"Kau tahu aku bisa gila kalau begini terus. Aku tidak bisa terus suka padanya dan ia tidak mengetahuinya!"
Aku meminum coklat panasku di tengah suasana dingin pagi hari. Saat itu, cuaca berubah mendung dan awan abu-abu bergulung-gulung di langit. Kebetulan sekali sekolah libur. Aku benar-benar sangat malas melakukan apapun hingga Luna menarikku dari tempat tidur hanya untuk menemaninya minum coklat panas di rumahku.
Aku masih menyeruput coklat panas ketika Luna tiba-tiba menggebrak meja. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan," katanya dengan nada lesu. Aku menaruh coklat panasku dengan tenang dan berkata, "Sebenarnya kau tak harus merasa menderita. Kau tinggal bilang saja pada Raff kalau kau menyukainya." Tanggapku.
"Dan mengatakannya saat ia bersama Carrie? Ree, apa kau bisa membayangkan betapa malunya aku nanti? Seluruh sekolah akan menertawakanku jika mereka tahu!"
"Lalu, harus bagaimana lagi? Kau sendiri yang bilang kalau kau tidak bisa memendamnya lagi. Dan kau ingin setidaknya Raff peka terhadap semua perhatianmu. Dan sekarang, ia tidak kunjung tahu tentang perasaanmu yang sebenarnya." Tiba-tiba, sebuah ide melintas di kepalaku. "Atau kau bisa.." kataku. Luna kembali memandangku, "Bisa apa?"
"Kau bisa mencoba untuk melupakannya. Kau tahu, seperti menghilangkan semua perasaan dan memori tentangnya. Dengan begitu, kau bisa terlepas dari semua masalahmu ini dan kembali melanjutkan hidup." Saranku. Luna menggaruk dagunya, "Itu terdengar mudah bagimu. Kau kan' tidak sedang menyukai siapapun," Luna mengerutkan wajahnya seolah ia mengingat sesuatu, "kecuali kau menyukai Jam—"
Aku menaruh telunjuk di depan mulutku, "Ssh, diamlah. Jangan pernah sebut namanya disini. Jika Ayah dan Ibuku mendengarnya, bisa bahaya." Jawabku. "Jadi itu benar? Kau menyukai anak itu?" tanya Luna. "Tidak. Kami hanya teman biasa, Luna. Tidak lebih." Kataku. Aku melipat tanganku, "Jadi, apa rencanaku diterima?" Luna menaruh tangannya di meja dan menumpukan kepala di atasnya. "Aku tidak yakin—sebenarnya memang aku sangat tidak yakin—tapi akan kucoba. Tapi kau harus berjanji untuk membantuku dalam melakukannya. Janji?" kata Luna sambil menunjukkan jari kelingkingnya. Ia biasa melakukannya sebagai tanda perjanjian yang ia buat dengan temannya. Aku menggaet kelingkingnya dengan jariku dan berkata, "Aku berjanji."
Angin kencang bertiup di luar. Dahan-dahan pohon bergoyang-goyang, dedaunan tertiup dan jatuh. Hujan pelan-pelan turun dan rasanya suhu rumahku turun drastis. Luna memutuskan untuk menginap di rumahku karena kebetulan besok sekolah masih libur. Selain itu, kedua orangtuanya sedang tidak berada di rumah, yang berarti ia tidur sendirian di rumah. Setelah membereskan kamarku—karena Luna tidak suka kamarku yang agak berantakan—kami pun menonton film bersama di kamar.
Aku mengambil makanan dan Luna menyiapkan banyak bantal empuk, boneka, dan selimut super tebal. Hujan di luar semakin deras, dan suasana luar semakin menggelap. Kami memilih untuk menonton film bergenre Sci-fi, persis seperti kesukaanku dan Luna. Setelah selesai menonton, tiba-tiba ponselku berdering nyaring. Nama James tertera di layarnya. Aku izin untuk pergi ke luar kamar sebentar dan segera mengangkat telfon. "Hei James, ada apa kau menelfonku?"
"Hei, Ree! Tidak ada hal penting, hanya saja aku sedang bosan. Apa aku menganggumu?"
"Tidak, tidak juga. Sebenarnya apa yang kau ingin bicarakan?"
"Seperti yang kubilang tadi, aku bosan. Bisa kau bayangkan ketika kedua orangtua dan adikmu pergi? Dan kau sendirian di rumah? Ya ampun, aku akan mati kebosanan kalau begini terus."
"Kau bisa menonton film atau belajar memasak dengan pembantumu. Kau tahu, kau bisa melakukan hal-hal menyenangkan dan bermanfaat."
"Aku sedang tidak selera untuk melakukan hal berat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafree
RomanceOrang berkata takdir adalah apa yang di depan mata. Tapi, bagaimana jika takdir yang sebenarnya..adalah yang tidak terlihat? Renee memang anak biasa. Tidak ada yang istimewa darinya hingga suatu hari dua cowok tampan datang dan mengubah hidupnya. Ha...