Canggung

44 3 0
                                    

*Rafael pov

Aku menenggelamkan wajahku ke dalam kedua telapak tanganku dan menghembuskan nafas panjang.

"Bagaimana Pak Alfa ? Pengalaman pertama mengajar di sini ?" tegur Pak Dion, rekan guru yang bekerja satu tempat denganku.

Di antara sekian banyak guru, aku dan Pak Dion tergolong guru yang masih muda dengan rekor termuda berhasil kuraih tanpa pernah kuminta. Selang usia 3 tahun membuat kami lebih akrab bicara ketimbang dengan guru-guru lainnya yang mayoritas sudah berumur.

"Canggung" jawabku spontan. Jantungku tidak henti-hentinya berpacu cepat membuatku lelah sendiri.

Dion terbahak sambil menepuk-nepuk punggungku.

"Lama-lama kau akan terbiasa, tahun lalu aku pertama kali mengajar di sini juga canggung luar biasa. Rasanya mau muntah" ucapnya santai sekali.

Aku tidak lagi membalas percakapan ini karena Dion sudah bergegas menuju kelas yang akan diajarnya mata pelajaran Matematika.

Aku memghembuskan nafas panjang lagi lalu memperhatikan buku sketch yang kuletakkan di atas buku cetak biologi. Buku Sketch dengan tanda tangan "Rea" di sudut kanan atasnya.

Aku bukan orang yang gampang gugup, justru cenderung sangat rileks. Saat wawancara bekerja itu pun aku bersikap sangat rileks seolah-olah itu bukan apa-apa. Bagiku, mengajar di hadapan sekian banyak murid bukanlah sesuatu yang perlu dibuat gugup.

Tapi satu hal itu sukses membuatku gugup bukan main.
Aku melihat benang merah. Itu bukan suatu hal yang aneh, toh, setiap hari, setiap saat aku melihat benang itu terikat di setiap jari kelingking manusia yang kulihat.

Aku bersikap biasa-biasa saja saat memasuki kelas, memperkenalkan diri, mulai meng-absen, dan jantungku serasa berhenti berdetak saat nama pemilik nomor absen 21 kusebut. Sama seperti anak yang lain, anak itu mengangkat tangannya, memperlihatkan benang merah yang entah bagaimana-mungkin-bisa terikat dengan jari kelingkingku.

Sekali lagi aku menghembuskan nafas panjang. Aku bersyukur bisa melewati pelajaran tadi tanpa kendala meski mataku tidak henti-hentinya melirik anak itu.

Reanna Loka

*Rea pov

Aku mati-matian menyiapkan hati sebelum mengetuk pintu ruang guru.

Dua seperempat tahun hidupku di SMA, dan ini pertama kalinya aku melangkah masuk ke dalam ruang guru karena melakukan kesalahan.

Aku mendesah panjang, meratapi kemana perginya hidupku yang tenang, damai, dan tidak pernah menarik perhatian itu.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya sebelum mengetuk pintu ruang guru dan melangkah masuk ke dalam ruang guru.

Semua tatapan guru yang ada di sana tertuju padaku. Aku menelan ludah sebelum akhirnya bersuara

"Um, permisi, apa Pak Alfa ada ?"

"Pak Alfa ? Baru saja keluar, mungkin ke toilet" jawab Bu Hayati

"Oh, um, terima kasih, permisi" ucapku sambil buru-buru ngacir dari ruang guru. Sialan ! Siapa tadi yang nyuruh ke ruang guru tapi malah ngilang.

"Reanna"

Speak of the devil

1 meter di depanku berdiri Pak Alfa. Kedua tangannya disedekapkan di depan dada dan senyumnya yang miring itu membuatku kesal.

"Ayo masuk ke dalam, bukumu di meja saya" ajak Pak Alfa sambil membantu membukakan pintu lagi.

Aku melangkah masuk sambil menundukkan kepala dalam-dalam, enggan menghadapi belasan tatapan penasaran dari para guru.

"Oh" pekik Pak Alfa tiba-tiba

Aku mendongak kaget. Kali ini giliranku yang penasaran.

"Bukumu kuletakkan di tasku, tasku ada di parkiran"

Aku membuka bibir hendak protes tapi segera kukatupkan lagi. Apa-apaan guru slenge'an ini ?!

Pak Alfa berbalik keluar ruang guru sambil berpamitan dengan guru-guru yang lain. Aku hanya bisa diam mengekori Pak Alfa selama perjalanan menuju parkiran.

"Ada, ada" seru Pak Alfa seperti anak kecil yang menemukan balon.

Pak Alfa mengambil tasnya yang diletakkan di dalam keranjang sepeda pancal yang sepertinya adalah miliknya dan mengambil sketch book milikku dari dalam tasnya.

Aku sudah terlanjur berteriak senang dalam hati saat Pak Alfa mengulurkan buku itu tapi mendadak ditariknya kembali

"Bilang apa dulu ?"

"Hah ?" aku berucap spontan karena kaget. Aku menggeram dalam hati sebelum mengucapkan apa yang guru menyebalkan ini inginkan.

"Maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi"

"Janji ?"

Aarrgh ! Guru ini banyak maunya !

"Jan...ji..." ucapku dengan berat hati.

Pak Alfa tersenyum senang sambil menyodorkan sketch book-ku dan buru-buru kuambil sebelum ditariknya kembali karena sikap 'banyak maunya' itu.

"Cepat pulang ke rumah, hati-hati di jalan" ucap Pak Alfa.

Aku menganggukkan kepala dan buru-buru ngacir sebelum banyak cekcok dengan guru aneh itu.

*Rafael pov

Aku terus memperhatikan punggung Rea yang terus berlari keluar gerbang sekolah.

Setelah sosoknya menghilang dari pandanganku, aku langsung terkikik geli. Yeah, kuakui aku keterlaluan menggodanya.



AlfareaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang