-2-

114 22 5
                                        

Aku melihatnya, aku melihat Harryku. Harry yang sama. Harry yang selama ini aku tunggu-tunggu. Ia datang kembali. Datang ke tempat yang sama denganku. Matanya masih dengan warna hijau yng kusukai. Rambut coklatnya yang keriting nampak lebih panjang dari biasanya. Bibir pink yang selalu tersenyum kepadaku, masih seperti dulu. Hanya satu hal yang berbeda, ia mengenakan bandana.

"Hello!" Harry melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Umh, hai Harry." Sapaku, berharap ia akan membalasnya. Namun, perasaanku sungguh tak nyaman dengan semua ini. Kepalaku penuh pertanyaan, Mengapa Harry tak menyapaku? Aku tahu, ia memang dingin, tapi ini sungguh aneh.

"Tunggu," raut wajahnya berubah, "darimana kau tahu namaku?" tanyanya.

Mendengar ucapannya, seketika tubuhku langsung kaku tak berdaya. Bahkan, mulutku menganga mendengar perkataannya yang dingin. Jadi ini perasaan tak nyamanku. Air mataku hampir jatuh, namun ku menahannya.

"Harry, kau tak bercanda kan?" sanggahku masih tak percaya.

"Apa maksudmu? Darimana kau mengetahui namaku?" Tanyanya sekali lagi. Saat itulah air mataku mulai berlinang. Seakan ada tusukan yang menghujani perasaanku, dan itu sangat sakit. Sebelum aku mati tersakiti, kuputuskan untuk berlari kembali ke hotel dan mengurung diri di kamar.

Setibanya dikamar aku langsung membaringkan tubuhku diatas kasur. Mataku kini sembab karena seseorang yang paling kutunggu datang dalam wujud yang berbeda, yang tak kukenali lagi. sungguh menyedihkan bukan? Ya memang. Kegiatanku hari ini hanyalah menangis hingga ku terlelap tidur.

Entah berapa lama aku terlelap, yang jelas kini hari telah pagi. mataku silau melihat sinar matahari yang menembus cendela kamar hotelku. Rasanya mataku sangat sakit dan susah untuk dibuka, aku tahu ini efek menangis semalaman. Mengingat kejadian kemarin sore, saat aku bertemu Harry membuat pikiranku tak karuan, bahkan air mataku keluar lagi. Aku yang tak berpindah, melanjutkan kegiatan kemarinku, menangis lagi dan lagi.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari pintu. Akh, aku sangat malas berjalan. Ketukan itu semakin keras dibarengi dengan suara Jessie yang berteriak. Dengan terpaksa, aku berjalan menuju cermin dan melihat penampilanku yang super berantakan sebelum membukakan pintu. Kupastikan air mataku tak berjatuhan sebelum pintu terbuka.

"WTF! Kau kemana saja? Aku ada berita baik untukmu Zoe!!!!!" Suaranya terdengar sangatlah gembira, seakan-akan beritanya mampu mengusir rasa kecewaku. "Kau tahu, aku menemukan orang yang selama ini kau cari, orang yang selalu membuatmu sedih! Aku bertemu Harry saat jogging pagi ini Zoe." Deg, itu bukan berita bahagia Jessie, karena aku telah menemukannya terlebih dahulu dan hasilnya mengecewakan. "Kau kenapa? Kau tak bahagia?" tanyanya seraya wajah cerianya menghilang.

"Aku telah bertemu dengannya kemarin Jessie." Jelasku.

"That's awesome! Did you ..."

"No! we are officially done!" Aku meninggalkan Jessie berdiri didepan pintu mematung untuk kembali meringkuk diatas kasur. Aku lelah dengan semuanya yang berhubungan dengan Harry. Ia memang tak baik, harusnya aku tak mempercayainya. Aku terlalu bodoh untuk mencintainya.

"Kau tak bohong kan? Kalian tak mungkin." Jessie nampak frustasi mendengar pernyataanku. "Kau harus menceritakannya, lihat dirimu sangatlah menyedihkan. Kau harus menceritakannya." Dengan berat hati aku menceritakan pertemuan kami, bagaimana kami bertemu, bagaimana ia membuat kondisiku seperti ini.

"Aku benci Harry!" teriakku diakhir cerita. Aku harus membencinya.

"Tunggu, kau harusnya berusaha. Mungkin saja itu jebakan, mungkin saja ia terpaksa, mungkin saja ..."

"Cukup! Ia hanya mempermainkanku." Selatku pada Jessie. "Maaf Jess." Itu adalah hari terakhirku berlibur di California sebelum kami memutuskan kembali pulang dan melanjutkan liburan dirumah.

Seminggu penuh aku berdiam dirumah, hanya menulis dan menulis di buku harian yang harusnya kuerikan pada Harry saat ia kembali. Aku masih ingin ia tahu, namun raa ecewaku masih baru dan belum sembuh. Alasan lainnya, aku belum siap untuk bertemu dengannya.

"ZOE!" Teriak kedua sahabatku, Helena dan Jessie, sambil membuka pintu kamarku. Mereka setiap hari menghubungiku, dan menanyakan kabarku. Mereka berjanji pula untuk membantuku membalaskan dendam yang langsung ku sangkal. Aku tak akan membalas dendam.

"Kau harus kembali mengejar Harry!" suruhnya.

"Tidak! Kalian ada-ada saja." Sanggahku.

"Kau terlihat berantakan. Kau tak bisa dan tak akan pernah bisa melupakannya. Kau cinta padanya! Kejar dia. Kami akan bantu." Aku semakin tak yakin dengan perkataan mereka.

"Aku tahu, aku adalah makhuk pembenci Harry sekarang, tapi aku punya alasan untukmu harus mengejar Harry." Jelas Jessie.

"Ia adalah makhuk yang jahat."

"Tidak! Harry butuh bantuanmu untuk mengingatmu." Aku menatap kedua sahabatku dengan wajah yang serius dan heran. Perkataannya seakan menyiratkan sesuatu. "Dengar Zoe, Harry amnesia." Bibirku menganga, memang ia berubah layaknya bukan Harry tapi orang lainnya. Jika alasannya adalah itu memang benar, Harry lupa akan semuanya.

"Kau harus percaya. Tantenya yang memberitahu kami." Lanjut Helena. "Kami akan membantumu." Jika itu benar, aku harus berusaha membuatnya mengingat kembali. Disaat itu juga, aku menganggukkan kepalaku dan memeluk kedua sahabatku. Harry, dengar ini, kau akan mengingatku kembali seperti dahulu.

woooo!!!! finally, long hiatus on this work. 

So sorry for late update, soalnya kemaren udah bikin eh teksnya ilang. sedih kan?!

PS. pic of Zoe on mulmed.

 pic of Zoe on mulmed

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Almost is Never Enough (h.s.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang