Prolog

117 4 1
                                    


Aku berjalan melewati koridor kelasku. Hampir satu tahun aku berada di kelasku ini, dan aku hanya tinggal menunggu waktu untuk kenaikan kelas ke kelas berikutnya. Langkahku berasa semakin berat ketika aku mengulang; mengulur waktu di pikiranku saat aku dan teman-temanku bersama mengarungi waktu sejak beberapa bulan lalu.

Rasanya aku baru saja datang dan memasuki kelas dengan gugup sambil membawa tas oranye tua. Aku melihat daftar nama kelasku yang tertempel di pintu. Kelasku saat itu tampak sepi. Aku menghela napasku untuk melangkah masuk, menuju kelas baruku. Aku tampak datar, dengan rambut terikat dan tas yang disandang di punggung. Aku melihat beberapa teman lamaku, duduk dengan wajah antara malu, gugup, ataupun berusaha untuk tidak peduli dengan kelas barunya. Aku memilih tempat dudukku tepat di sebelah seorang anak perempuan yang kelihatannya sebaya denganku.

"Hai," sapaku malu-malu pada anak itu. Dia menengadah, melihatku dengan sorot mata yang menyenangkan, dan berkata, "Hai". "Boleh aku duduk disini?" tanyaku. "Boleh." Katanya dengan senyuman dari bibirnya. Kulihat ia tersenyum dan kusadari dia memakai behel di giginya. Aku pun duduk dan mulai mencoba untuk berbicara dengannya. Bukan hal gampang untuk berbicara dengan orang yang baru saja memberikanmu tempat duduk.

"Namaku Reene. Senang bertemu." Kataku memulai perkenalan. "Aku Adriana. Senang bertemu juga." Dari situlah, kedekatan kami menjadi teman sebangku mulai terjalin. Aku mulai mengenal beberapa anak perempuan lainnya di kelas. Ada Hazel, yang memakai kacamata merah dan memiliki sikap yang sangat baik terhadap siapapun; Esther, yang juga memakai kacamata dan kutu buku. Esther suka sekali buku bacaan terutama bacaan fiksi fantasi. Arsall, gadis berambut keriting dan memiliki mata yang sipit. Sally, yang sedikit sarkastik dengan orang-orang di sekitarnya, dan masih banyak yang lainnya.

Hazel, dan beberapa temannya, Jane, Rose, Afrile, saat itu adalah anak-anak yang paling dikenal di kelas. Mereka adalah anak-anak yang ramah pada siapapun, terkenal, cantik, dan pintar. Mereka sering berkumpul bersama saat itu. Beberapa waktu, aku senang ikut mereka bercerita, atau pun hanya sekedar duduk-duduk di depan kelas. Suatu hari, Hazel berinisiatif untuk mengetahui siapa saja nama anak-anak di kelas itu.

"Hei, lihat! Ada daftar nama anak-anak kelas!"

"Scott! Yang mana Scott?" teriak Hazel dari luar kelas. Anak bernama Scott itu melambaikan tangannya. Hazel terus memanggil nama anak-anak di kelas itu.

"James!"
"Cardon!"

"Fia!"

"Luna!"
"Nadia!"

"Ray!"

"Jack!"

"Raff!"

"Kent!"

Sejak pemanggilan nama-nama itu, cerita pun dimulai.


RafreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang