chapt 2

4.6K 327 20
                                    

Delvero Lasmana Putra.

Laki-laki 19 tahun yang memiliki IQ sangat cerdas dengan perawakan kekar dan tinggi menjulang. Di umur yang masih terbilang muda, ia sudah bisa menyelesaikan tugas kuliah dengan baik dan sekarang menjalankan perannya sebagai asisten guru di sekolah internasional.

Anak dari Abigail Verolasmana-seorang pengusaha terkenal- dengan Victoria Gialasmana-seorang model- ini merupakan anak tunggal yang akan mewariskan seluruh kekayaan yang Abigail miliki.

Sifatnya yang konsisten, tidak suka bertele-tele, melakukan berbagai cara agar mendapatkan sesuatu yang instan namun memuaskan, tidak terlalu lama berpikir, dan cuek terhadap resiko. Membuat ia begitu sukses dan bahagia di usia muda. Selain profesinya menjadi asisten guru SMA, ia bahkan sudah memiliki salah satu perusahaan yang memegang hotel bintang lima yang terletak di negeri seribu cinta, Paris. Memang ada campur tangan Ayahnya, namun lebih banyak ia yang bekerja keras demi mendapat hasil yang begitu luar biasa maksimal.

Dan saat ini, Delvero atau kerap dipanggil Vero. Sibuk dengan spagetinya, namun matanya tak lepas memandang gadis yang empat tahun lebih muda, sedang melahap makan siang dengan lagak malas-malasan. Di tengah ruang makan yang luas ini, mereka hanya berdua tanpa pengawasan pelayan yang bertugas di dapur.

"Ngapain lo liatin gue kayak gitu?" Veo melirik galak Vero, setelah akhirnya ia meneguk segelas air putih sampai habis.

Vero sedikit terkejut mendapat gertakan tiba-tiba dari Veo, namun tak sedikitpun ia mengeluarkan pergerakan kalau ia sedang terkejut. Hanya salah satu alisnya yang terangkat, "Apa? Gue punya mata, gue bebas ngeliat apapun objek di depan mata gue."

Veo menggidikan bahu sebagai respon. Tangannya langsung membuat sendok dan garpu bersilangan di atas piring yang hanya tersisa beberapa butir nasi. Ia hendak bangkit namun Vero denga cepat menginterupsi.

"Gak sopan ninggalin ruang makan kalo ada orang yang belum nyelesaiin makanannya." Mata Vero kini berubah menjadi tajam dan tegas, seolah mengunci pergerakan Veo.

Veo berdecak frustasi, sehingga ia kembali duduk dan menatak dagu. "Gue belum buat tugas! Gue males nunda-nunda,"

Vero menatap Veo tanpa ekspresi, kemudian kembali beralih menyantap spagetinya.

"Emang lo bisa buat tugas sendiri? Otak lo, kan, cetek."

"Hello? Apakah anda menghina saya?" Veo menekankan setiap katanya, berusaha menahan amarah yang selalu memuncak tiap Vero mengobrol dengannya. "Hell no, Bro! Gue gak sebodoh yang lo kira,"

Vero memperhatikan Veo sebentar, kemudian mengangkat bahu seakan tak peduli. Ia malah asik menyantap makanannya.

Veo berdecih. "Lo yang nahan gue disini, tapi lo yang nyuekin gue!"

"Gue nahan lo untuk mengajarkan sopan santun, kalo gak boleh ninggalin ruang makan sebelum semuanya selesai makan. Ngerti?"

Lagi. Veo berdecak. Ia sudah muak dengan segala omong kosong yang Vero keluarkan untuknya. Ia menyesal karna di awal ia mau menuruti dan bahkan takut dengan Vero. Harusnya dari awal ia sudah berani menentang kakak angkatnya ini, jadi Vero tak seenaknya mengejek ataupun memerintahnya.

Terlihat Vero menyeringai dibalik kegiatannya mengunyah makanan. Dan Veo menangkap seringaian itu dengan jelas, langsung saja membuat wajah Veo memerah karna merasa dipermainkan.

"Kak? Gue gak kuat, sumpah."

Vero terdiam sebentar. Menyelesaikan suapan terakhirnya dan langsung meneguk air putih. "Lo lupa? Hukuman lo karna terlambat tadi," Vero tersenyum angkuh. Mengingatkan kesepakatan yang ia buat di sekolah tadi bersama adik angkatnya ini.

LilSistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang