Enam

73 5 0
                                    

Albi berlari kencang menemui Nara, tepat ketika gadis itu akan memasuki mobil. Nara terperanjat, kemudian tersenyum menghampirinya.

"Kamu.." Albi tersengal-sengal berusaha mengatur nafas.

"Aku balik sekarang, ya, kak. Tunggu aku nanti balik lagi kesini." ucapnya seraya mengusap punggung Albi dengan lembut.

"Ra, janji?" Albi berkata memastikan, menatap matanya dalam.

"Iya, aku janji, kak." Mata Nara yang teduh berhasil membuatnya lebih tenang.

Albi menarik lengannya, mendekapnya dalam diam. Nara sedikit terkejut, tubuhnya kaku dalam pelukan Albi. Ia menyadari bahwa semalam ia dalam posisi seperti ini juga.

"Kak, kemarin kakak ngajak aku ngobrol tentang apa? Maaf, aku.."

"Nggak ngomongin apa-apa, kok. Cuma ngomong kunang-kunang, Ra." potong Albi cepat.

Nara hanya mengangguk. Albi melepas pelukannya. Dia tersenyum, mengelus puncak kepala Nara, menciumnya cepat. Aku sayang kamu, Ra. Batin Albi.

***

Nara secepatnya membuka kotak pemberian Albi semalam. Didapatinya dua tangkai mawar merah. Satu tangkai mawar asli, dan satu tangkai mawar plastik. Dibacanya surat singkat dari Albi.

"Hallo, Princess.. Aku ingin mengatakannya langsung tapi senyummu selalu menyihirku untuk tetap diam. Terimakasih karena hadir dalam hidupku. Kamu, cinta pertamaku. Aku akan mengatakannya malam ini, tapi ketika kamu membaca ini berarti aku sudah mengatakannya sejak malam sebelumnya. Aku bahagia mengenalmu, sejak pertama kali kita bertemu. Jadilah mawarku, selalu. Mawar yang indah, tapi tidak sembarangan orang bisa menyentuhnya. Mawar yang tegar, dilindungi durinya. Aku akan mencintaimu seperti mawar ini, Ra. Takdirnya memang layu, tapi kamu masih bisa menikmati keindahannya sebelumnya. Aku akan mencintaimu seperti mawar ini, Ra. Hingga mawar plastik ini layu. Tapi kau pasti tahu betul bahwa mawar ini tidak akan pernah layu. Aku menyayangimu, Ra. Cepat kembali."

Nara meloloskan bulir-bulir bening dari matanya. Hatinya bahagia, meski tidak mendengarnya langsung dari mulut Albi. Aku juga menyayangimu, Kak. Tunggu aku. Aku pasti akan kembali dan membalas perasaanmu.

***

4 bulan setelah kepulangan Nara..

"Nomor yang anda tuju sedang di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi."
Nada sambung yang selalu sama. Seharian ini Albi belum menerima kabar dari Nara. Ia berusaha menghubunginya hingga puluhan kali. Sehari tanpa kabar Nara, ia sangat gusar.

"Albi.." teriak Mamanya mengetuk pintu.

"Iya, Ma?"

"Kamu kenapa? Kok panik gitu?"

"Nara belum bisa dihubungi, Ma."

"Bukannya hari ini dia ada lomba tari? Kan kamu sendiri yang cerita kemarin. Mungkin hpnya mati, Nak."

"Iya mungkin, ya." Albi belum bisa tenang.

"Barusan Bela telfon, minta tolong kamu jemput di tempat lesnya."

"Iya sebentar, ya, Ma." Albi masih berusaha menghubungi Nara meski nada sambungnya tetap sama.

***

Nara merutuki hpnya yang lowbatt. Sesampainya di rumah, dia segera berlari ke kamar, mendapati chargernya. Ia makin menyesal mendapati 58 panggilan tak terjawab dari Albi, beserta 30 pesan baru masuk. Nara membaca satu per satu sembari membersihkan make-up. Belum sempat ia membalas, ada panggilan masuk dari Melly.

"Ra, kamu kemana aja sih?" suara Melly terdengar penuh kekhawatiran.

"Maaf, mbak. Hpku baru aktif. Aku tadi lomba tari." Nara makin menyesal karena ternyata banyak orang yang berusaha menghubunginya.

"Albi, Ra. Albi kecelakaan."

Seketika tangannya berhenti membersihkan make-up, ia menatap handphonenya tidak percaya.

"Bohong." hanya satu kata itu yang mampu Nara ucapkan.

"Aku nggak bohong, Ra. Kamu harus kesini. Besok pagi dia dimakamkan." Suara Melly terdengar jelas sedang menahan tangis.

"Siapa yang dimakamkan?" Nara berteriak histeris.

"Albi nggak bisa diselamatkan, Ra. Albi udah pergi."

Nara membanting hpnya kasar. Tubuhnya lemas seketika.

Bunga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang