*Rea pov
"Aku sudah makan kok, Bun"
"Apa makan malamnya ?"
"Roti coklat"
"Roti ? Roti itu bukan makan malam" keluh Bunda. Aku bisa membayangkan beliau menggeleng-gelengkan kepalanya pasrah. Aku terkikik saat mambayangkannya.
"Tapi aku sudah kenyang, Bun"
"Kalau makanmu nggak sehat begini bunda bakal paksa kamu balik lho"
"Eh, eeh, jangan dong bun, Rea kan cari ilmu di sini, sayang duit"
Aku bisa dengar suara cekikikan bunda di seberang telepon. Aku ikut tersenyum geli.
"Ah, uh, Yaa..."
Aku terdiam saat mendengar suara kecil menggemaskan itu ikut tercampur dengan suara cekikikan Bunda.
"Lhoo, sudah bangun ? Mau telpon sama Kak Rea ?"
"Ah, baa, hehe..."
"Ah, Bun, Rea... Rea lupa belum setrika seragam buat besok. Rea setrika baju dulu ya, Dah Bunda" kataku agak tergagap.
Langsung kumatikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Bunda.
Aku menghembuskan nafas panjang saat suara ketukan terdengar di pintu kamarku.
"Yaa ? Tunggu sebentar" ucapku sambil beranjak bangkit dari ranjangku dan bergegas membuka pintu.
"Selamat malam"
Aku terdiam. Otakku seratus persen buntu mendadak, seolah baru dikejut dengan arus listrik sekian volt, aku kehilangan kata-kata.
Orang di hadapanku, berdiri tegap dengan kaus v-neck hitam dengan kerah dan lengan berwarna putih juga celana jins hitam, tersenyum aneh sambil membawa kotak makan berisi kering tempe.
*Rafael pov
'Sudah kuduga' batinku.
Saat pulang kerja tadi aku merasa aneh, kenapa benang merahku tersambung dengan apartemenku sendiri.
Gadis itu, Rea menatapku dalam posisi mematung.
"Selamat Malam" ucapku, mengulang sapaanku lagi dengan harapan gadis itu lekas kembali ke alam nyata.
"Pak... Alfa ?" tanyanya dengan agak linglung
Aku tidak tau harus berwajah apa, tapi satu hal yang kutahu, saat berkunjung haruslah tersenyum. Entah bagaimana senyumku saat ini.
"Mulai hari ini aku tinggal di ruangan sebelahmu. Ini ada bingkisan. Apa kau tinggal sendiri ?" tanyaku, sambil berusaha memutar otak mencari topik
"Um, yeah. Pak Alfa tinggal di sebelah ? Sejak kapan ?"
"Sejak hari ini" jawabku cepat, mengingatkannya kalau aku sudah mengatakannya tadi.
Rea menepuk jidatnya sendiri lalu buru-buru menerima bingkisan dariku yang isinya penuh dengan kering tempe.
"Te, terima kasih" ucapnya kaku
"Sama-sama" aku berhasil memasang senyum terbaik yang bisa kupasang. Masih gengsi di depan murid sendiri.
"Um..."
Aku langsung tersadar kalau aku sedang membuatnya merasa galau antara mempersilahkanku masuk atau tidak. Yeah, tata krama menerima tamu yang baik untuk mempersilahkan tamunya masuk, tapi tidak baik untuk pria berusia 22 tahun berkunjung ke kamar gadis 17 tahun.
"Oh, kalau begitu aku akan pergi sekarang. Sampai ketemu lagi" ucapku agak canggung dan buru-buru ke kamarku yang tepat berada di samping kamar Rea.
*Rea pov
Tatapan mataku terus mengikuti Pak Alfa yang berjalan masuk ke ruangan di sebelahku.
Ternyata benar Pak Alfa tetanggaku.
Setelah lama bengong karena masih terkaget-kaget, aku langsung beranjak masuk kamar sambil membanting pintu.
Biskuit lembek di kepalaku mulai bekerja dengan semestinya.
Gila ! Itu mah beneran Pak Alfa ! Sial banget bisa-bisanya tetanggaan sama guru sendiri !
Dee... udah mau UN masih aja buka wattpad, buat cerita baru pula ( '-')/
Inspirasi selalu datang waktu kepepetMwehehehe *blood tears
Doakan saya sukses UN ya guys
Incaran 1st FSRD ITB ( ^-^)/Yang pada senasib mau UN juga, saya doakan dapat nilai terbaik + masuk univ dan jurusan yang diinginkan
AminBye
Poff*
KAMU SEDANG MEMBACA
Alfarea
Romance"Sejak kecil aku terbiasa melihat benang merah. Benang merah itu mengikat jari kelingking seseorang dengan jari kelingking orang lain. Benang merah itu panjang dan sukar putus. Benang merah itu hanya aku yang bisa melihat" *** Alfano Rafael bisa m...