang.

  "Maafkan aku, Bibi Hwang" Gumamnya pelan.

Jaejoong segera mengusap layar ponsel tersebut hingga memperlihatkan foto seorang gadis cantik yang sangat mirip dengan wanita paruh baya itu. Pasti putri tunggalnya. Jaejoong ingat kalau Junsu tidak memiliki ponsel sama seperti dirinya. Lalu Yoochun, ia tidak tahu nomor pria itu.

Namja cantik itu memijit nomor telepon yang sudah dihapalnya sejak lama. Kemudian ia menempelkan benda elektronik itu di telinganya.

  "Selamat pagi, agensi The Jung's siap membantu anda. Dengan siapa saya berbicara?"

  "Um—Selamat siang, Kim Junsu imnida. Bisa aku berbicara dengan Park Yoochun?"

Jaejoong menggigit bibirnya erat. Jemarinya sudah berkeringat sekarang.

  "Ya, tentu saja, mohon tunggu beberapa saat"

  "Ya, terima kasih"

Please, Yoochun. Kau harus ada di sana. Harus.

  "Ya? Yoochun di sini, benar ini Junsu?"

OH!

Jaejoong segera tersenyum lebar.

  "Yoochun! Ini aku! Jaejoong!"

  "Apa? Yang benar?!"

  "Ya, Yoochun! Ini aku! Dan aku butuh bantuanmu!"

  "Oh Tuhan! Aku mengkhawatirkanmu kau tahu? Katakan kau baik-baik saja!"

  "Aku baik-baik saja, aish, kau tidak dengar ucapanku? Aku butuh bantuanmu, Chun!"

  "Bantuan apa?"

  "Bantu aku melarikan diri dari sini!"

  "Dari—apa? Setahuku kau sudah tingal bersama Sajang—Oh shit! Ia tidak memperlakukanmu dengan baik, ya kan?!"

APOLOGYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang